Mohon tunggu...
MASE
MASE Mohon Tunggu... Lainnya - Mochammad Hamid Aszhar

Pembelajar kehidupan. Pemimpin bisnis. Mendedikasikan diri membangun kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Samudera Kesadaran : Monogami dan Poligami

31 Januari 2021   11:11 Diperbarui: 18 Agustus 2024   13:48 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecenderungan Nabi Muhammad SAW tersebut secara tersirat (mutasyabihat) memberi tanda atas tafsir QS 4 : 3, 129 bahwa spirit ayat tentang poligami tersebut membatasi jumlah istri dari sebelumnya yang memiliki istrinya puluhan sampai ratusan, untuk menjamin untuk terjaminnya kedamaian pikiran, energi murni, cinta kasih, kebutuhan biologis, kecukupan nafkah, penghormatan, pengabdian, cinta dan kebahagiaan serta keadilan dengan baik tidak hanya untuk suami atau istri namun juga anak-anak. Kembali kepada sejatinya tujuan pernikahan yaitu kebahagiaan suami, istri, anak-anak, orangtua, keluarga bahkan bisa lebih luas lagi. Bila poligami justru membuat perceraian, keluarga berantakan atau dengan kata lain keburukan (mudharat) lebih besar daripada kebaikan (maslahah), maka sebaiknya ditunda/dihindari. Artinya situasi, kondisi, kapasitas dan keseimbangan hidup orang mau berpoligami tersebut belum mencukupi/pantas. Kembali ke dasar. Untuk apa kita hidup? Untuk apa kita menikah? 

Dikisahkan karena suatu situasi dan kondisi tertentu Nabi Muhammad SAW melarang Sayyidina Ali bin Abi Thalib menikah lagi (poligami) saat masih menjadi suami Siti Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW. Saat itu  Sayyidina Ali bin Abi Thalib berencana menikahi Juwairiyah putri Abu Jahal. Karena situasi dan kondisi tertentu, kapasitas dan keseimbangan hidup saat itu baik Sayyidina Ali bin Abi Thalib maupun Siti Fatimah belum layak/siap untuk menjalani pernikahan poligami. Pada saat itu keburukan (mafsadah) nya lebih besar daripada kebaikan (maslahah) nya. Sejarah ini memberi kita pelajaran bahwa pernikahan poligami perlu dipersiapkan dengan matang sehingga kapasitas dan keseimbangan hidup memang layak/pantas. Pasca meninggalnya Siti Fatimah, Sayyidina Ali bin Abi Thalib menjalani pernikahan poligami. Dipersilahkan menjalani pernikahan poligami bila kapasitas diri dan keseimbangan hidup kita memang mampu/pantas serta situasi dan kondisi memang layak untuk itu. Tidak hanya keseimbangan hidup dalam konteks individual namun juga dalam konteks sosial masyarakat. Islam menyediakan jalan keluarnya untuk itu. Ingat pernikahan adalah wadah suami istri untuk bersama-sama memancarkan kelimpahan dan cinta bersama. Ukuran kesempurnaan pernikahan bukanlah monogami atau poligami. Ukuran kesempurnaan pernikahan adalah ketika suami istri bisa saling menyadari, saling merelakan (ridha) dan saling menerima dalam proses merayakan hidup moment demi moment.

Kecenderungan Nabi Muhammad SAW monogami (25 tahun) dibanding poligami (8 tahun) tersebut juga memberi kita pelajaran pada kita bahwa Nabi Muhammad SAW banyak menempa diri, mengoptimalkan segala potensi dan memfokuskan hidupnya untuk membangun peradaban. Energi seksnya tidak dihambur-hamburkan/dibocorkan tanpa tujuan bermakna namun energi seks yang sangat besar tersebut ditransmutasikan (sexual energy transmutation) menjadi energi untuk membangun umat, membangun sumber daya manusia, membangun peradaban. Karena itu Nabi Muhammad SAW seumur hidupnya jarang sakit. Nabi Muhammad SAW bukan lelaki hidung belang yang banyak berpikir tentang perempuan serta perhatian, energi dan waktunya habis bermain perempuan. Selama menikah dengan Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW tidak pernah berpikir poligami dan terjebak pada halusinasi tentang hedonisme punya banyak istri. Namun Beliau juga tidak memaksakan diri untuk tidak menikah atau monogami. Semua terjadi secara natural. Bahkan bila wahyu memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menjalani hidup selibat tanpa pernikahan sekalipun Beliau sangat mampu. Namun Nabi Muhammad SAW adalah musyari' dimana kehidupannya bukan kehidupan tingkat tinggi yang tidak bisa dijangkau/diteladani oleh orang awam kebanyakan. Semua kehidupan Beliau mengalir secara secara natural dan bisa dijadikan teladan bagi banyak orang bahkan orang awam sekalipun. 

Kita tidak tahu masa depan kita seperti apa. Fakus saja mengingkatkan kapasitas diri, jadilah pria dan wanita yang setia dan bertanggungjawab, membangun kepemimpinan diri, memberikan yang terbaik untuk semesta. Maka semesta akan memberikan yang terbaik bagi kita. Saat situasi dan kondisi tertentu pria yang memang pantas (relevance) menjalani pernikahan poligami maka alam semesta akan mendukung untuk poligami dan pria yang pantasnya (relevance) menjalani pernikahan monogami maka alam semesta akan mendukung untuk monogami. Hidup ini jadi ruwet dan berantakan ketika kita menginginkan apa yang tidak sesuai dengan kapasitasnya. Analogi sederhana seperti kita mengendarai mobil namun belum punya kapasitas untuk bisa mengendarai mobil atau kapasitas baru bisa mengendarai motor. Lalu kita menabrakkan mobil tersebut sehingga hancur berantakan. Logical fallacy, bila kita menyalahkan mobil karena kesalahan bukan di mobilnya tapi kapasitas kita yang masih belum mampu mengendarai mobil. Poligami hanyalah alat/kendaraan. Bukan syariat poligaminya yang salah, namun kapasitas orang yang menjalani syariat poligami tersebut yang masih belum mencukupi sehingga banyak syarat dan batasan syariat yang dilanggar yang mengakibatkan hancurnya pernikahan. Bila kapasitas kita baru bisa mengendarai pernikahan monogami, lalu mencoba menjalani pernikahan poligami, lalu pernikahan poligami hancur berantakan, maka kesalahan bukan di bentuk pernikahan poligaminya tapi kapasitas kita yang masih belum mampu menjalani pernikahan poligami.

Dari sini kita bisa mengambil pelajaran bahwa :

Pertama; Nabi Muhammad SAW adalah musyari', artinya semua yang dilakukan Nabi Muhammad SAW adalah pengejahwantahan dasar-dasar dari syariat dari Al Quran yang "membumi" yang bisa ditauladani dan dilakukan oleh semua manusia biasa sesuai kapasitas dirinya dan keseimbangan hidupnya masing-masing. 

Monogami ada dasar syariatnya, poligami pun juga ada dasar syariatnya. Fakta monogami dan poligami Nabi Muhammad SAW tersebut menyadarkan kita bahwa poligami itu tidak bisa disamaratakan kepada semua pria dan wanita. Yang perlu dipahami bahwa keseimbangan hidup manusia tidaklah sama sesuai dengan kapasitas dirinya masing-masing serta kondisi yang ada di suatu waktu. Ada yang pada kondisi dan waktu tertentu keseimbangan dan kapasitas hidupnya dengan menjalani pernikahan poligami. Ada yang pada kondisi dan waktu tertentu keseimbangan dan kapasitas hidupnya cukup dengan menjalani pernikahan monogami. Tidak bisa disamaratakan bahwa semua pria harus poligami. Dan sebaliknya, tidak bisa dituntut bahwa semua pria harus monogami. Nabi Muhammad SAW menjalani kehidupan pernikahan dengan monogami bahagia dan bisa membahagiakan istrinya. Menjalani kehidupan pernikahan dengan poligami pun juga bahagia dan bisa membahagiakan istri-istrinya. Jadi kebahagiaan ada di dalam diri kita sendiri, bukan karean monogami atau poligaminya. Ini yang disebut unconditional happiness. Tetap bahagia apapun kondisinya tanpa syarat baik pernikahannya monogami maupun poligami. Kebahagiaan itu memancar dan menjadi keberkahan ke lingkungan sekitar (blessing). Kita yang memang benar-benar mau meneladani Nabi Muhammad SAW, bila kondisi dan waktu tertentu sehingga keseimbangan dan kapasitas hidup harus menjalani pernikahan monogami, maka sadari, relakan (ridha) dan terima kondisi itu. Dengan cara full memberikan penghormatan, pengertian, cinta, komunikasi yang baik, keberlimpahan, nafkah, pendidikan dan kebahagiaan kepada istri dan anak-anak. Sebaliknya kita yang memang benar-benar mau meneladani Nabi Muhammad SAW, bila kondisi dan waktu tertentu sehingga keseimbangan dan kapasitas hidup  harus menjalani pernikahan poligami, juga sadari, relakan (ridha) dan terima kondisi itu.  Dengan tetap memberikan secara full penghormatan, pengertian, cinta, komunikasi yang baik, keberlimpahan, nafkah, pendidikan dan kebahagiaan kepada istri-istri kita secara adil dan bijaksana.

Kedua;  Ada sesuatu yang jauh lebih indah dan membahagiakan dalam pernikahan. Sesuatu itu adalah kesadaran, ketulusan cinta dan terbebasnya diri dari identitas dan perilaku yang berbasis ego.

Konsep kebahagiaan dalam Islam bukanlah akumulasi dari kesenangan-kesenangan dari luar (hedonism) dengan sederet daftar keinginan yang harus terpenuhi, termasuk mengakumulasi kesenangan lewat banyak istri dengan justifikasi poligami. Ada sesuatu yang jauh lebih indah dan membahagiakan daripada akumulasi kesenangan-kesenangan yang cenderung tidak ada habisnya. Sesuatu itu adalah kesadaran, ketulusan cinta dan terbebasnya diri dari identitas dan perilaku yang berbasis ego. Sesuatu yang lebih indah dan membahagiakan itu adalah bebasnya diri dari ketakutan atas kekurangan dan kepedihan serta bebasnya diri dari keinginan atas kelimpahan dan kenikmatan dalam mengarungi kehidupan pernikahan dengan pasangan karena ketakutan dan keinginan itu sebenarnya adalah ego. Bersama-sama menyatu dengan pasangan dalam kesadaran dan ketulusan cinta. Tidak menggantungkan/menyandarkan kebahagiaan kepada sesuatu di luar diri termasuk menggantungkan/menyadarkan kebahagiaan kepada pasangan yang up and down. Namun mengalami kebahagiaan yang berbasis kesadaran dan ketulusan cinta dari dalam diri sejati. Pernikahan adalah wadah untuk saling berbagi, saling mengisi, saling melengkapi dan saling menguatkan dalam ketulusan cinta dan kelimpahan. 

Bila kita pelajari kisah-kisahnya Nabi Muhammad SAW dalam Siroh Nabawiyah, dalam pernikahannya Beliau dengan Siti Khadijah selama 25 tahun dengan monogami dan 8 tahun dengan poligami, adalah cerita hidup tentang kesadaran, ketulusan cinta dan terbebasnya diri dari identitas dan perilaku yang berbasis ego. Istri yang paling dicintai Nabi Muhammad SAW adalah istri pertamanya yakni Siti Khadijah. Cinta dan pengabdian sepasang suami istri ini sudah dibangun mulai dari nol. Siti Khadijah adalah wanita yang menemani hidup Nabi Muhammad SAW dalam suka dan duka terutama di masa-masa awal memperjuangkan Islam yang mana harus mempertaruhkan segalanya termasuk kedudukan, harta, bahkan nyawa. Dalam suatu hadits shahih yang diriwayatkan al-Bukhari no. 5229 dan Muslim no. 2435, kecenderungan hati Nabi Muhammad SAW kepada Siti Khadijah sampai mengundang kecemburuan Siti Aisyah walaupun saat sudah menikah dengan Siti Aisyah, Siti Khadijah sudah meninggal beberapa tahun lamanya. Satu contoh kisah indah pengabdian Siti Khadijah kepada suaminya yang diabadikan dalam Al Quran adalah menyelimuti Nabi Muhammad SAW dengan penuh kasih sayang. Saat itu Nabi Muhammad SAW kedinginan menerima wahyu pertama lewat Malaikat Jibril (QS 73 : 1). Siti Khadijah tidak hanya memberikan kepada Nabi Muhammad SAW ketulusan cinta bahkan ego diri sudah tidak ada. Semuanya jiwa raga, harta benda, reputasi dan segala yang dimiliki Siti Khadijah diberikan kepada Nabi Muhammad SAW (QS 93 : 6-8).

Siti Khadijah sebagai istri tidak pernah mati di hati Nabi Muhammad SAW. Tapi di zaman sekarang banyak istri-istri dan suami-suami yang mati di hati suaminya atau istrinya. Ibarat lampu sudah tidak menyala lagi. Sehingga kehilangan kesadaran, ketulusan cinta dan menjalani kehidupan pernikahan berbasis ego. Dari sini paham ? Sebaliknya Nabi Muhammad SAW pun sebagai suami tidak pernah mati di hati Siti Khadijah, full memberikan penghormatan, pengabdian, ketulusan cinta dan keberlimpahan kepada Siti Khadijah. Sehingga tetap penuh gairah, keintiman dan komitmen. Efeknya adalah merasa fulfilment, hidup tenang dan kesetiaan satu sama lain. Adanya Siti Khadijah sudah cukup menyempurnakan Nabi Muhammad SAW. Dan sebaliknya adanya Nabi Muhammad SAW sudah cukup menyempurnakan Siti Khadijah. Pancaran kesadaran, ketulusan cinta dan terbebasnya diri dari identitas dan perilaku yang berbasis ego dari Nabi Muhammad SAW ini tidak hanya ketika Beliau menjalani 25 tahun pernikahan monogami namun juga ketika menjalani 8 tahun pernikahan poligami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun