Seperti contoh, tidak membuat gaduh saat berangkat Salat Tarawih di saat umat Hindu ada yang melaksanakan Catur Brata Penyepian.
Kemudian, tetap menghargai umat Nasrani yang mengikuti misa Jumat Agung dan tidak merendahkan keyakinan mereka.
Seharusnya, pesan seperti ini sudah tidak perlu disampaikan lagi karena bangsa Indonesia sudah khatam tentang toleransi.
Namun, toleransi masih belum bisa diterima secara baik di beberapa kalangan umat beragama di negara ini.
Sebut saja, ada kelompok ekstremis pengasong khilafah yang alergi dengan umat agama lain.
Mereka ingin mengganti Pancasila yang sudah menjadi darul ahdi wa syahadah yang berarti negara hasil konsensus menjadi negara ekstremis agama dalam bingkai khilafah.
Seperti yang sudah diketahui, contoh gelap khilafah pernah dicoreng oleh Taliban di Afganistan seperti membombardir situs Buddha Bamiyan di tahun 2000-an.
Bayangkan, itu masih situs keagamaan yang dihancurkan, bagaimana jika paham radikal ini menginfeksi Indonesia? Pasti jauh lebih mengerikan lagi.
Padahal, konsep kenegaraan yang dibangun Rasulullah SAW dan para sahabat tidak seperti itu, mereka dibebaskan untuk beribadah sesuai agama masing-masing asal tidak saling mengganggu.
Para pengasong khilafah terlalu bernafsu mengganti ideologi yang jatuhnya menjadi bigot, tetapi tidak mau mengakui konsep toleransi yang dicontohkan Nabi SAW.
Ini sangat bertentangan dengan konsep syariat yang harus patuh pada negara selama tidak bertentangan dengan agama.