Mohon tunggu...
Mohammad Faiz Attoriq
Mohammad Faiz Attoriq Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Kontributor lepas

Penghobi fotografi domisili Malang - Jawa Timur yang mulai jatuh hati dengan menulis, keduanya adalah cara bercerita yang baik karena bukan sebagai penutur yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Senandika: Luka Batin yang Abadi

10 Maret 2023   20:21 Diperbarui: 10 Maret 2023   20:26 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Retaknya hubungan sepasang kekasih. (Foto: Unsplash.com/Kelly Sikkema)

1 tahun lebih 8 bulan atau 2 tahun kurang 4 bulan tidak terasa lama untuk dijalani, tetapi terlalu singkat jika diakhiri.

Berharapnya adalah hubungan kita abadi, tetapi mau tidak mau harus kandas dengan air mata dan membusuknya memori.

Kita saling menyalahkan, kamu menyalahkanku karena aku tidak pernah memahamimu, aku menyalahkanmu karena kamu tidak mau mengerti aku.

Bukannya cinta itu saling mengerti satu sama lain, tetapi mengapa yang terjadi justru aku yang harus memahamimu sedangkan kamu tidak mau memahamiku?

Bukannya cinta itu harus menurunkan ego kita? Justru yang terjadi adalah kamu yang tetap meninggikan ego saat aku berusaha untuk menurunkannya.

Kamu yang membuat emosiku terpantik, aku bereaksi, lalu kamu mencari alasan mengapa membenciku hingga akhirnya kamu pergi.

Aku yang selalu disalahkan, aku yang sering kamu marahi, aku yang sering kamu sakiti akhir-akhir kisah kita.

Saat ingin memberontak, kamu justru bilang aku tidak cinta, dari mana? Aku justru masih mencintaimu, karenanya aku memintamu berhenti marah-marah.

Tapi sayang, kamu terlalu keras kepala, kamu justru memilih untuk pergi dengan perpisahan yang sangat menyakitkan.

Di tengah hujan deras, kamu mengakhiri hubungan kita, lalu menghilang bersama kenangan yang tidak pernah bisa terulang.

Setelah kita berpisah, luka ini menganga, aku bingung bagaimana aku menyembuhkan luka ini, apakah dengan mencintai lagi?

Setelah kita berpisah, tidak ada lagi canda dan tawa, berbagi cerita, atau momen kebersamaan kita berdua saat berjalan-jalan.

Tidak, aku takut jatuh cinta lagi, luka ini masih belum mengering, bahkan menutup saja tidak bisa, rasa perih masih terasa juga.

Hingga saat ini, nyaris 1 dekade silam yang seharusnya ini adalah mimpi kita bisa menikah, luka dan hampa ini masih ada.

Bahkan, kuyakinkan betul padamu jika luka batin ini abadi, selama kamu tidak pernah lagi untuk kembali.

Saking abadinya, tidak ada satu pun keinginan untuk mencari penggantimu karena takut apabila terluka lagi, padahal luka saat ini belum sembuh.

Mungkin, 9 tahun cukup lama bagimu, tapi bagiku cukup tersiksa juga apabila masih terluka selama 9 tahun.

Sekarang, aku tidak tahu, bahkan tidak mau tahu sampai kapan pun tentang kabar dari orang yang kubenci seperti dirimu.

Bukannya mendoakan yang buruk, tapi kehidupan akan berlaku hukum tabur-tuai, kamu akan merasakan apa yang sudah kamu lakukan padaku di masa lalu.

Aku tidak mengharapkan yang buruk, tetapi kalau kamu ditampar oleh kejahatan yang pernah kamu lakukan, kuharap jangan marah.

Kamu akan merasakan betapa sakitnya aku selama 9 tahun kita berpisah dan bagaimana penderitaanku setelah kamu pergi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun