Mengapa? Karena mereka tidak ingin anak-anak mereka nantinya menjadi pengangguran di era yang semakin maju.
Tidak ada satu pun orang tua yang menginginkan anak mereka menjadi pengangguran karena ingin mendidiknya menjadi mandiri.
Namun, mereka memiliki kecemasan apabila semua pekerjaan diambil alih oleh AI, otomatis lapangan kerja akan menyempit untuk pekerja manusia.
Daripada dilanda kecemasan, bisa saja pasangan suami-istri tersebut memutuskan untuk tidak memiliki anak.
Bukan hanya itu, mereka juga memiliki faktor kesulitan ekonomi akibat AI secara tidak langsung sehingga memutuskan untuk childfree.
Pasangan suami-istri atau para lajang semakin sulit untuk mendapatkan penghasilan karena kebanyakan tugas manusia diambil alih AI.
Mau melamar di berbagai tempat kerja, ujung-ujungnya ditolak karena beberapa posisi yang dilamar sudah digantikan perannya oleh kecerdasan artifisial.
Revolusi industri 5.0
Padahal, Revolusi Industri 5.0 bukan tentang teknologi mengambil alih pekerjaan manusia, melainkan hanya membantu urusan manusia.
Teknologi pada era kecerdasan buatan memang membantu manusia dalam urusan hal, tetapi bukan secara mutlak menggantikan manusia.
Secanggih bagaimana pun, kecerdasan buatan yang diciptakan manusia masih memiliki kekurangan dibandingkan kecerdasan alamiah ciptaan Tuhan.
Tidak selamanya AI bisa bekerja selama tidak ada kerja sama dengan manusia yang kecerdasannya menjadi cetak biru.