Mohon tunggu...
Mohammad Syarrafah
Mohammad Syarrafah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pernah belajar di TEMPO memungut serpihan informasi di jalanan. Bisa dihubungi di email: syarraf@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Usai Bertemu Jokowi, Prabowo Diserang!

15 Juli 2019   10:41 Diperbarui: 15 Juli 2019   11:07 1959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ulama dan tokoh di Ijtima ulama 2/Youtube Al-Muwatta

Pertemuan Presiden Jokowi dengan Prabowo Subianto pada Sabtu (13/7/2019), akhirnya menuai pro dan kontra. Sebagian besar masyarakat dan rakyat Indonesia menyambut gembira pertemuan dua tokoh tersebut.

Namun, sebagian yang lain masih belum terima dengan pertemuan yang sangat bersejarah itu. Bahkan, Minggu (14/7/2019) kemarin, Prabowo mendapatkan serangan yang kurang mengenakkan dari Persaudaraan Alumni (PA) 212. Mereka menilai Prabowo kurang beradab.

Kritik pedas itu disampaikan oleh Kadiv Hukum PA 212 Damai Hari Lubis.  Ia menilai sebenarnya Prabowo sudah menampakkan kurang beradabnya sejak Ijtimak ulama pertama dan disusul pula dengan ijtimak ulama kedua.

Pada ijtimak ulama kedua itu sebenarnya untuk mengajarkan kepada Prabowo bagaimana cara beradab terhadap ulama. Namun saat itu dia tidak konsultasi terlebih dahulu. Ditambah lagi saat bertemu dengan Jokowi pun, Prabowo dinilai tanpa konsultasi atau tabayun dengan PA 212.

Akhirnya, mereka menegaskan tidak lagi bersama Prabowo dan akan kembali dalam satu komando imam besar FPI Rizieq Shihab.

"Maka jelas kami 212 sesuai faktar sejarah, tidak atau bukan tunduk kepada PS melainkan kepada para ulama di bawah imam besar kami, HRS yang ada di Kota Suci Mekah," tutur Damai. (detik.com).

Fakta Ijtimak Ulama

Tentunya kita bertanya-tanya, kenapa sih PA 212 kok sampai bilang Prabowo kurang beradab?

Jadi begini, pada Ijtimak ulama I yang digelar pada Minggu (29/7/2018), memutuskan nama capres-cawapres pilihan ulama. Saat itu, muncullah nama Prabowo Subianto sebagai capres dan untuk cawapresnya, ada nama Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri dan Ustaz Abdul Somad.

Namun faktanya, rekomendasi ini ternyata tak dilaksanakan oleh Prabowo. Pada Kamis (9/8/2018), Prabowo justru mengumumkan Sandiaga Uno sebagai cawapresnya, bukan pilihan atau rekomendasi dari PA 212, tentunya mereka sakit hati karena usulannya tidak dihiraukan.

Sebulan kemudian, ijtimak ulama II digelar. Meski sedikit sakit hati, akhirnya PA 212 dan golongannya ini mengakui Prabowo dan Sandiaga Uno sebagai capres-cawapres hasil ijtimak ulama.

Untuk menebus sakit hatinya itu, PA 212 dan golongannya ini meminta Prabowo-Sandi untuk menandatangani 17 poin hasil ijtimak ulama II. Salah satu poinnya adalah menyebut janji memulihkan hak-hak Rizieq sebagai warga negara.

Saat itu, Prabowo pun meneken 17 poin itu dan berjanji akan melaksanakannya. Hasil ijtimak ulama II ini yang disebut oleh Kadiv Hukum PA 212 Damai Hari Lubis sebagai pembelajaran untuk beradab kepada ulama.

Mungkin, janji inilah yang membuat Prabowo seakan tersandera oleh Rizieq, sehingga sempat ramai kubu Prabowo mengajukan syarat pemulangan Rizieq untuk rekonsiliasi. Banyak yang menilai bahwa Prabowo memiliki tanggungjawab moral untul memulangkan Rizieq.

Namun, dengan berjalannya waktu dan di tengah ramainya pemulangan Rizieq sebagai syarat rekonsiliasi, akhirnya ada angin segar yang tiba-tiba membuat Indonesia bernafas lega. Dua tokoh yang sempat bersitegang di Pilpres 2019, akhirnya bertemu dan berpelukan. Seharusnya, permusuhan itu pun hilang seiring dengan berakhirnya pertemuan di MRT itu.

Nah, pertemuan inilah yang kemudian memantik kritik dan serangan dari PA 212, karena mereka merasa tidak diajak konsultasi terlebih dahulu sebelum Prabowo dan Jokowi hendak bertemu. Lagi-lagi, mereka seakan sakit hati kepada Prabowo, hingga akhirnya disebut kurang beradab.

Pertanyaannya kemudian, kenapa baru sekarang muncul ketidakberadaban itu? Dari kemarinnya kemana aja?

Akhirnya, terasa lucu menjawab pertanyaan ini. Sebab, selama ini mereka adalah pendukung fanatik Prabowo yang "diperintah" oleh Rizieq. Namun, ketika pilpres usai dan Prabowo bertemu dengan Jokowi, akhirnya mereka memuntahkan rasa sakit hatinya yang selama ini mungkin dipendam.

Padahal saya yakin, apapun yang dilakukan oleh Prabowo dan Gerindra itu merupakan perilaku yang patut dicontoh untuk masa depan perpolitikan di Indonesia. Darinya, kita bisa belajar tentang kedewasaan dalam berpolitik dan negarawan sejati yang mematahkan egoisme demi kepentingan NKRI semata.

Serpihan Surat "Cinta" untuk PA 212 dan Barisannya

Ini negara Indonesia Bung! Berasaskan Pancasila

Bolehlah kita berbeda-beda, tapi kita disatukan oleh Pancasila

Saat Prabowo ingin menjaga kondusifitas negara

Kau malah berusaha cari gara-gara


Tolong dong, berhenti membuat ricuh Indonesia

Atau kau silahkan pergi ke luar angkasa

Hidup di Pluto bersama dusta-dusta!

Ah, ya sudahlah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun