Setelah itu aku buru-buru berjalan keluar Bandara, dan tidak mau menoleh kebelakang, aku segera mencari taksi.
Aku tidak ingin berlama-lama melihat Karmila dalam keadaan seperti itu.
Dalam perjalanan kerumah, aku berpikir keras, kenapa aku selalu terlibat urusan pribadi mereka...
"Seperti drama pertunjukan yang dimainkan Firman dan Karmila diatas panggung, dan aku merasa seolah-olah akan tampil di fragmen berikutnya"..
Padahal aku sudah berusaha tidak mau ambil pusing dengan urusan mereka.
Apakah Firman sengaja menyeretku masuk kedalam lingkaran masalahnya?
Kenapa hanya aku yang diajak ke Bandara?
Kenapa Tigor dan Benyamin tidak diajak oleh Firman?
Masih banyak pertanyaan dibenaku yang sulit dijelaskan.
Firman sahabatku yang cukup akrab, seorang atlit Gulat.
Aku pernah merasakan bantingan dan kunciannya diatas matras.
Tipe laki-laki yang dapat dibanggakan tentunya.
Semoga aku tidak salah menilai...
***
Sebulan kemudian, dimalam hari, Benyamin main kerumahku, aku senang kedatangan sahabatku ini.
Karena selama sebulan suntuk, aku dirumah tidak ada kegiatan yang berarti, kecuali hanya menunggu hasil test Perguruan Tinggi.
Dia-pun pasti sama seperti aku, dan menunggu adalah hal yang paling membosankan.
Sebelum pembicaraan panjang lebar, aku langsung ngajak makan, diwarung nasi goreng diujung jalan dekat rumahku, biar bisa ngobrol bebas seperti dulu.
"Sore tadi Mila datang kerumahku", Ben's bicara, sambil menyuap nasi gorengnya.
Aku tergetar dan diam sejenak, "Oh ya, tumben dia main kerumahmu, gimana keadaan Mila sekarang Ben's?"
"Baik sih, cuma agak kurusan sedikit, Mila nitip surat buat kamu Bram, katanya segera mohon dibalas."
Mendengar jawaban Ben's, aku terkejut! Perasaanku semakin tidak karuan, "Surat?...oh ya, gimana cara menyampaikan balasannya, apakah aku..."
Belum sempat kulanjutakan, Ben's sudah memotong, "Aku nanti yang menyampaikan surat balasan dari kamu Bram, aku kan satu komplek dengan Mila, besok malam aku kerumahmu lagi."
"Baik Ben's, terimakasih atas kebaikanmu, aku usahakan untuk menjawab surat dari Mila."
Benyamin mengeluarkan amplop surat dalam jaketnya, amplop bergambar bunga melati yang tertulis "Untuk Bram"..."Dari Karmila."Â
Kuterima amplop itu, tanganku sedikit gemetar dan berkeringat dingin...
Ben's hanya diam, aku pun saat itu terdiam, akhirnya sahabatku ini pamit pulang setelah menghabiskan nasi gorengnya.
***
Menerima dan Membalas Surat.
Bram di Kediaman...
Berat rasanya menulis surat ini, aku kehilangan kata-kata yang pas untuk memulainya.
Maaf Bram...sebenarnya, aku nggak mau melibatkanmu, tapi entah kenapa, perasaan ini selalu mendorong dan memaksaku untuk menyampaikan hal ini padamu.
Bram...sudah sebulan berlalu, Firman nggak ada kabar beritanya, dia janji setiba dirumahnya, segera beri kabar padaku.
Pernah juga aku kirim surat untuknya dengan pos 'Kilat Kusus', tapi nggak ada balasan...kenapa ya Bram?
Apa Firman sudah memberi kabar ke kamu Bram?
Aku menanyakan ini, karena satu-satunya teman akrabnya disekolah hanya kamu Bram, Firman juga pernah mengatakan ini padaku.
Itu saja Bram, maaf ya aku merepotkanmu.
dari Mila...
***
Mila di Rumah...
Aku sudah membaca Suratmu, aku sebenarnya nggak nyangka kalau Firman belum memberi kabar-berita untukmu.
Sebelumnya aku mengira, kamu dan Firman selalu berkirim berita, dan baik-baik aja.
Mila...saranku sebaiknya kamu bersabar aja, mungkin dia lagi sibuk.
Ketika di Bandara, Firman memang pernah janji akan terus berkomunikasi lewat surat, tapi sampai sekarang aku nggak pernah tahu kabar beritanya.
Mila...aku memahami keadaanmu, aku pun dulu pernah gundah seperti yang kamu alami sekarang...tapi percayalah, semua ada jalan keluarnya.
Bram, Temanmu...
***
Bersambung...
Penulis, Mohammad Topani S
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H