Bahkan, hingga saat ini sudah ada 15 ribu tanaman Lidah Mertua yang ditanam sejak 5 tahun lalu. Jenisnya pun beragam, ada yang Lidah Mertua varigata, memiliki ciri khas berwarna kuning dan hijau. Lalu ada pula lidah mertua jenis kodok yang memiliki daun lebih pendek.
Itu artinya, pada saat Jakarta heboh soal Lidah Mertua, Kota Surabaya sudah menerapkannya sejak 5 tahun lalu. Meskipun ada yang bilang bahwa Lidah Mertua bukan yang paling ampuh, tapi nyatanya Surabaya masih menggunakan cara itu dan ternyata Kota Surabaya kini bisa mengendalikan polusi.
Namun begitu, saya perlu pastikan bahwa penanaman Lidah Mertua ini hanya salah satu cara di Kota Surabaya untuk mengendalikan polusi. Saya yakin masih banyak cara yang digunakan oleh Surabaya untuk mengendalikan polusi. Â
Belajar Bijak Menyikapi Lidah Mertua Jakarta
Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak kepada semuanya untuk belajar bijak menyikapi Lidah Mertua yang sedang direncanakan oleh Anies.
Menurut hemat saya, kita perlu apresiasi Gubernur Anies beserta jajarannya yang telah memiliki inisiatif untuk memerangi polusi udara Jakarta. Dari pada tidak sama sekali, yang penting kita sudah ikhtiar untuk menguranginya.
Persoalan apakah ini langkah tepat atau tidak menanam Lidah Mertua? Menurut saya sudah tepat, hanya saja perlu tambahan terobosan-terobosan lagi supaya terus berkurang polusinya. Sebab, tidak cukup jika hanya mengandalkan Lidah Mertua saja.
Di Surabaya pun demikian, meskipun sudah ada ribuan Lidah Mertua, namun terobosan lainnya terus digenjot, seperti pembangunan taman-taman dan berbagai inovasi lainnya, sehingga dengan cara-cara itu, Surabaya relative bisa mengendalikan polusi udaranya.
Pertanyaannya kemudian, perlukah Pak Anies belajar ke Bu Risma dalam mengendalikan polusi udara? Ah entahlah...mari kita minum kopi dulu sambil menikmati pagi yang cerah ini. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H