Mohon tunggu...
Mohammad Faiz Attoriq
Mohammad Faiz Attoriq Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Kontributor lepas

Penghobi fotografi domisili Malang - Jawa Timur yang mulai jatuh hati dengan menulis, keduanya adalah cara bercerita yang baik karena bukan sebagai penutur yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Malang, Kalian Punya KRL?

30 Maret 2023   22:21 Diperbarui: 30 Maret 2023   22:47 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Interior KRL impor Jepang yang pernah beroperasi di lintas Jogja-Solo. (Foto: Dokumen pribadi)

Melihat perdebatan KRL (tepatnya Commuter Line) impor Jepang versus buatan INKA di Jabodetabek menggoda saya sebagai penikmat kereta untuk berkomentar.

Namun, apa daya, perdebatan itu hanya bisa saya nikmati dari kejauhan sana, mengapa? Bahasannya terlalu tinggi.

Dari kubu pro buatan lokal beropini bahwa saatnya mengurangi ketergantungan terhadap semua serba impor.

Namun, dari kubu pro KRL impor Jepang punya alasan sendiri: produk lokal masih mengalami beberapa masalah.

Sedangkan saya yang berada di Malang, tepatnya pinggiran Kota Malang? Jangankan ikut beropini, membayangkan saja sudah berat.

Ini tidak lepas dari pengalaman pertama dan terakhir saya naik Commuter Line Jogja-Solo saat berlibur dengan impor Jepang, tepatnya KRL 205 Series.

Sebagai pengganti KRD Prameks yang berbahan bakar diesel, Commuter Line Jogja-Solo benar-benar menggunakan listrik.

Dengan pergantian sumber daya ini, harapannya konsumsi bahan bakar fosil bisa berkurang asal pembangkit listriknya ramah lingkungan juga.

Pengalaman ini yang membuat saya iri dengan Jabodetabek dan Jogja-Solo yang sudah punya kereta rel listrik sebagai moda transportasi massa komuter ini.

Bagaimana dengan sistem transportasi massa di Kota Malang dan sekitarnya? Cuma satu, yaitu angkot atau kadang disebut dengan mikrolet.

Dengan ciri khas warna biru, angkot lalu-lalang di penjuru sisi kawasan kota yang dulu dingin, sekarang mulai agak gerah ini.

Apakah mengatasi kemacetan? Kurang membantu, malah dari watak sopirnya yang kurang berkenan di jalan atau di dalam angkot.

Bahkan, pamor angkot sedang dipertaruhkan dan perlahan digantikan oleh taksi online yang sebenarnya hitungannya sama dengan kendaraan pribadi.

Tidak mungkin jika 1 taksi online memuat pesanan lebih dari 1 pelanggan, beda dengan kendaraan travel.

Terlalu jauh untuk membahas moda transportasi umum Malang Raya yang berbasis rel ini.

Memang, sekarang ada kereta Commuter Line yang menjangkau seluruh daerah Malang Raya yang dilintasi rel.

Jangan dibayangkan seperti KRL atau KRD, Commuter Line di Malang ini menggunakan rangkaian KA umumnya, contohnya Penataran, Dhoho, dan Tumapel.

Mengapa KRL sulit direalisasikan di Malang Raya? Alasannya mungkin sebelas dua belas dengan berbagai insiden saat uji coba KRD di tahun 2012.

Jika para pembaca sering naik KA di lintas Malang Raya, sudah hafal dengan kontur rel yang tidak ramah untuk KRD, apalagi KRL, malah makan daya besar.

Makanya, mengapa proyek uji coba tersebut tidak berlanjut, lintas rel Malang Raya hanya bisa ditaklukan oleh kereta berpenggerak lokomotif yang terpisah dan pastinya tenaganya besar.

Namun, mungkin jika membayangkan adanya KRL di lingkup Kota Malang, ini sangat menggiurkan untuk saat ini.

Mengapa? Kemacetan di Kota Malang dan kawasan penyangganya sangat-sangat memuakkan, bahkan sampai menua di jalan.

Penyebabnya jelas, mulai dari masyarakatnya sendiri yang gemar menggunakan kendaraan pribadi sampai mahasiswa luar kota yang membawa kendaraan pribadinya.

Selama ini, apa yang dilakukan oleh Pemkot Malang? Antara rekayasa arus menjadi 1 arah dan pelebaran jalan, sangat jelas pembangunannya berorientasi pada kendaraan pribadi.

Sebagai destinasi pendidikan, seharusnya Kota Malang sudah waktunya untuk memiliki moda transportasi massa yang sangat memadai dan membuat masyarakat betah.

Menunggu peremajaan atau revitalisasi moda transportasi massa yang ada sangat lama, kalah cepat dengan laju pertumbuhan kendaraan pribadi.

Commuter Line untuk lingkup Kota Malang dan zona penyangganya dianggap layak sebagai moda transportasi untuk mengurai kemacetan kota yang lama-lama sudah tidak masuk akal.

Idealnya, KRL di Malang dibuat dengan jalur layang karena dapat menghemat ruang dibanding berada tepat di atas tanah dan mengurangi perbedaan kontur yang signifikan.

Realisasi moda transportasi umum ini harus segera direalisasikan sebelum kemacetan semakin tidak bisa diatasi dengan sejuta kebijakan yang masih berpihak pada kendaraan pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun