Mohon tunggu...
Mohammad Reynaldo
Mohammad Reynaldo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa yang ingin menjadi aktivis tapi kadang mageran.

Aku menulis, maka aku ada IG: @mohammadrynldoo Email:mreyhope@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Prostitusi: Pemuas Hasrat Belaka, Penyebar Penyakit, atau Ada Fungsi Tersembunyi?

19 Desember 2020   12:00 Diperbarui: 19 Desember 2020   12:46 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pelacur, PSK, gundik dan berbagai macam sebutan yang dilontarkan kepada para penyedia jasa yang menjual tubuhnya kepada para pria hidung belang ini bisa dibilang tak bakal hilang ditelan zaman.  Kita yang hidup di negara Indonesia, negara dengan penduduk dengan beragama islam terbesar di dunia, yang tentu menjunjung tinggi nilai moralitas dan menganggap hal seperti prostitusi dan dunia pelacuran ini merupakan suatu hal yang tabu bahkan haram di mata syariat. 

Ditambah lagi citra pelacur di mata masyarakat  sebagai sampah masyarakat menambah stigma negatif para pekerja seks ini. Kemudian juga pelacur yang sering disangkut pautkan dengan penyebar penyakit kelamin salah satu nya HIV/AIDS, sebuah penyakit menular yang mana sering dikonotasikan karena seks tanpa pengaman, atau seks berganti ganti pasangan.

Tentu saja pelacur lah yang menjadi kambing hitam dari permasalahan tersebut, padahal jika ditinjau bukan murni dari salah mereka, karena mereka hanya penyedia jasa, resiko seharusnya ditanggung oleh pelanggan yang menanggungnya sebagai pengguna yang harus mengerti. Jika ditinjau dari beberapa aspek di atas menggambarkan sangat gamblang mengenai konsep prostitusi yang mana sebagai sarana penyedia pelacur banyak efek negatif nya yang merugikan dan dianggap sebagai pemuas belaka dan suatu hal yang dianggap hal yang tabu. Akan tetapi apakah konsep nya selamanya buruk?

Pelacur merupakan salah satu pekerjaan tertua yang ada di muka bumi, kehadirannya sudah ada sejak dahulu, yang mana setiap perkembangan zaman pekerjaan ini terus masih ada dan tetap eksis. Melihat realita serta sejarah yang ada membuat kita semua bertanya  bagaimana prostitusi ini bisa terbentuk? Mengapa selalu wanita yang dikaitkan sebagai pelacur? Apakah prostitusi ini hanya membawa dampak buruk saja tanpa ada dampak negatif? Mari kita kaji dengan pendekatan filsafat ilmu.

Prostitusi  pada awalnya di masa dahulu merupakan suatu hal yang berbeda denga napa yang terjadi pada realita Sekarang ini, jika dahulu para wanita dengan berlandaskan agama menjual tubuh mereka kepada para pria dengan imbalan memberi uang kepada kuil merek dimana mereka bernaung. 

Hal ini tidak terlepas dari kepercayaan para manusia terdahulu yang mana mereka memuja dewi kecantikan yang mana mereka percaya dengan mereka mendharma kan tubuh mereka untuk kebaikkan kuil, itu merupakan suatu hal yang baik dan mendapatkan pahala yang tinggi, sehingga mereka tidak ragu untuk “menjual tubuh ” mereka  kepada para pria yang sudah memberi sejumlah uang untuk keperluan kuil mereka. Semakin berkembang nya zaman, dengan sudah masuknya ajaran agama terutama agama samawi seperti Islam, Kristen, dan Yahudi maka praktek prostitusi ini yang mana pada awal permulaan nya dilakukan sebagai ibadah kini berubah menjadi suatu hal yang dilarang  bahkan suatu yang haram.

Ditambah lagi kini sudah muncul berbagai gerakan feminisme yang mana mereka menuntut untuk menghapus ketimpangan gender, sekaligus menghapus prostitusi karena dianggap sebagai suatu tindakan yang merendahkan wanita serta mendukung adanya perbudakkan. Mereka meyakini bahwa pria dan wanita itu setara sehingga dengan adaya prostitusi ini dianggap menghambat perkembangan wanita sebagai sosok yang independen.  

Hal ini pun dianggap sebagai suatu gerakan yang sangat positif bagi beberapa pihak karena dianggap bisa merubah tatanan yang ada pada masyarakat selama ini, tetapi di sisi lain masih banyak yang meyakini bahwa pria dan wanita itu tidak bisa setara, karena pada kodratnya sudah berbeda sehingga fungsinya pun berbeda.

Prostitusi selalu menimbulkan pro dan kontra, bagi pihak kontra alasannya sudah saya paparkan diatas dan faktor apa saja yang mempengaruhikeputusan mereka untuk menolak dunia prostitusi, akan tetapi di sisi lain banyak yang melihat bahwa prostitusi ini tidak dapat dihapuskan, karena selama masih ada lelaki yang haus akan nafsu seksual maka prostitusi akan selalu ada. 

Pihak yang mendukung ini alih-alih mereka memaksakan untuk menutup dan menghapus prostitusi dari dunia ini, pihak pro lebih memilih untuk melokalisasi dan melegalisasi prostitusi sebagai suatu hal yang legal, sehingga tidak perlu lagi menjadi suatu hal yang tabu dan illegal.

Hal ini bukan tanpa suatu dasar yang kuat, banyak faktor yang melandasi mengapa prostitusi bukan lagi menjadi suatu yang illegal. Sebagai contoh pada masa kepemimpinan Ali Sadikin atau Bang Ali, yang mana pada saat itu ia menjabat gubernur DKI Jakarta, beliau mengeluarkan suatu keputusan yang mengejutkan untuk melokalisasi dan melegalisasi prostitusi. Hal ini sangat mengejutkan mengingat Indonesia sebagai negara yang minjung tinggi nilai moralitas dan mayoritas penduduknya beraga Islam. 

Akan tetapi, bang Ali memiliki alasa yang kuat untuk itu karena, ketimbang prostitusi menjadi suatu yang illegal dan tak beraturan, lebih baik menjadi suatu hal yang legal, dengan benefit prostitusi harus memberikan pemasukan pajak untuk provinsi, sehingga menambah pendapatan bagi pembangunan sarana dan prasarana provinsi. Negara Belanda pada tahun 1971 malah sudah mengeluarkan peraturan yang mengatir tentang regulasi prostitusi hanya boleh berada di suatu distrik sehingga lebih tertata dan lebih mudah untuk dikontrol prakteknya.

Jika dapat disimpulkan, dari dua kubu pro dan kontra, masing masing memiliki argument yang kuat serta alasan tersendiri dalam melihat prostitusi. Bagi kubu pro, prostitusi merupakan suatu hal yang tak dapat dihapuskan, sehingga ketimbang berusaha untuk menghapuskan, lebih baik mengatur nya dan melegalisasi prostitusi agar lebih terkondisi dan membawa benefit yang lebih bagi negara. Sedangkan bagi kubu yang menentang atau kontra, prostitusi hanya membawa dampak negatif baik dari penyebar penyakit kelamin, mendukung perbudakan, dan tidaksesuai dengan kaidah agama yang berlaku. Meninjau dengan pendekatan filsafat baik keputusan yang akan diambil baik dari kubu pro maupun kontra, akan melahirkan aksiologis yang berbeda.

Apakah kalian setuju atau tidak dengan prostitusi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun