Mohon tunggu...
Mohammad Topani S
Mohammad Topani S Mohon Tunggu... Penulis - Penulis yang ingin berbagi kebaikan walaupun hanya sedikit.

Pengisi suara (dubber).

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Nasehat Terhadap Sahabatku

23 Juli 2023   21:25 Diperbarui: 23 Juli 2023   22:16 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nasehat Terhadap Sahabatku.

Dalam kelompok kecil atau grup yang sehaluan atau sama hobinya, biasanya ada yang dituakan.

Secara alami, karena alasan umur dalam kelompok ini, saya didaulat sebagai orang yang dituakan. Pendapat mereka simpel saja, orang yang lebih tua dianggap sudah banyak mengenal dan menghadapi masalah kehidupan.

Kalau sudah didudukan dalam posisi ini, harus siap untuk dimintai pendapat, kususnya dalam hal rumah tangga serta masalah turunannya. Seperti yang diceritakan sahabat, pada saya.

Setelah minta ijin yang bersangkutan, kalau curhat tersebut disalin ketulisan, dia setuju. Asal identitas disamarkan.

Sahabat ini seorang laki-laki dan sehobi, umur kisaran 40 tahun lebih, sudah mempunyai anak. Bisa dibilang usia yang sudah matang dalam segi fisik dan mental. Dia bercerai dengan istrinya karena sesuatu yang sangat pribadi.

Dalam tulisan ini bukan menceritakan perihal perceraiannya, tapi tentang pendekatannya, dengan seorang perempuan, pasca perceraian.

Dalam pandangannya, perempuan tersebut adalah perempuan yang mungkin bisa saling memahami.

Curhat ini sengaja saya rangkum dalam versi tulisan, agar mudah diikuti alur ceritanya.

Betapa sahabat ini semangat tapi juga galau, untuk memutuskan kawin yang kali kedua, karena ada pelajaran berharga dari perkawinan pertama.

Sahabat ini mengatakan (mungkin juga merayu) pada perempuan tersebut...

...Selama hidup perasaan yang bergejolak seperti sekarang hanya terjadi dua kali.

Tapi gejolak perasan ini bukan terjadi sama mantan istri, kalau sama mantan istri, kenal beberapa bulan langsung nikah, itu terjadi dikota...Jawa Timur.

Waktu itu sifatnya hanya pertimbangan kewajaran, karena aku sudah umur 29 tahun.
Keluarga memberi saran sebaiknya menikah, dan itu memang baik. Walau sudah 12 tahun bersama dia mengarungi bahtera perkawinan, akhirnya kami sepakat berpisah.

Tapi perasaan (kasmaran) seperti ini, dulu kualami sama pacar semasa kuliah, sangat emosional sekali, maklum baru semester satu, baru pula beranjak dewasa, jadi masih labil.

Waktu itu kami tidak melanjutkan kepernikahan karena beda agama. Dan masalah ini juga tidak perlu kuceritakan padamu, tapi intinya tentang aqidah.

Sebenarnya setelah bercerai dengan mantan istri, perasaanku terkunci hampir 3 tahun. Enggan mengenal perempuan, karena aku fokus pada mendidik anak.

Gairah syahwat masih ada seperti laki-laki pada umumnya. Tapi kutahan demi kebersihan jiwa.

Mulai tahun 2020, kami sudah pisah ranjang, memang perkataan talak belum terucap, tapi dengan perlahan kuberi signal, bahwa aku tidak bisa kembali seperti dulu, aku dingin, dan dia mengerti.

Penyebabnya biar kami simpan dalam-dalam, dengan berjalannya waktu, asap itu sedikit demi sedikit hilang ditiup angin.

Kenapa aku bertahan terus dikota ini, walaupun secara ekonomi gak jelas. Pertimbangannya, karena anaku cenderung dekat padaku, jadi kutemani dia, sembari melihat perkembangan mentalnya memasuki masa-masa puber.

Praktis selama hampir 15 tahun, anaku tidak pernah berpisah denganku.

Saat itu banyak kolega di Jakarta memanggilku untuk bergabung dan bekerja lagi.

Bekerja formal dikantoran, karena aku dulu sempat menjadi Kepala Personalia (HRD) disalah satu pabrik di Tanggerang.

Nah kembali kepada perasaan sekarang...
Kamu sudah lama kukenal, bahkan waktu masih gadis perawan, tingkah lakumu lamat-lamat masih kuingat.

Saat itu kita berteman seperti biasa, berkumpul dengan teman lainnya, bercanda...dan bercanda.

Tapi sekarang kita berdua sudah sangat dewasa, sama-sama sudah merasakan terpaan angin dalam bahtera rumah tangga, dan akhirnya perkawinan pun sama putus ditengah jalan.

Gadis yg dulu kukenal seperti teman-teman SMA pada umumnya, sekarang dipertemukan dalam kondisi yang sama...

Beberapa bulan yang lalu, kamu melakukan sapaan dan layanan yang sudah lama hilang di kehidupanku.

Perhatian saat makan bersama diatas meja, mengambilkan sayur, menyiapkan minum, menemani makan sambil bercerita dengan tawa.

Sepertinya sepele, tapi peristiwa itu selalu terbayang-bayang, selagi aku sendiri dirumah. Karena perhatian seperti itu sudah lama menghilang dikehidupanku.

Sekarang kamu sudah menjadi seorang ibu dari anak-anakmu, akupun seorang ayah dari anaku, yang insya Allah bijaksana, untuk saling mengasihi dan saling menjaga, sampai ajal yang memisahkan kita.

Aku, yang tertarik padamu...
***

Begitulah kurang lebih cerita sahabat ini pada saya.

Tidak lama berselang, sahabat ini bercerita lagi, bahwa hubungan dia ada sedikit ganjalan cemburu yang membayangi.

Karena si dia keluar untuk makan malam dengan laki-laki lain yang masih beristri. Walau sebelumnya dia minta ijin pada sahabat ini, begitu katanya.

Aku membatin, pendekatan macam apa ini?!

Lalu sahabat ini menegurnya dengan halus seperti ini...

Dear 'M'.....

Lama aku termenung, atau mungkin tepatnya me-reka-reka pikiran ini.
Karena, bagiku begitu besar arti dan tanggung jawab dari kata 'Menikahi' seseorang yang sudah terucap dimulutku, dan kau setuju dan juga berjanji setia.
Bagiku, kata yang sudah terucap tersebut, konsekwensinya kamu (maksudnya bersifat sedikit posesif) "sudah menjadi istriku."

Memang dalam hukum agama belum dikatakan syah untuk disebut pasangan suami istri, karena itu baru terucap "akan menikahi", tapi ucapan ini menunjukan besarnya cinta dan tanggung jawab dari uraian kata 'menikah' tersebut.

Maksudnya begini, bisakah kita memperbaiki diri dengan melepas sedikit demi sedikit kebiasaan-kebisaan yang bisa menjadi penghalang untuk membina rumah tangga kelak?

Dalam agama ada istilah 'Nusyuz'.

Nusyuz adalah 'pembangkangan' terhadap suami, atas kehendak sesuatu yang bersifat baik dalam membina rumah tangga.

Sedangkan dari suami, nusyuz dapat diartikan, 'hilangnya' kecemburuan terhadap istrinya.

Artinya si suami 'membiarkan' sang istri berdandan dengan cantik untuk bertemu dengan seseorang (diluar sana) yang bukan mahramnya.

Kedua perilaku tersebut, baik itu suami maupun istri yang melakukan, haram hukumnya dalam syariat Islam.

Yang bisa mengakibatkan terseretnya mereka kedalam api neraka, apabila belum sempat bertobat dan memperbaiki diri.

Kita belum sampai tahap ini...

Karena itu, aku hanya mengingatkan pada diriku dan dear 'M'....., agar jangan terjerumus sampai ke level ini.

Hidup dimasa fitnah, yang bertebaran di segala aspek pergaulan sosial memang sangat berat, karena kita sudah memasuki fase akhir jaman, yang tanda-tandanya sudah semakin jelas.

Aku pernah menulis kemarin, dialinea terakhir.
"Dan yang pasti sekarang dia bukan gadis lagi.
Sekarang dia sudah menjadi seorang ibu dari anak-anaknya, yang insya Allah bijaksana...untuk saling mengasihi dan saling menjaga, sampai ajal yang memisahkannya."
Semoga...

Bisakah dear 'M'.....memahami ini.

Aku, yang tertarik padamu.
***

Setelah beberapa bulan tidak ada kabar beritanya lagi. Sayapun tidak mau kepo tentang urusan mereka, kecuali dimintai pendapat.

Seperti biasa kabar ajakan di WA grup, minggu kemarin kami sepakat untuk menyalurkan hobi mancing bersama sahabat yang lain ditempat biasanya.

Kalau bertemu pasti ada canda dan tawa, untuk menutupi kegetiran hidup yang selalu datang mencoba. Kadang diselingi obrolan serius, tentang rumah tangga, ekonomi, politik dan seni budaya.

Setelah masing-masing sahabat sudah mendapatkan 'hot spot' untuk mencoba 'strike' kalau lagi beruntung, asiklah mereka mengawasi senar pancing sambil udutan.

Perlahan sahabatku ini mendekat, dia mengatakan padaku, bahwa perempuan yang berjanji setia dan siap untuk dinikahinya, keluar makan malam bersama dengan laki-laki beristri tanpa sepengetahuannya.

Artinya kejadian ini sudah dua kali yang diketahuinya, pertama sebelumnya minta ijin, yang kedua sembunyi-sembunyi.

Maksudnya, sahabat ini minta nasehat saya.

Saya tidak pandai memberi petuah, apalagi berbicara dengan seratus dalil sampai mulut berbusa.

Tapi saya hanya bisa menasehati dengan kiasan, "Ganti mata pancingmu, pasang umpan baru, cari area hot spot yang kemungkinan besar bisa strike, tapi jangan memancing di air keruh."

Semoga sahabatku ini memahaminya.

Penulis, Mohammad Topani S

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun