Dengan air mataku yang masih menetes, aku merasakan ada kehangatan dalam persahabatan ini, ada getaran semangat dukungan yang disalurkan mereka berdua.
Walaupun tanpa kata-kata...
***
Ibu menangis mendengar aku ingin menikahi Karmila, Ibu ku pantas menangis.
Karena aku bicara sejujurnya atas kejadian yang menimpa teman sekolahku ini.
Ada rasa penolakan dari beliau, tapi disatu sisi, Ibu juga seorang wanita, yang dapat merasakan beratnya masalah yang ditanggung Karmila dan keluarganya.
Dan yang terpenting beliau tahu, aku sangat mencintai Karmila.
Akupun tidak peduli dengan masa lalu Karmila, karena hampir semua manusia mempunyai catatan kelam, dan aku yakin, semua akan hilang dibunuh oleh waktu, semoga...
Sedangkan Ayah tidak banyak kata-kata, aku sangat bangga dengan kedua orang tuaku ini.
Ayah sudah jauh berjalan melompati waktu, beliau sudah banyak melihat bahkan menghadapi masalah-masalah besar, dalam rentang waktu kehidupannya.
Beliau hanya menasehatiku, "Seorang laki-laki, kalau sudah mengambil keputusan jangan ragu-ragu, kalau itu maumu dan kamu merasa nyaman dan menurutmu benar, Ayah mendukung keputusanmu."
Setelah mendengar kata-kata Ayah, aku menangis, aku mencium tangan beliau, aku pun memeluk Ibu.