Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (QS. At-Taubah: 114)
7. Menjadi teladan bagi anaknya
Orangtua harus memberikan teladan kepada anak-anaknya. Satu keteladanan lebih berpengaruh bagi anak daripada 1000 kata-kata. Coba perhatikan ayah yang menyuruh anaknya sholat di masjid tapi dia sendiri tidak pergi ke masjid. Apakah anak mau? Seringnya malah membantah. Tapi kalau orangtua sudah rapi, sudah wudhu, siap ke masjid, tanpa disuruh pun anak tertarik untuk ikut ke masjid. Â Begitupun kebaikan-kebaikan lainnya orang tualah yang pertama kali menjadi teladan dan contoh bagi anak-anaknya.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan) (QS. An-Nahl: 120)
8. Segerakan dan  kembalikan segala urusan kepada Allah Ta'alaÂ
Kita sebagai orangtua, kadang khilaf dalam mendidik anak-anak. Kadang kita terlalu menggantungkan diri pada kemampuan dan ilmu kita , kadang kita menggantukan segalanya pada kemampuan manusia yang lemah ini. Segeralah kembali kepada Allah, mohon lah kepada Allah, dan gantungkan segalanya kepada Allah dalam untaian doa-doa terbaik untuk anak kita. Usaha saja tidak cukup dalam mendidik anak, perlu doa dan tawakal (mengembalikan segala urusan kepadaNya).
Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah. (QS. Hud: 75) Â
9. Membiasakan Berdialog dan bermusyawarah dengan anak
Kadang kita suka memaksakan pendapat ke anak? Kadang tersampaikan "Kamu harus masuk sekolah ini ya" atau "Kamu harus pilih ekskul ini ya". Kita perlu membiasakan dialog dengan anak (komunikasi dua arah) tujuannya agar orang tua tahu isi hati anak, agar ia paham dan agar ia bahagia. Sungguh berbeda patuh pada orangtua karena paham dengan patuh karena terpaksa.
Nabi Ibrahim tahu bahwa Nabi Ismail harus patuh pada perintah Allah Swt, tapi beliau tidak memaksanya, melainkan berdialog, bermusyawarah, bicara dari hati-ke hati, komunikasi dua arah.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar" (QS. Ash-Shaffat: 102)