Komposisi susunan menteri kabiner kerja Jokowi jilid II telah rampung disusun. Jokowi memastikan 55 persen menterinya berasal dari professional dan 45 persen lainnya berasal dari partai politik.
Dalam hal ini, Jokowi menggaris bawahi bahwa yang mendapatkan jatah 45 persen itu adalah partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Koalisi ini merupakan gabungan dari 10 partai politik yang berjuang bersama-sama memenangkan Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 lalu.
10 partai itu adalah PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Perindo, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Hanura, Partai Bulan Bintang dan PKPI.
Lantas, bagaimana nasib partai nonkoalisi yang berkeinginan bergabung dalam pemerintahan?
Pertanyaan ini sangat penting untuk dijawab mengingat beberapa waktu terakhir ini ada beberapa partai politik nonkoalisi yang melakukan manuver politik, mungkin supaya bisa diperhatikan Jokowi dan diberi jatah jabatan.
Nampaknya, Jokowi sudah memberikan sinyal terkait dengan jawaban pertanyaan tersebut. Mantan Wali Kota Solo ini mengisyaratkan bahwa "menolak" partai nonkoalisi untuk bergabung ke pemerintahan apabila hanya untuk meminta-minta jabatan. Jika sinyal ini benar, maka berarti kabinet kerja jilid II resmi tanpa koalisi 02 atau partai pendukung Prabowo-Sandi.
Sinyal atau isyarat Jokowi itu dilempar ketika menjamu Pimpinan Redaksi media yang diundang ke istana pada Rabu (14/8/2019). Sebagaimana dikutip dari katadata.co.id, pada saat pertemuan itu, Jokowi menjelaskan bahwa dengan dukungan 10 partai di Koalisi Indonesia Kerja, dia sudah mendapatkan suara sebesar 62 persen.
Jika ditambah lagi dengan suara Gerindra, Demokrat dan PAN, maka pasti jumlahnya tambah besar. Bahkan, jika ditambah PKS sekalian, maka jumlahnya bisa-bisa 100 persen. Bagi Jokowi, dukungan suara 62 persen sudah cukup untuk menjalankan pemerintahan. Hal itu dibandingkan dengan pengalaman Jokowi memimpin Solo dan DKI Jakarta beberapa tahun lalu.
Oleh karena itu, bergabung atau tidaknya Partai Gerindra, Demokrat dan PAN ke dalam koalisi pemerintahan, tentu tidak "ngefek" bagi Jokowi, terutama dalam hal pembentukan kabinet kerja jilid II. Karena, susunan kabinetnya sudah final dan Jokowi seakan tidak perlu dukungan suara lagi.
Akhirnya, tiga partai ini pun harus gigit jari untuk masuk di kabinet kerja jilid II.
Demokrat dan PAN Dukung Jokowi Tanpa Syarat
Setelah dipastikan bahwa Jokowi sudah selesai menyusun kabinet kerja jilid II dan mengisyaratkan tidak ada nonkoalisi, akhirnya kesungguhan untuk bergabung ke pemerintahan yang dilakukan oleh masing-masing partai terjawab.
Partai Demokrat memastikan diri akan tetap mendukung Jokowi meskipun tidak mendapatkan jatah menteri. Sebagaimana dilansir kompas.com, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Assegaf mengatakan, dukungan partai Demokrat kepada pemerintahan Jokowi-Ma'ruf bukan untuk mengincar kursi menteri di Kabinet Kerja Jilid II.
Jadi, di sini Demokrat sudah bulat mendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf meskipun tidak dapat jatah menteri. Mereka ikhlas tanpa embel-embel apapun.
Sikap serupa ditunjukkan oleh PAN. Sebagaimana dilansir dari kompas.com, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan mengatakan mendukung pemerintahan Jokowi tanpa syarat apapun. Dalam hal ini, PAN seakan ikhlas meneri nasibnya ini.
Apalagi, sikap ini bertentangan dengan keinginan sesepuh PAN Amien Rais yang selalu menyarankan kepada PAN untuk tetap menjadi oposisi. Bahkan, Amien Rais sempat menyebut PAN akan hina dina jika bergabung dalam pemerintahan.
Akhirnya, kini PAN juga bergabung dengan pemerintah dan tidak menghiraukan saran Amien Rais. Menurut saya, ini langkah taktis PAN untuk memperbaiki partainya ke depan.
Gerindra Belum Jelas Sikapnya
Salah satu partai yang sampai saat ini belum jelas sikapnya adalah Partai Gerindra. Partai besutan Prabowo Subianto ini belum menentukan sikap apakah akan bergabung dengan pemerintahan atau tetap menjadi oposisi.
Sejauh ini, para politisi Gerindra hanya mengatakan sikap partainya itu akan langsung diumumkan oleh Prabowo, dan hingga kini belum ada pengumuman tersebut. Mereka ini seakan "mau tapi malu".
Padahal, Prabowo sudah beberapa kali melakukan manuver politik, termasuk ketika bertemu Jokowi di MRT, kemudian berlanjut bertemu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan kemudian menghadiri kongres PDIP di Bali.
Jika berbagai manuver politik itu diartikan sebagai salah satu langkah berkoalisi. Nampaknya Gerindra harus gigit jari, karena Jokowi sudah memutuskan kabinetnya nonkoalisi.
Itu artinya, meskipun sudah banyak melakukan manuver politik, nampaknya lobi-lobi politik Prabowo belum berhasil, terbukti Jokowi sudah "menutup diri" dengan partai nonkoalisi, terutama dalam hal pembagian jatah jabatan menteri.
Dalam hal penyusunan kabinet kerja jilid II ini, lagi-lagi Jokowi menunjukkan "taring"nya bahwa di periode keduanya ini, dia tidak mau disetir oleh partai mana pun. Dia pun sungguh menggunakan hak preoregatifnya untuk menunjuk para pembantunya selama 5 tahun ke depan.
Seakan dia mau mengatakan bahwa yang paling didahulukan adalah kesejahteraan rakyat, bukan kesejahteraan para partai politik.
Namun, ini hanyalah serpihan sinyal yang dilemparkan oleh Jokowi. Sedangkan kepastiannya, tentu kita harus menunggu pengumuman langsung dari Presiden Jokowi terkait kabinetnya di periode kedua ini.
Kita tunggu saja sosok-sosok pilihan itu. Salam damai Indonesiaku!
Sumber:
katadata.co.id: Sinyal Jokowi Tak Ingin Tambah Partai Koalisi di Kabinet Baru
kompas.com: Demokrat Tetap Merapat ke Jokowi Meski Tak Masuk Kabinet
kompas.com: Ketum PAN: Kita Dukung Pak Jokowi Tanpa Syarat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H