Mandalika merupakan suatu wilayah di daerah Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Pada awalnya Mandalika oleh warga setempat digunakan sebagai tempat untuk berjualan dengan total 112 lapak.Â
Sejak tahun 2019 pemerintah pusat memutuskan untuk membangun sirkuit di Mandalika, kabar tersebut mendapatkan pro dan kontra oleh masyarakat. Warga yang mendukung percaya bahwasannya sirkuit tersebut nantinya akan lebih menghidupkan perekonomian daerah, sedangkan bagi warga yang menolak berpendapat jika adanya sirkuit tersebut justru dapat mematikan perekonomian warga.Â
Hal tersebut didasari oleh pemerintah daerah yang mengeluarkan peraturan terkait pelarangan untuk berjualan di sekitar area sirkuit Mandalika. Lapak warga yang tadinya berjumlah 112 kini berkurang menjadi 96 lapak saja, tidak tersedianya lahan untuk berjualan karena telah diambil alih oleh pemerintah (Jauhariah, 2020).
Namun, meskipun demikian pembangunan sirkuit Mandalika tetap dilanjutkan dan rampung setelah 2 tahun lamanya sebagai proyek pembangunan.Â
Pemerintah mencanangkan wilayah Mandalika untuk mengikuti perkembangan bidang teknologi khususnya otomotif. Hal ini dikarenakan meningkatkan minat masyarakat pada dunia otomotif. Sehingga dibuatlah perancangan kebijakan tentang pembuatan Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan Strategis di wilayah Mandalika.Â
Diharapkan adanya fasilitas olahraga seperti sirkuit balap skala internasional akan menjadi nilai plus serta dapat menambah devisa negara (Akbar, dkk., 2021). Mendekati akhir tahun 2021 konsepsi tersebut terwujud dengan digelarnya perhelatan berskala internasional yaitu MotoGP bulan Oktober lalu.
Sirkuit internasional Mandalika seolah mampu menarik atensi tidak hanya masyarakat lokal tetapi wisatawan mancanegara yang memutuskan untuk datang berkunjung. Hal ini bukan tanpa sebab mengingat sirkuit Mandalika memiliki keunikan tersendiri yang berbeda.Â
Berlokasikan di salah satu 5 destinasi super prioritas Indonesia, Mandalika memiliki estetika alam yang mempesona mata. Pengunjung tidak hanya disuguhkan sirkuit balapan tetapi dapat menyaksikan deburan pasir putih dengan jajaran bukit asri sebagai latar belakangnya.Â
Tidak hanya olahraga otomotif, terkadang beberapa peselancar internasional datang berkunjung mencoba menaklukan deburan ombak di pantai sekitar Mandalika. Di tahun 2017, Mandalika termasuk ke dalam lima sektor pembangunan internasional karena memenuhi tiga sektor yang meliputi maritim, pariwisata, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) (Satrio, 2021).
Secara konsep sirkuit Mandalika memiliki julukan Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika yang mengimplementasikan konsep street circuit. Artinya selain fungsi utama sebagai sirkuit balap, area sampingnya masih dapat digunakan untuk kegiatan olahraga seperti jogging atau sekadar berjalan-jalan menikmati pemandangan apabila tidak ada kompetisi balapan.Â
Sirkuit Mandalika mempunyai panjang lintasan 4,31 kilometer dengan jumlah tikungan lintasan ini berjumlah 17 (Wirajaya, 2021). Sejak diselenggarakannya event MotoGP pada bulan Oktober 2021, beberapa pembalap dunia seperti Fabio Quartararo, Marc Marquez, Jack Miller, Joan Mir, Johan Zarco, hingga Brad Binder berbondong-bondong mendatangi Mandalika untuk menjajal tikungan sirkuit terbaik di dunia ini.
Hal tersebut membuat media dalam dan negeri ikut menyorot aktivitas para atlet ternama itu. Tidak hanya demikian, kehadiran para pembalap ternama tersebut membawa dampak positif bagi Mandalika.Â
Di mana semakin banyak wisatawan yang berkunjung baik lokal maupun mancanegara dan kian mengangkat nama Mandalika di kancah internasional. Namun, di tengah gegap gempita sirkuit Mandalika, terdapat pemandangan yang miris nahasnya terendus awak media.Â
Tumpukan sampah di bangku penonton seolah menjadi momok yang dapat mencoreng hal-hal positif mengenai Mandalika. Usainya perhelatan MotoGP ikut menyisakan sampah yang berceceran, hal tersebut dikeluhkan oleh petugas kebersihan yang tidak hanya menemukan sampah namun juga barang-barang aneh seperti bekas jas hujan yang ditinggalkan begitu saja (Raharjo, 2022).
Peristiwa tersebut mengundang pegiat lingkungan asal Solo, Denok Marty Astuti buka suara. Tercecernya sampah sangat disayangkan karena pemerintah kurang memperhatikan hal tersebut, diikuti dukungan seluruh masyarakat.Â
Budaya buang sampah pada tempatnya sendiri merupakan kepedulian yang lahir pada kesadaran setiap diri individu, untuk membangun kesadaran tersebut diperlukan pembiasaan diri dan pemberian kebijakan yang berlaku di setiap tempat.Â
Seperti halnya penetapan denda dan sanksi bagi masyarakat yang melakukan tindakan tersebut. Membangun budaya tidak bisa instan terjadi begitu saja, perlu latihan dan implementasi agar masyarakat benar-benar sadar bahwa tindakan membuang sampah sembarangan dapat merugikan orang lain dan lingkungan yang dipijaknya (Wismabrata, 2022).
Semakin majunya era digitalisasi, membuat segala informasi yang ada di setiap daerah cepat menyebar dan diketahui khalayak publik. Viralnya tumpukan sampah di Mandalika terjadi setelah petugas kebersihan mengeluhkan hal tersebut ke sosial media pribadinya, terdapat bungkus makanan, sisa makanan, botol, hingga jas hujan yang tersisa di tribun penonton.Â
Tidak membutuhkan waktu lama untuk viral, masyarakat ikut menyoroti hal kurang terpuji itu dan menyayangkan dapat terjadi di Mandalika sebagai salah satu tempat ikonik di Indonesia. Sampah di areal tribun sangat banyak, sehingga meskipun terdapat 500 personil petugas kebersihan di sana tidak dapat menangani dalam kurun satu hari saja. Bahkan petugas kebersihan berinisiatif untuk berbagi shift dalam bekerja.Â
Sengatan bau sampah dari sisa makanan cukup mengganggu kinerja petugas dalam bekerja, karena telah banyak dihinggapi serangga dan beberapa membusuk. Petugas kebersihan yang juga merupakan warga lokal Mandalika tersebut sangat menyayangkan, di tengah sirkuit Mandalika yang bertaraf internasional harus dirusak dengan pemandangan tumpukan sampah (Meidinata, 2022).
Selain faktor kesadaran yang rendah pada masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan di tribun penonton, fasilitas penyediaan sampah pun terbatas untuk menampung kapasitas lonjakan pengunjung yang datang. Bahkan sampah dibuang di samping tempatnya hingga menumpuk dan tidak terlihat oleh mata.Â
Apabila dibuat kebijakan, pengunjung dapat membawa kantung plastik masing-masing ke lokasi dan membuang di TPA lainnya demi terselenggaranya kebersihan dan kerapian tempat, tidak hanya di sirkuit Mandalika saja. Menurut Naltaru, dkk. (2014), peningkatan jumlah pengunjung di suatu lokasi ini tentu saja dapat meningkatkan jumlah sampah yang dihasilkan dari setiap aktivitas pengunjung tersebut.Â
Pengumpulan sampah di TPS tidak serta merta dapat menjadi solusi yang bisa menyelesaikan permasalahan terkait sampah. Di sini peran pemerintah pusat dan daerah perlu saling berkesinambungan demi terciptanya kawasan wisata bebas sampah.
Pemerintah perlu merencanakan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang merupakan tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir di sekitar wilayah sirkuit Mandalika. Di mana TPST yang direncanakan dengan menerapkan prinsip 3R yaitu Reduce, Reuse, dan Recycle (Naltaru, dkk., 2014). Sehingga diharapkan dapat mengurangi masalah sampah di kawasan Mandalika.Â
Kepedulian ini juga merupakan salah satu bentuk pengelolaan sumber daya wilayah dengan menjaga kelestarian lingkungan, dan tidak hanya mengambil manfaatnya saja tanpa mengindahkan dampak pencemaran sampah yang terjadi. Dalam hal ini, pemerintah perlu membuka mata lebar-lebar agar Mandalika tidak bernasib buruk dari pemeliharaan lingkungan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H