Mohon tunggu...
MOHAMMAD RAFIL AMRUL DANIS
MOHAMMAD RAFIL AMRUL DANIS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Danis

"Ilmu Jika tidak diamalkan, Ibarat sebuah pohon yang tidak berbuah"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema UU Cipta Kerja atau Omnibus Law terhadap Para Pekerja, Buruh, dan Juga Inkonstitusional Bersyarat

12 Juni 2022   19:35 Diperbarui: 12 Juni 2022   19:57 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Perlu diketahui Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja merupakan omnibus law yg mengatur perubahan peraturan menurut banyak sekali sektor yg mempunyai tujuan memperbaiki investasi & pula kepastian hukum.  Pada dasarnya Omnibus Law ini dibutuhkan lantaran buat memperbaiki para perusahaan supaya melakukan investasi secara produktif, membentuk lapangan pekerjaan, & pula berbagi diri para pengusaha juga perusahaan. 

 Maksud/hajat menurut Omnibus Law yaitu mendorong investasi, meningkatkan kecepatan transformasi ekonomi, menyelaraskan kebijakan pusat-daerah, memberi kemudahan berusaha, mengatasi perkara regulasi yg tumpang tindih, dan buat menghilangkan ego sektoral. Dari disahkannya Omnibus Law ini pula membawa perkara atau problematika bagi perkumpulan kerja & pula buruh.

Meskipun UU Cipta kerja memiliki suatu positifitas dalam perusahaan, pengusaha akan tetapi juga memiliki dampak yang buruk terhadap para pekerja, buruh, dan Inkonstitusional. 

Berikut beberapa problematikanya, yaitu:

1.     Pekerja terancam tidak menerima Uang Pesangon.

UU Ciptaker menghapus setidaknya lima pasal tentang hadiah pesangon. Imbasnya, pekerja terancam nir mendapat pesangon saat mengundurkan diri, mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), atau mangkat  dunia. 1. pasal 81 poin 51 UU Ciptaker menghapus ketentuan Pasal 162 UU Ketenagakerjaan yg berisi anggaran penggantian uang pesangon bagi pekerja yg mengundurkan diri. dua. 

pasal 81 poin 52 UU Ciptaker menghapus pasal 163 pada UU Ketenagakerjaan terkait menggunakan hadiah uang pesangon jika terjadi PHK dampak perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan. 3. pasal 81 poin 53 UU Ciptaker menghapus pasal 164 UU Ketenagakerjaan yg mengatur hadiah uang pesangon jika terjadi PHK dampak perusahaan

 mengalami kerugian secara terus menerus selama dua tahun atau keadaan memaksa. 4. Pasal 81 poin 54 UU Ciptaker menghapus pasal 165 dalam UU Ketenagakerjaan terkait hadiah uang pesangon jika terjadi PHK lantaran perusahaan pailit. lima. pasal 81 poin 55 UU Ciptaker menghapus pasal 166 UU Ketenagakerjaan mengenai hadiah pesangon pada pakar waris jika pekerja atau buruh mangkat  dunia.TKA lebih mudah masuk RI

2.     UU Ciptaker mempermudah masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia

Hal ini dilakukan melalui Pasal 81 poin 4 sampai 11 UU Ciptaker yg membarui & menghapus sejumlah anggaran mengenai pekerja asing pada UU Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan. Contohnya, pada UU Cipta Kerja pemerintah menghapuskan kewajiban biar tertulis bagi pengusaha yang ingin mempekerjakan TKA 

sebagaimana tertuang pada Pasal 81 poin 4 UU Ciptaker. Sebelumnya, kewajiban ini tertuang dalam Pasal 42 poin 1 UU Ketenagakerjaan yg berbunyi. "Setiap pemberi kerja yg mempekerjakan energi kerja asing harus  mempunyai biar   tertulis menurut menteri atau pejabat yg ditunjuk," suara UU Ketenagakerjaan. 

 Sebagai gantinya, pengusaha hanya diwajibkan mempunyai planning penggunaan TKA, sebagaimana tertuang pada Pasal 81 poin 4 UU Ciptaker yg membarui Pasal 42 UU Ketenagakerjaan menjadi: 

 "Setiap pemberi kerja yg mempekerjakan energi kerja asing harus  mempunyai planning penggunaan energi kerja asing yg disahkan sang pemerintah pusat", suara UU Ciptaker. Kemudian, pemerintah pula mempersempit cakupan jabatan yg tidak boleh diduduki sang TKA. Sebelumnya, hal itu diatur pada Pasal 46 UU Ketenagakerjaan yg berbunyi apabila TKA

tidak boleh menduduki jabatan yg mengurusi personalia & jabatan-jabatan eksklusif yg diatur menggunakan keputusan menteri. Namun, pemerintah menghapus pasal tadi melalui pasal 81 poin 8 UU Ciptaker. Pemerintah hanya melarang TKA menduduki jabatan yg mengurusi personalia. Itulah beberapa problem dari disahkannya UU Cipta Kerja terhadap para pekerja dan juga buruh. 

Memang sangat memprihatinkan perihal tersebut yang secara tiba-tiba diketok palu. Anggota Komisi IX DPR RI angkat bicara soal pembahasan UU Cipta Kerja.  "Pembahasan UU Cipta Kerja cenderung dipaksakan dan dibahas secara kilat sehingga tidak transparan dan banyak menabrak beberapa aturan main dalam proses pembentukannya", tutur Anggota Komisi IX DPR RI. 

Ini akan merugikan bagi para pekerja seluruh Indonesia. Namun, dilain hal itu UU ini pun membuka peluang sangat besar bagi tenaga kerja asing (TKA) meski tenaga kerja lokal sendiri masih sulit mendapat kerja dari negaranya sendiri.

 Bukan hanya itu, Mahkamah Konstitusi telah memutus Inkonstitusional tentang Undang-Undang Cipta Kerja dengan bersyarat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No 91/PUU-XVIII Tahun 2020. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan bahwa lahirnya UU Cipta Kerja tidak didasarkan pada cara dan metode yang jelas, baku, dan sistem zat perundang-undangan. 

Selain beberapa perubahan ejaan dan Presiden, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa, bertentangan dengan prinsip pendidikan hukum dan peraturan, proses pengesahan UU No. 11 Tahun 2020  tidak sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Itu harus dinyatakan sebagai hambatan formal. 

Sementara itu, Mahkamah Konstitusi mampu memahami persoalan obesitas regulasi dan duplikasi hukum, serta selain memberlakukan undang-undang ketenagakerjaan, omnibus yang bertujuan mempercepat investasi di Indonesia dan memperluas kesempatan kerja, kami mendesak pemerintah untuk mengadopsi undang-undang tersebut. Kami mengeluarkan aturan implementasi dan menerapkannya pada tingkat praktis.

 Oleh karena itu, Mahkamah menilai UU No. 11 Tahun 2020 telah dinyatakan inkonstitusional dengan syarat untuk menghindari ketidakpastian hukum dan mencapai efek yang lebih besar. Putusan inkonstitusionalitas bersyarat ini diambil karena Mahkamah Konstitusi perlu menimbang antara syarat formal pembentukan undang-undang 

dengan undang-undang yang juga memenuhi unsur kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan dan juga mempertimbangkan tujuan dari dibuatnya UU Cipta Kerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun