Aku semakin cemas, takut jika masa depanku tidak bisa sukses seperti orang lain atau tidak bisa menikmati hidup.
Juga, aku kian cemas karena tuntutan hidup sebagaimana sebayaku yang seharusnya semakin kuat membisingkanku.
Kecemasanku semakin memuncak jika harus menghadapi masa depan yang semakin tidak bisa kujalani karena masa kini saja berat.
Terlalu riuh tuntutan hidup, seperti harus lekas bekerja yang mapan dan berkeluarga, semuanya aku takutkan.
Kata orang, semakin tua usia seseorang, seharusnya bisa berkomitmen, sedangkan aku takut dengan komitmen.
Omong kosong kalau ada yang bilang menjadi orang dewasa itu menyenangkan, justru lebih menyenangkan saat bocah.
Menurutku, lebih menyenangkan masa lalu di saat beban hidup terberat hanya sekadar PR Matematika yang tidak sempat terselesaikan.
Atau, diomeli orang tua karena pulang main dengan anak tetangga terlalu sore, hampir mendekati magrib.
Tidak ada rasa menyesal hidup di masa itu, justru aku menyesal mengapa aku tidak menikmati masa lalu itu?
Ya, hidup tidak jauh dari rasa menyesal, antara menyesal tidak bermimpi saat dewasa akan menjadi apa atau menyesal tidak mau menikmati masa yang berjalan kala itu.
Sialnya, aku memilih opsi kedua penyesalan tadi, dan sekarang merasa bersalah mengapa harus mengorbankan masa lalu.