Membincang KMA Nomor 347 Tahun 2022[1]
Perubahan kurikulum merupakan hal yang harus dilakukan untuk disesuaikan dengan perkembangan kemajuan zaman. Perkembangan kemajuan zaman yang diakibatkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan perubahan pada segala lini kehidupan. Peserta didik sebagai generasi penerus harus dapat menghadapi tantangan kehidupan yang semakin komplek. Oleh karena itu peserta didik harus diberikan bekal kompetensi sedini mungkin untuk menghadapi dunia yang selalu mengalami perubahan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh pemangku kebijakan pendidikan adalah dengan melakukan perubahan kurikulum.
Sejalan dengan narasi di atas, sebenarnya perubahan kurikulum itu merupakan suatu kebutuhan bukan keinginan. Oleh karena itu dalam melakukan perubahan kurikulum, pemerintah selalu mendasarkan kebijakannya melalui kajian akademik dengan melibatkan beberapa pakar di berbagai disiplin ilmu sehingga menghasilkan kajian dan kebijakan yang komprehensif. Dalam konteks ini, tuduhan sebagian kalangan yang menyatakan ganti menteri, ganti kurikulum, perubahan kurikulum hanya modus untuk penyerapan anggaran merupakan asumsi yang tidak berdasar. Dengan demikian pandangan semacam itu seharusnya tidak perlu menyita perhatian kita sebagai insan yang peduli terhadap kemajuan pendidikan anak bangsa.
Menyadari perlunya perubahan kurikulum sebagaimana pandangan diatas, pada tanggal 5 April 2022, Menteri Agama menerbitkan KMA Nomor 347 tahun 2022 tentang Pedoman Implementasi Kurikulum Merdeka pada madrasah. Dalam KMA tersebut diamanatkan bahwa KMA ini dimaksudkan agar dijadikan pedoman dan acuan dalam penyelenggaraan pembelajaran di madrasah. Dalam hitungan minggu, kita sudah akan memasuki tahun pelajaran baru yang merupakan tahun awal dimulainya implementasi Kurikulum Merdeka (Kurdeka) bagi madrasah piloting yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam. Oleh karena itu, ada kebutuhan dan kepentingan yang mendesak bagi pengelola madrasah untuk memahami dengan baik regulasi baru ini beserta turunannya.
Ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam KMA tersebut utamanya ketika dikorelasikan dengan Kepmendikbudristek Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran. Posisi yuridis Kepmendikbudristek ini penting mengingat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi merupakan leading sektor pendidikan di negara kita. Oleh karena itu logis manakala Kepmendikbudristek dimaksud menjadi salah satu konsiderans atau setidaknya dijadikan referensi oleh KMA ini untuk menjamin adanya keharmonisan, keselarasan dan kesatuan nafas diantara kementerian yang sama-sama menangani pendidikan. Sayangnya Kepmendikbudristek ini tidak dijadikan konsiderans dalam KMA Nomor 347 tahun 2022.
Salah satu hal baru dalam Kurikulum Merdeka (Kurdeka) adalah adanya proyek penguatan profil pelajar Pancasila. Dalam KMA ini dijelaskan bahwa struktur Kurdeka terbagi menjadi dua yaitu pembelajaran intrakurikuler dan pembelajaran berbasis proyek untuk penguatan karakter profil pelajar Pancasila. Alokasi waktu untuk proyek penguatan profil pelajar Pancasila di madrasah ditentukan antara 20 – 30% dari total jam pelajaran satu tahun. Pengelola madrasah barangkali masih rancu dalam memahami ketentuan di atas, apakah berbasis jumlah JP setiap mata pelajaran atau berbasis jumlah JP setiap kelas. Sementara kalau kita membaca Kepmendikbudristek Nomor 56/M/2022, potensi kerancuan pemahaman seperti dikhawatirkan di atas tidak akan terjadi. Agar lebih jelas, struktur kurikulum dari versi keduanya akan divisualisasikan dalam bentuk tabel berikut:
Struktur Kurikulum MTs
(KMA No.347/2022)
Mata Pelajaran
Alokasi Waktu Per Tahun
VII - VIII
IX
Al Quran Hadis
72 (2)
64 (2)
Akidah Akhlak
72 (2)
64 (2)
Fikih
72 (2)
64 (2)
SKI
72 (2)
64 (2)
Bahasa Arab
108 (3)
96 (3)
Pendidikan Pancasila
72 (2)
96 (3)
Bahasa Indonesia
180 (5)
192 (6)
Matematika
144 (4)
160 (5)
IPA
144 (4)
160 (5)
IPS
108 (3)
128 (4)
Bahasa Inggris
108 (3)
128 (4)
PJOK
72 (2)
96 (3)
Informatika
72 (2)
96 (3)
Mata Pelajaran Seni dan Prakarya
72 (2)
96 (3)
Mulok
72 (2)
64 (2)
Total
1440 (40)
1568 (49)
Struktur Kurikulum SMP/MTs Kelas VII – VIII
(Kepmendikbudristek No.56/M/2022)
Mata Pelajaran
Alokasi Waktu Intrakurikuler Per Tahun (Minggu)
Alokasi Waktu P5 Per Tahun
Total JP Per Tahun
PAI dan Budi Pekerti
72 (2)
36
108
Pendidikan Pancasila
72 (2)
36
108
Bahasa Indonesia
180 (5)
36
216
Matematika
144 (4)
36
180
IPA
144 (4)
36
180
IPS
108 (3)
36
144
Bahasa Inggris
108 (3)
36
144
PJOK
72 (2)
36
108
Informatika
72 (2)
36
108
Mata Pelajaran Seni dan Prakarya
72 (2)
36
108
Muatan Lokal
72 (2)
-
72
Total
1116 (31)
1476
Berdasarkan format struktur kurikulum dalam Kepmendikbudristek di atas dapat dinyatakan bahwa sudah ada ketentuan jumlah total JP Per Tahun untuk setiap mata pelajaran yang kemudian terpetakan dalam dua kelompok yaitu AW untuk kegiatan intrakurikuler dan AW untuk pembelajaran proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5). Sementara KMA Nomor 347 dalam pemetaan struktur kurikulum tidak mendeskripsikan adanya pembagian AW untuk kegiatan intrakurikuler dan pembelajaran P5. Oleh karena itu berdasarkan format struktur kurikulum KMA di atas dapat dipahami bahwa jumlah JP Per Tahun setiap mata pelajaran yang tertera dalam KMA ini masih harus dikurangi untuk AW pembelajaran P5 antara 20 – 30%.
Akibat logis dengan pencantuman AW untuk pembelajaran P5 pada struktur kurikulum versi Kepmendikbudristek memberikan pesan kuat bahwa proyek penguatan profil pelajar Pancasila bukan sekedar bumbu pelengkap Kurdeka sebagaimana nasib yang dialami muatan penguatan pendidikan karakter (PPK) pada kurikulum sebelumnya. Pencantuman AW bagi setiap mata pelajaran melebihtegaskan bahwa pembelajaran P5 harus dilaksanakan secara bertanggung jawab oleh setiap guru mata pelajaran karena AW pembelajaran P5 disetarakan satu JP. Dengan demikian misalnya guru mata pelajaran IPA meskipun dalam kegiatan intrakurikuler 144 (4) tapi masih ditambah dengan pembelajaran P5 sebanyak 36 sehingga total 180 (5) JP.
Dalam kurikulum sebelumnya, kita mengenal KI dan KD mata pelajaran yang diperuntukkan bagi setiap kelas. Sementara dalam Kurdeka istilah KI dan KD sudah tidak ada dan diganti dengan istilah Capaian Pembelajaran (CP). Capaian Pembelajaran (CP) mata pelajaran pada Kurdeka disamping tidak dikategorisasi menjadi aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan juga tidak dibagi per-kelas. CP mata pelajaran dibagi menjadi Per-Fase. Setiap fase kadang untuk satu kelas, kadang untuk dua kelas bahkan kadang untuk tiga kelas. Dalam Kepmendikbud Nomor 56/M/2022, capaian pembelajaran (CP) Fase D diperuntukkan untuk kelas VII, VIII dan IX. Dengan kata lain, Fase D untuk jenjang SMP. Fase E untuk kelas X dan Fase F untuk kelas XI dan XII. Sementara dalam KMA No. 347 tahun 2022, CP untuk Fase D untuk kelas VII dan VIII, Fase E untuk kelas IX dan X sedangkan Fase F untuk kelas XI dan XII. Berikut ini tabel komparasi peruntukan CP versi Kepmendikbud dan KMA.
Pemetaan Capaian Pembelajaran
Sebutan Fase
Versi Kepmendikbudristek No. 56
Versi KMA No. 347
Fase Fondasi
Prasekolah/TK
Prasekolah/TK/RA
Fase A
Kelas 1dan 2 SD/MI
Kelas 1dan 2 SD/MI
Fase B
Kelas 3 dan 4 SD/MI
Kelas 3 dan 4 SD/MI
Fase C
Kelas 5 dan 6 SD/MI
Kelas 5 dan 6 SD/MI
Fase D
Kelas 7, 8 dan 9 SMP/MTs
Kelas 7 dan 8 MTs
Fase E
Kelas 10 SMA/SMK/MA
Kelas 9 MTs dan 10 MA
Fase F
Kelas 11 dan 12 SMA/SMK/MA
Kelas 11 dan 12 SMA/SMK/MA
Perbedaan peruntukan CP pada Fase D versi Kepmendikbudristek dan KMA menyisakan beberapa masalah. Lulusan SMP hanya menuntaskan Fase D sedangkan lulusan MTs sudah menapaki separuh Fase E. Konsekuensinya, standar mutu lulusan SMP dan MTs yang selama ini dinilai sederajat menjadi tidak sama. Pada akhirnya satuan pendidikan SMP dan MTs bisa dikatakan tidak sederajat. Hal ini tentu tidak kita inginkan karena akan merusak tatanan yang sudah ada selama ini.
Persoalan lain yang timbul sebagai akibat dari perbedaan di atas, ketika peserta didik lulusan SMP dan MTs melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Satuan pendidikan tempat peserta didik menerima kedua lulusan tersebut dihadapkan pada suatu fakta kesenjangan penguasaan CP awal yang berasal dari SMP dan MTs. Lulusan SMP baru saja menuntaskan Fase D, sementara lulusan MTs sudah menapaki separuh CP Fase E. Perbedaan penguasaan capaian pembelajaran dalam satu fase tentu sangat berbeda penanganannya dalam pembelajaran dengan perbedaan penguasaan capaian pembelajaran antar fase. Perbedaan penguasaan CP antar fase sulit ditangani dengan pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi sekalipun. Salah satu solusi yang mungkin dilakukan sebelum pembelajaran dimulai dengan cara pelaksanaan asesmen yang akurat untuk menentukan level penguasaan peserta didik terhadap capaian pembelajaran pada jenjang pendidikan sebelumnya. Asesmen ini memungkinkan pendidik mengetahui sampai mana tahap perkembangan dan capaian belajar peserta didik. Selanjutnya pendidik dalam pelaksanaan pembelajaran diharuskan menerapkan konsep TaRL (teaching at the right level). Konsep pendekatan pembelajaran yang tidak mengacu pada tingkat kelas, melainkan mengacu pada tingkat kemampuan peserta didik.
Perbedaan peruntukan Fase capaian pembelajaran dalam kedua keputusan menteri yang berbeda tentu menuai beberapa pertanyaan. Apakah tidak ada koordinasi antar kementerian yang sama-sama menangani pendidikan ketika mendalami suatu kajian akademik yang akan dijadikan kebijakan? Apakah Kementerian Agama sebagai salah satu kementerian yang juga menangani pendidikan tidak dilibatkan dalam hal kebijakan pendidikan yang akan akan diberlakukan secara nasional? Apakah Kementerian Agama tidak mengkaji dan atau tidak menjadikan referensi berbagai regulasi yang diterbitkan Kemendikbudristek sebagai leading sektor pendidikan sebelum menerbitkan kebijakan pendidikan di wilayah binaannya? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini wajar muncul di benak publik yang hidup dalam suasana dan iklim yang demokratis.
Persoalan lain yaitu terbitnya Kepdirjen Pendis Nomor 3211 Tahun 2022 tentang Capaian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab Kurikulum Merdeka pada Madrasah. Kepdirjen Pendis tersebut peruntukan Capaian Pembelajarannya tidak merujuk pada KMA Nomor 347 Tahun 2022 tapi justru merujuk pada Kepmendikbudristek Nomo56/M/2022. Ketidak-harmonisan, ketidak-selarasan dan ketidak-satunafasan antara Kepdirjen Pendis di atas dengan regulasi di atasnya yaitu KMA Nomor 347 Tahun 2022 merupakan sesuatu yang harus diatasi sesegera mungkin. Disamping menghindari ambiguitas pengelola madrasah, ketidaksinkronan regulasi secara hierarkis (berjenjang) dalam satu instansi merupakan “kecelakaan” yang sepatutnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa kenyataan di atas, pemangku kebijakan harus secepatnya meninjau kembali atau setidaknya memberikan “tambahan” penjelasan agar terjadi sinkronisasi, keselarasan, keharmonisan diantara beberapa regulasi yang ada. Substansi yang diinginkan sebenarnya agar pihak madrasah terhindar dari ambiguitas (ketidakjelasan) pemahaman terhadap peraturan yang dimaksud sehingga isi peraturan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.
Wallahu a’lam bish shawabi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H