Ibu yang membesarkanku, Ibu yang sabar, Ibu yang selalu memaafkan kesalahan anaknya...
***
Benyamin dan Tigor dalam beberapa hari ini bolak-balik kerumahku.
Mereka berdua ingin memastikan respon dari kedua orang tuaku.
Sedangkan Karmila sudah tahu lewat surat yang kutulis, tentang keinginanku untuk menikahinya.
Karmila tidak membalas suratku, seluruh keluarganya hanya menunggu kedatangan kedua orang tuaku, untuk bicara dan memastikan hal tersebut.
Saat itu ada perjanjian antara kedua orang tuaku, dan pihak keluarga Karmila.
Setelah menikah, aku dan Karmila harus menunggu dulu kelahiran anak yang dikandungnya.
Dan juga harus melewati masa 'Iddah', selama 4 bulan 10 hari. Sebab inilah, aku belum boleh serumah dengan Karmila.
***
Saat didepan Penghulu, Karmila menangis...menangis karena ternyata masih ada orang yang mau memaafkannya, yang berani pasang badan untuk melindunginya.
Teman sekolahnya, seorang remaja yang berfikir dewasa, Bramantiyo namanya...
Tangannya kupegang erat, dia telah syah menjadi istriku, ia pun begitu, ia menatapku dengan pandangan yang sangat dalam.