Hal ini bagi Artidjo juga tidak berlaku. Beliau sosok pemberani yang seringkali mendapat teror dari salah satu pihak. Â Pak Artidjo tidak ciut begitu saja. Akan tetapi hanya menjadi bahan tawaan baginya.Â
Beliau bukan sosok yang pengecut. Beliau sosok yang tangguh dan pemberani, ujar beliau: saya memegang suatu filsafat orang Madura; "Lebih baik putih mata dari pada putih tulang" (Kik andi).
Bagi orang Madura harga diri segala-galanya. Maka tak jarang dari mereka khususnya Artidjo selaku sosok berdarah Madura menampakkan keberaniannya dalam persoalan harga diri.Â
Bahkan dengan keberaniannya, beliau mengatakan: "kalau mau bunuh saya sangat gampang. Saya selalu naik Bajai ke Mahkamah Agung, tinggal di tembak saja". (kikandi)Â
Itulah sosok seorang Artidjo Alkostar, berbagai macam ancaman yang telah menghantuinya. Namun nyali untuk menegakkan keadilan tetap utuh dalam dirinya.
Kerap kali juga menjadi pembicaraan dalam diri seorang Artidjo adalah kesederhanaannya. Beliau merupakan sosok yang sederhana, meskipun beliau sudah berprofesi sebagai Hakim Mahkamah Agung. Beliau tidak memiliki tempat tinggal yang megah. Beliau menjalani kehidupannya dengan cara sederhana.
Beliau perlu dijadikan sebagai panutan bagi kita. Keadilannya dalam memutuskan perkara, keberaniannya menghadapi resiko, kesederhanaan, dan penolakannya terhadap adanya uang suap. Negara Indonesia perlu dan harus menciptakan sosok seperti Artidjo Alkostar. Agar hukum di Indonesia semakin melahirkan ruh keadilan.
pamekasan, 14 Januari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H