Untuk menebus sakit hatinya itu, PA 212 dan golongannya ini meminta Prabowo-Sandi untuk menandatangani 17 poin hasil ijtimak ulama II. Salah satu poinnya adalah menyebut janji memulihkan hak-hak Rizieq sebagai warga negara.
Saat itu, Prabowo pun meneken 17 poin itu dan berjanji akan melaksanakannya. Hasil ijtimak ulama II ini yang disebut oleh Kadiv Hukum PA 212 Damai Hari Lubis sebagai pembelajaran untuk beradab kepada ulama.
Mungkin, janji inilah yang membuat Prabowo seakan tersandera oleh Rizieq, sehingga sempat ramai kubu Prabowo mengajukan syarat pemulangan Rizieq untuk rekonsiliasi. Banyak yang menilai bahwa Prabowo memiliki tanggungjawab moral untul memulangkan Rizieq.
Namun, dengan berjalannya waktu dan di tengah ramainya pemulangan Rizieq sebagai syarat rekonsiliasi, akhirnya ada angin segar yang tiba-tiba membuat Indonesia bernafas lega. Dua tokoh yang sempat bersitegang di Pilpres 2019, akhirnya bertemu dan berpelukan. Seharusnya, permusuhan itu pun hilang seiring dengan berakhirnya pertemuan di MRT itu.
Nah, pertemuan inilah yang kemudian memantik kritik dan serangan dari PA 212, karena mereka merasa tidak diajak konsultasi terlebih dahulu sebelum Prabowo dan Jokowi hendak bertemu. Lagi-lagi, mereka seakan sakit hati kepada Prabowo, hingga akhirnya disebut kurang beradab.
Pertanyaannya kemudian, kenapa baru sekarang muncul ketidakberadaban itu? Dari kemarinnya kemana aja?
Akhirnya, terasa lucu menjawab pertanyaan ini. Sebab, selama ini mereka adalah pendukung fanatik Prabowo yang "diperintah" oleh Rizieq. Namun, ketika pilpres usai dan Prabowo bertemu dengan Jokowi, akhirnya mereka memuntahkan rasa sakit hatinya yang selama ini mungkin dipendam.
Padahal saya yakin, apapun yang dilakukan oleh Prabowo dan Gerindra itu merupakan perilaku yang patut dicontoh untuk masa depan perpolitikan di Indonesia. Darinya, kita bisa belajar tentang kedewasaan dalam berpolitik dan negarawan sejati yang mematahkan egoisme demi kepentingan NKRI semata.
Serpihan Surat "Cinta" untuk PA 212 dan Barisannya
Ini negara Indonesia Bung! Berasaskan Pancasila
Bolehlah kita berbeda-beda, tapi kita disatukan oleh Pancasila