Jika gerak semu matahari saja, panasnya tidak segila belakangan ini seperti di tahun-tahun sebelumnya.
Efek gas rumah kaca yang menjadi biang keladinya, seperti metana, karbon dioksida, freon, dan sejenisnya.
Gas-gas inilah yang terakumulasi di atmosfer, radiasi matahari bisa masuk, tetapi sayangnya tidak bisa keluar.
Belum lagi panas dari bumi yang seharusnya bisa keluar, tetapi tertahan oleh gas rumah kaca ini.
Apa sebabnya? Jelas, penggunaan kendaraan pribadi berbasis bahan bakar fosil dan industri yang tidak ramah lingkungan penyebabnya.
Itu saja? Tidak, pembangkit listrik tenaga fosil masih banyak beroperasi di Indonesia dan juga negara-negara lain.
Deforestasi dan pertambangan
Pemanasan global saja? Tidak itu saja ternyata, deforestasi atau penebangan hutan besar-besaran turut andil dalam panas ekstrem.
Memang, seperti yang sudah diketahui belakangan, fitoplankton yang ternyata mensuplai oksigen terbesar.
Namun, dari hutan yang sekitar 20-30% juga punya peran penting dalam stabilisasi suhu bumi.
Laju deforestasi gila-gilaan dengan dalih pembangunan kota, alih fungsi lahan, tambang, dan lainnya turut menaikkan suhu bumi.
Paru-paru dunia sedang tidak baik-baik saja, ia dalam ancaman semakin habis dibabat keserakahan manusia atas nama pembangunan.