Mohon tunggu...
Mohammad Salehoddin
Mohammad Salehoddin Mohon Tunggu... Guru - Pengawas Madrasah

seseorang yang suka membaca berbagai konten namun konten pendidikan dan politik lebih disukai. Disamping itu sesekali juga suka menulis. bebrapa ada di majalah mimbar jawa timur yang diterbitkan oleh Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur. sebagian yang lain pernah dimuat di radar madura

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Keberlanjutan BTL AKMI dan Revitalisasi Peran Pengawas Madrasah

10 Januari 2025   10:01 Diperbarui: 10 Januari 2025   10:01 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Keberlanjutan BTL AKMI dan Revitalisasi Peran Pengawas Madrasah[1]

 

(Artikel ini dimuat di MPA JATIM No. 81/456/2024)

 

Secara persepsional di beberapa daerah, mutu madrasah masih dipandang lebih rendah dibandingkan dengan mutu sekolah. Untuk mengejar ketertinggalan ini, maka Kementerian Agama Republik Indonesia pada tahun 2020 meluncurkan suatu proyek yang disebut Realizing Education's Promise -- Madrasah Education Quality Reform yang disebut REP -- MEQR. Pendanaan program ini dibiayai oleh Bank Dunia dalam bentuk bantuan pinjaman selama 5 tahun mulai tahun 2020 s.d 2024.

Proyek madrasah reform ini menyasar 4 komponen yaitu komponen 1 yaitu pelaksanaan sistem e-RKAM secara nasional dan pemberian dana bantuan berupa BKBA, komponen 2 yaitu penerapan sistem penilai hasil belajar di tingkat madrasah yang lazim dikenal dengan AKMI, komponen 3 yaitu kebijakan dan pengembangan keprofesian berkelanjutan untuk guru, kepala madrasah dan tenaga kependidikan madrasah, komponen 4 yaitu penguatan sistem pendataan termasuk penguatan tata kelola pendidikan mulai dari tingkat pusaat sampai dengan tingkat kabupaten/kota[2].

Asesmen Kompetensi Madrasah Indonesia atau yang sering disebut dengan AKMI merupakan asesmen yang diterapkan pada peserta didik di madrasah pada kelas tertentu untuk jenjang MI, MTs dan MA sebagai metode penilaian yang komprehensif untuk mendiagnosis kelebihan dan kelemahan peserta didik pada literasi membaca, literasi numerasi, literasi sains dan literasi sosial budaya. Singkatnya AKMI merupakan bentuk evaluasi yang diselenggarakan Kementerian Agama untuk mengukur kompetensi peserta didik madrasah kelas V, VIII dan XI pada keempat literasi tersebut.

AKMI tidak mengukur pemahaman peserta didik terhadap konten mata pelajaran tertentu. AKMI hanya mengukur kompetensi peserta didik terkait empat literasi. Oleh karena itu peserta AKMI tidak perlu didrill dan dijejali dengan bimbingan belajar sebagaimana menghadapi AM. Penentuan peserta AKMI bukan pada kelas akhir sebenarnya disamping hasil AKMI tidak bermaksud menentukan naik dan tidak naik kelas atau lulus dan tidak lulus peserta didik, juga memberikan kesempatan kepada pengelola madrasah untuk menindaklanjuti hasil AKMI di kelas dan satuan pendidikan yang sama. Hasil AKMI dapat dijadikan pijakan bagi kepala madrasah dan guru untuk memberikan tindak lanjut berupa kesadaran perlunya menfasilitasi guru untuk melakukan refleksi dan perbaikan pembelajaran serta perbaikan mutu pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kekuatan dan kelemahan setiap peserta didik.

Sebagian kalangan menganggap pelaksanaan AKMI yang dilaksanakan Kemenag dan AKM (Asesmen Kompetensi Minimal) yang dilaksanakan Kemendikbudristek sama sehingga disimpulkan kedua kegiatan tersebut overlapping dan terjadi pemborosan anggaran. Kedua kegiatan tersebut pada sisi filosofi memang memiliki tujuan yang sama yakni ingin mendiagnostik kondisi kompetensi peserta didik yang ada pada satuan pendidikan. Namun ada sisi perbedaan antara keduanya, AKM/ANBK berupaya memotret (baca: mendiagnostik) kondisi peserta didik berbasis kelembagaan sehingga sifatnya berupa potret makro. Hal ini dikarenakan teknik pengambilan datanya bersifat sampling (perwakilan). Artinya tidak semua peserta didik di kelas tertentu menjadi peserta AKM/ANBK. Berbeda dengan AKMI yang teknik pengambilan datanya berupa sensus. Artinya semua peserta didik pada kelas tertentu menjadi peserta AKMI. Dengan demikian potret yang dihasilkan AKMI sifatnya mikro dan lebih detail. Data ini memberikan gambaran detail tentang kompetensi peserta AKMI by name pada keempat literasi yang diukur.   

Dengan memanfaatkan hasil AKMI, guru dapat menindaklanjutinya dengan memperbaiki mutu pembelajaran. Guru dapat melakukan intervensi perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kekuatan dan kelemahan setiap peserta didik. Hal bisa dilakukan oleh guru, karena data hasil AKMI bersifat sensus (by name). Dengan kata lain, guru dapat melaksanakan konsep teaching at the right level (melaksanakan pembelajaran sesuai level peserta didik). Sementara intervensi pembelajaran terhadap setiap peserta didik tidak bisa dilakukan, kalau hanya berpijak pada hasil AKM/ANBK yang datanya bersifat perwakilan. Jadi antara AKMI dan AKM/ANBK tidak terjadi tumpang tindih kebijakan, justru hasil AKMI menjadi pelengkap dan penyempurna untuk perbaikan pembelajaran yang bermutu.

Kementerian Agama menginginkan agar hasil AKMI tidak menjadi dokumen yang tidak bermakna. Jangan sampai kegiatan yang menghabiskan dana tidak sedikit ini hanya melahirkan "dokumen mati". Hasil AKMI harus dipastikan ditindaklanjuti oleh pihak madrasah dengan tepat dan sungguh-sungguh. Oleh karena itu kegiatan AKMI yang diselenggarakan Kemenag bukan hanya sekedar pelaksanaan asesmen, melainkan mencakup kegiatan BTL (Bimbingan Tindak Lanjut) Hasil AKMI. Kegiatan ini merupakan bagian dari AKMI. Sebagian guru madrasah pelaksana AKMI diundang sebagai perwakilan untuk mengikuti kegiatan BTL AKMI baik secara luring (tingkat provinsi) maupun secara daring. Dalam kegiatan tersebut guru diberikan pemahaman untuk memaknai hasil AKMI serta dilatih melaksanakan intervensi pembelajaran yang tepat dan sesuai kondisi peserta didik berbasis literasi membaca, numerasi, sains dan sosial budaya. Guru madrasah yang yang sudah mengikuti kegiatan pelatihan pada program AKMI diharapkan mengimbaskan dan mendiseminasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya pada sejawatnya di madrasah. Kepala madrasah dengan kebijakannya dapat memfasilitasi guru madrasah dimaksud sehingga diseminasi ini dapat disosialisasikan dengan baik dan lancar.

Di samping ada pembekalan terhadap guru madrasah pelaksana AKMI untuk perbaikan mutu pembelajaran, ada rekrutmen instruktur visitasi dengan seleksi yang ketat dari unsur pengawas madrasah, kepala madrasah dan guru madrasah dari seluruh pelosok Nusantara. Instruktur visitasi memiliki tugas berkunjung ke madrasah sasaran untuk melakukan pemantauan dan pendampingan pelaksanaan tindak lanjut hasil AKMI. Semua rangkaian kegiatan AKMI itu dirancang dan dilaksanakan untuk memastikan hasil AKMI itu ditindaklanjuti. Fakta ini meruntuhkan persepsi yang menyatakan bahwa AKMI yang diselenggarakan Kemenag sebatas "mengekor" AKM/ANBK yang diselenggarakan Kemendikbudristek. AKMI sebagai program memiliki arah dan konsep yang jelas yang berbeda dengan ANBK. Jadi kegiatan AKMI bukan kebijakan copy paste dari ANBK.

Sebagaimana dipaparkan di awal tulisan, kegiatan AKMI yang merupakan bagian dari MEQR ini dibiayai oleh World Bank yang merupakan pinjaman dan berakhir pada tahun 2024. Seiring dengan berakhirnya proyek ini, mungkinkah perbaikan mutu pembelajaran yang mengacu pada hasil AKMI ini berkelanjutan? Bagaimana pemantauan dan pendampingan pelaksanaan tindak lanjut hasil AKMI tetap berkelanjutan tanpa rekrutmen instruktur visitasi?

Kemenag sebagai institusi yang melahirkan AKMI berkepentingan dan memiliki kewajiban moral agar hasil AKMI ditindaklanjuti di tingkat madrasah sekalipun kontrak proyek sudah habis. Kementerian Agama RI dengan bekal koleksi bank soal AKMI yang dimilikinya diharapkan melanjutkan pelaksanaan asesmen ini sebagai agenda nasional sebagaimana Kemendikbudristek dengan ANBKnya. Dengan pelaksanaan AKMI ini, Kementerian Agama mulai dari tingkat pusat sampai tingkat madrasah memiliki data periksa yang handal untuk menentukan kebijakan mutu madrasah utamanya perbaikan mutu pembelajaran.  Selanjutnya hasil AKMI disampaikan kepada Kanwil Kemenag Provinsi, Kantor Kemenag Kabupaten dan setiap madrasah untuk dianalisis dan ditindaklanjuti.

Pengawas madrasah di setiap kabupaten/kota melakukan pemantauan dan pendampingan terhadap kepala madrasah dan guru madrasah terkait tindaklanjut hasil AKMI. Dalam hal ini, pengawas madrasah yang salah satu tugasnya melakukan supervisi akademik dapat merevitalisasi tugas ini. Pelaksanaan supervisi akademik yang selama ini kurang mendapat perhatian dan kalaupun dilakukan hanya berkutat pada aspek administrasi sudah saatnya difokuskan pada perbaikan mutu pembelajaran yang berbasis literasi.

Untuk memastikan pemantauan dan pendampingan tindaklanjut hasil AKMI berjalan sesuai harapan, pengawas madrasah perlu diberi pembekalan atau refreshment untuk memahami program AKMI dan literasi. Hal ini mutlak dilakukan disamping karena tidak semua pengawas berpengalaman menjadi instruktur visitasi AKMI, juga untuk menyamakan persepsi tentang ke-AKMI-an. Kanwil Kemenag Provinsi dan Kantor Kemenag Kabupaten melakukan monitoring dan evaluasi secara serius, berkala dan konsisten. Barangkali dengan ikhtiar ini sustainability AKMI dapat dilestarikan dan menghasilkan outcome sesuai harapan insan madrasah. Wallahu a'lam bish shawab   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun