Setelah melakukan Sholat Idul Fitri dan ziarah ke makam leluhurnya, kini giliran mereka bersilaturrahmi ke tetangga, guru, dan saudara-saudaranya. Nah, di sinilah makna "Toronan" itu berbunyi. Mereka menjalin silaturrahmi supaya ikatan persaudaraannya tidak putus.
Terlebih lagi bagi orang-orang yang merantau ke luar Madura, maka dia seakan memiliki kewajiban untuk melakukan silaturrahmi ke sekelilingnya dan saudara-saudaranya. Jika dia lebih tua, maka dia akan didatangi atau dikunjungi saudara-saudaranya.
Uniknya, ketika berkunjung ke rumah saudara atau tetangganya, ada "keputusan" tidak tertulis bahwa orang yang main itu harus makan di rumah saudara atau tetangganya itu.
Jadi, setiap kali main harus makan, sehingga kalau satu hari itu main ke 10 rumah saudaranya, maka dalam sehari itu pula harus makan 10 kali juga. Enak kan......kenyang lo...hehehe. Nyaris tak ada lapar pada hari raya itu.
Lalu, kenapa Idul Adha? Ya, karena bagi orang Madura Hari Raya Idul Adha itu merupakan hari kemenangan kedua setelah Idul Fitri. Makanya, tradisi di Madura kalau Hari Raya Idul Adha tidak jauh beda dengan Hari Raya Idul Fitri.
Ada sholat Idul Adha, ziarah ke makam, dan bersilaturrahmi ke tetangga, guru dan saudara-saudara. Termasuk ada pula "keputusan" tidak tertulis bahwa harus makan setiap kali main ke rumah saudaranya itu.
Selain itu, saat momen Idul Adha ini biasanya orang Madura memotong atau menyembelih hewan kurban setelah sholat Idul Adha. Biasanya, hewan kurban itu diolah menjadi sate dan sebagian pula dijadikan kaldu.
Kaldu merupakan salah satu khas makanan Madura khususnya Kabupaten Sumenep yang berasal dari kacang ijo dan diolah asin, tidak manis seperti biasanya yang kita temukan di Sidoarjo dan Surabaya.
Nah, kemeriahan dalam merayakan Hari Raya Idul Adha ini nampaknya yang tidak terlihat di Sidoarjo dan Surabaya. Biasanya, warga Sidoarjo dan Surabaya merayakan Hari Raya Idul Adha dengan "nyate" hewan kurban setelah sholat Idul Adha. Nampaknya, tidak banyak terlihat tradisi silaturrahmi ke saudara-saudaranya hingga makan setiap kali main.
Mungkin, karena ini pula banyak warga Sidoarjo dan Surabaya yang menilai bahwa pada saat Hari Raya Idul Adha, orang-orang Madura selalu ramai berbondong-bondong pulang kampung. Bahkan, ada yang bilang kalau lebih ramai dibandingkan dengan Hari Raya Idul Fitri.
Memang tidak salah sih, cuma kurang tepat. Bagi penulis, dua hari raya ini tidak jauh berbeda, karena perayaannya sama-sama meriah. Mungkin, kalau Idul Fitri lebih terasa ramainya karena hari raya itu menunjukkan berhentinya puasa.