Piala Dunia U20 disayangkan oleh semua insan sepak bola.
Batalnya Indonesia menjadi tuan rumahSaling menyalahkan dan perang argumen alasan batalnya turnamen ini masih terus terjadi dan mungkin akan abadi.
Padahal, FIFA tidak menjelaskan secara gamblang apa penyebabnya, hanya menjelaskan karena melihat situasi yang berkembang belakangan ini.
Kubu pertama, ada yang berpendapat bahwa penolakan Israel sang agresor Palestina menjadi alasan penolakan, memang FIFA sedang mengampanyekan #NoDiscrimination.
Kubu kedua, Tragedi Kanjuruhan menjadi alasan pembatalannya, ini tidak salah karena kasus hukum ini masih berlanjut hingga saat ini dan belum menemui keadilannya.
Mengapa? Pengumuman FIFA menyinggung tragedi yang terjadi pada Oktober 2022 ini dalam rangka untuk mendorong transformasi sepak bola Indonesia.
Semua sedih, semua lesu, dan semua marah dengan gagalnya kesempatan Indonesia untuk mengejar prestasi.
Bagi mereka, kalah di medan perang jauh lebih terhormat daripada mundur dan memilih kabur karena beberapa alasan.
Akibatnya? Palestina dan musuh bebuyutannya melenggang, Indonesia yang justru jatuh terjengkang.
Baik gagalnya Indonesia berkesempatan meraih prestasi maupun kesedihan karena Tragedi Kanjuruhan sama-sama ditangisi.
Namun, kesedihan karena Indonesia gagal ikut turnamen bergengsi internasional jauh melampaui kesedihan keluarga yang ditinggal meninggal karena Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022.
Buktinya, tragedi ini perlahan mulai mendingin, semua insan sepak bola mulai kembali bergairah dengan kompetisi tanpa memedulikan tragedi ini lagi.
Hanya para korban, anggota keluarga korban, dan suporter bernurani yang tetap menjaga api lilin yang mengantar mereka menuju gerbang keadilan.
Sementara sebagian suporter lagi terlalu fokus membetulkan logo klub dan mural pos polisi yang esensinya masih belum seberapa itu.
Sementara gagalnya Indonesia ikut turnamen Internasional ini jauh lebih mendalam, bahkan ada aksi pita hitam atas matinya kesempatan itu karena alasan yang masih belum jelas.
Prestasi masih bisa dikejar, rezeki masih bisa dicari, tetapi bagaimana dengan korban dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan?
Mereka tidak lagi memikirkan prestasi dan reputasi klub yang dicintai, mereka merasakan kehilangan anggota keluarganya yang meninggalkan dunia ini.
Bahkan, para korban dan keluarga korban akan membenci sepak bola seumur hidupnya karena merenggut nyawa anggota keluarganya.
Tragedi Kanjuruhan berhak dikenang dan diperlakukan sama seperti halnya gugurnya Indonesia ikut berlaga di kancah internasional karena menjadi tuan rumah Piala Dunia U20 tahun ini.
Bukankah tidak ada kemenangan atau prestasi yang berharga di atas nyawa yang melayang karena ulah aparat?
Kata K.H. Ma'ruf Amin Wapres Indonesia, gagalnya Timnas Garuda bukanlah kiamat baig sepak bola Indonesia.
Rasanya, keputusan yang akan menjadi sanksi pembekuan sepak bola Indonesia adalah doa dari mereka yang teraniaya.
Kalau pembekuan sepak bola terjadi, jangan langsung emosi, resapi hukum karma yang berjalan di muka bumi.
Mungkin, Indonesia terlalu gegap gempita dengan kancah internasional sampai lupa masalah kemanusiaan yang terjadi dan masih belum medapatkan keadilan.
Jika terjadi, ini mungkin cara Tuhan untuk menegur Indonesia agar bisa mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan seadil-adilnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H