Mohon tunggu...
mohammad fahmi
mohammad fahmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - sekedar hobi

selalu menjadi lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manajemen Risiko Fintech dalam Perbankan Syariah, Menavigasi Arus Deras Inovasi di Tengah Badai Risiko

26 Juli 2024   20:26 Diperbarui: 26 Juli 2024   20:34 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Perkembangan teknologi finansial (fintech) telah menjadi gelombang pasang yang mengguncang industri keuangan global, termasuk perbankan syariah. Sejak kemunculannya pada awal abad ke-21, fintech telah membawa angin segar dengan berbagai inovasi layanan keuangan yang lebih efisien, mudah diakses, dan inklusif. Pembayaran digital, pinjaman peer-to-peer (P2P) syariah, platform crowdfunding syariah, dan berbagai aplikasi keuangan lainnya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat modern.

Namun, di balik gemerlap inovasi tersebut, terdapat serangkaian risiko yang mengintai dan mengancam stabilitas serta keberlanjutan perbankan syariah. Seperti dua sisi mata uang, fintech menawarkan peluang sekaligus tantangan yang perlu dihadapi dengan bijaksana.

Sejarah Singkat Fintech dalam Perbankan Syariah

Perjalanan fintech dalam perbankan syariah dimulai pada awal tahun 2000-an, seiring dengan perkembangan teknologi internet dan mobile banking. Pada awalnya, fintech syariah lebih fokus pada pengembangan layanan perbankan online dan mobile banking yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Namun, seiring berjalannya waktu, fintech syariah mulai merambah ke berbagai bidang lain, seperti pinjaman P2P syariah, crowdfunding syariah, dan investasi syariah berbasis teknologi. Di Indonesia, perkembangan fintech syariah semakin pesat dalam beberapa tahun terakhir, didorong oleh meningkatnya penetrasi internet dan smartphone, serta kebutuhan masyarakat akan layanan keuangan yang lebih mudah dan terjangkau. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah mengeluarkan regulasi yang mendukung perkembangan fintech syariah, seperti POJK Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan.

Masalah-masalah Krusial yang Dihadapi Perbankan Syariah di Era Fintech

Meskipun fintech menawarkan berbagai manfaat, perbankan syariah juga menghadapi sejumlah masalah krusial yang perlu diatasi:

  • Kesenjangan Literasi Keuangan dan Teknologi: Tingkat literasi keuangan dan teknologi di masyarakat masih relatif rendah, terutama di kalangan masyarakat pedesaan dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini menjadi hambatan dalam adopsi layanan fintech syariah secara luas.
  • Infrastruktur Teknologi yang Belum Memadai: Infrastruktur teknologi, seperti jaringan internet dan aksesibilitas perangkat mobile, belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini menjadi kendala dalam penyediaan layanan fintech syariah yang merata dan inklusif.
  • Persaingan yang Ketat: Industri fintech syariah semakin ramai dengan kehadiran berbagai pemain baru, baik dari dalam maupun luar negeri. Persaingan yang ketat ini menuntut bank syariah untuk terus berinovasi dan meningkatkan kualitas layanan agar tetap relevan dan kompetitif.

Jenis-jenis Risiko Fintech dalam Perbankan Syariah

  • Risiko Keamanan Siber: Risiko ini merupakan ancaman utama dalam era digital, termasuk bagi perbankan syariah. Serangan siber seperti peretasan, pencurian data, ransomware, dan phishing dapat mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan, merusak reputasi bank, dan mengikis kepercayaan nasabah. Selain itu, keamanan sistem yang lemah dapat mengganggu operasional layanan fintech, menyebabkan kerugian bagi bank dan ketidaknyamanan bagi nasabah.
  • Contoh Kasus: Pada tahun 2023, Bank Syariah Indonesia (BSI) mengalami serangan ransomware yang mengganggu layanan dan mengakibatkan kerugian finansial.

  • Risiko Kepatuhan: Bank syariah beroperasi dalam kerangka regulasi ganda, yaitu regulasi perbankan dan regulasi syariah. Risiko kepatuhan muncul ketika produk atau layanan fintech yang ditawarkan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah atau melanggar ketentuan perbankan. Ketidakpatuhan dapat mengakibatkan sanksi hukum, denda, atau bahkan pencabutan izin operasional. Selain itu, ketidakpatuhan terhadap prinsip syariah dapat menimbulkan kontroversi dan merusak citra bank di mata masyarakat.
  • Contoh Kasus: Beberapa fintech syariah pernah mendapatkan teguran dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) karena produk atau layanan mereka tidak sesuai dengan prinsip syariah.

  • Risiko Operasional: Risiko operasional terkait dengan kegagalan sistem, kesalahan manusia, atau bencana alam yang dapat mengganggu kelancaran operasional layanan fintech. Gangguan operasional dapat mengakibatkan kerugian finansial, seperti kehilangan pendapatan atau biaya pemulihan sistem. Selain itu, gangguan layanan dapat menyebabkan ketidakpuasan nasabah dan berpotensi merusak reputasi bank.
  • Contoh Kasus: Gangguan sistem pada layanan mobile banking pernah menyebabkan nasabah tidak dapat mengakses rekening mereka dan melakukan transaksi.
  • Risiko Reputasi: Reputasi merupakan aset berharga bagi bank syariah. Risiko reputasi muncul ketika terjadi masalah keamanan, kegagalan layanan, atau kontroversi terkait produk atau layanan fintech. Berita negatif yang tersebar luas dapat merusak citra bank di mata nasabah dan masyarakat, mengurangi kepercayaan, dan berdampak pada kinerja bisnis.
  • Contoh Kasus: Berita tentang kebocoran data nasabah dapat merusak reputasi bank dan menyebabkan nasabah beralih ke bank lain.
  • Risiko Strategis: Risiko strategis terkait dengan keputusan bisnis yang kurang tepat dalam mengadopsi dan mengembangkan layanan fintech. Bank syariah perlu memastikan bahwa strategi fintech mereka selaras dengan tujuan bisnis secara keseluruhan, mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul, dan memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Kegagalan dalam mengelola risiko strategis dapat mengakibatkan kerugian finansial, hilangnya pangsa pasar, dan kesulitan dalam bersaing dengan pemain lain di industri.
  • Contoh Kasus: Bank syariah yang terlambat mengadopsi teknologi fintech dapat kehilangan pangsa pasar karena kalah bersaing dengan bank konvensional atau fintech syariah lainnya.

Studi Kasus: Bank Syariah Indonesia (BSI)

Bank Syariah Indonesia (BSI), sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam mengadopsi teknologi fintech untuk meningkatkan layanan kepada nasabah. BSI telah meluncurkan berbagai produk dan layanan fintech, seperti BSI Mobile, BSI Net, dan layanan pembayaran digital lainnya.

BSI Mobile, sebagai contoh, menawarkan berbagai fitur perbankan seperti transfer dana, pembayaran tagihan, pembelian pulsa, dan investasi syariah. Sementara itu, BSI Net menyediakan layanan perbankan online yang memungkinkan nasabah melakukan transaksi perbankan dari mana saja dan kapan saja. BSI juga telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan fintech untuk menyediakan layanan pembayaran digital yang lebih mudah dan cepat.

Namun, perjalanan BSI dalam mengadopsi fintech tidak selalu mulus. Pada Mei 2023, BSI mengalami serangan ransomware yang mengakibatkan gangguan layanan selama beberapa hari. Serangan ini menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi BSI dan mengganggu aktivitas perbankan nasabah.

Masalah dan Solusi dalam Studi Kasus BSI

Masalah:

  • Serangan Ransomware: Serangan ransomware yang dialami BSI menunjukkan bahwa sistem keamanan siber mereka masih memiliki kelemahan. Serangan ini berhasil mengenkripsi data penting BSI dan mengganggu operasional layanan perbankan.
  • Gangguan Layanan: Gangguan layanan yang disebabkan oleh serangan ransomware menyebabkan ketidaknyamanan bagi nasabah dan merusak reputasi BSI. Nasabah kesulitan mengakses rekening mereka dan melakukan transaksi, yang berdampak pada kepercayaan mereka terhadap BSI.
  • Kerugian Finansial: BSI mengalami kerugian finansial yang signifikan akibat serangan ransomware. Kerugian ini meliputi biaya pemulihan sistem, kompensasi kepada nasabah yang terdampak, dan potensi kehilangan pendapatan akibat gangguan layanan.

Solusi:

  • Memperkuat Sistem Keamanan Siber: BSI melakukan peningkatan sistem keamanan dengan menerapkan teknologi terbaru, seperti enkripsi data yang lebih kuat, firewall yang lebih canggih, dan sistem deteksi intrusi yang lebih sensitif. BSI juga meningkatkan prosedur keamanan internal dan melakukan pelatihan keamanan siber secara berkala kepada karyawan.
  • Meningkatkan Kesadaran Karyawan: BSI memberikan pelatihan kepada karyawan tentang keamanan siber, termasuk cara mengenali dan menghindari serangan phishing, ransomware, dan jenis serangan siber lainnya. BSI juga mendorong karyawan untuk melaporkan setiap aktivitas mencurigakan yang mereka temui.
  • Bekerja Sama dengan Pihak Berwenang: BSI bekerja sama dengan pihak berwenang, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), untuk menyelidiki serangan ransomware dan mencegah kejadian serupa di masa depan. BSI juga berbagi informasi tentang serangan tersebut dengan bank lain dan lembaga keuangan untuk meningkatkan kesadaran tentang ancaman keamanan siber.
  • Memperbaiki Komunikasi dengan Nasabah: BSI meningkatkan komunikasi dengan nasabah selama gangguan layanan akibat serangan ransomware. BSI memberikan informasi terbaru tentang perkembangan pemulihan sistem dan memberikan kompensasi kepada nasabah yang terdampak. BSI juga meminta maaf kepada nasabah atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan.

Pelajaran dari Studi Kasus BSI

  • Studi kasus BSI memberikan pelajaran berharga bagi bank syariah lain tentang pentingnya manajemen risiko fintech. Beberapa pelajaran yang dapat diambil antara lain:
  • Keamanan Siber adalah Prioritas Utama: Keamanan siber harus menjadi prioritas utama bagi bank syariah dalam mengadopsi teknologi fintech. Investasi dalam sistem keamanan yang kuat dan pelatihan keamanan siber secara berkala sangat penting untuk melindungi aset dan reputasi bank.
  • Rencana Kontinuitas Bisnis (BCP) Penting: BCP yang matang dan teruji dapat membantu bank syariah memulihkan operasional dengan cepat dan meminimalkan dampak negatif dari gangguan layanan.
  • Komunikasi Transparan dengan Nasabah: Komunikasi yang transparan dan terbuka dengan nasabah sangat penting selama terjadi gangguan layanan. Memberikan informasi terbaru dan meminta maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan dapat membantu menjaga kepercayaan nasabah.
  • Kerja Sama dengan Pihak Berwenang: Bekerja sama dengan pihak berwenang dapat membantu bank syariah dalam menyelidiki serangan siber, mencegah kejadian serupa di masa depan, dan meningkatkan keamanan siber secara keseluruhan.

Strategi Efektif untuk Mengelola Risiko Fintech (Lanjutan)

Penguatan Keamanan Siber:

  • Enkripsi Data: Melindungi data sensitif nasabah dengan teknologi enkripsi yang kuat untuk mencegah akses tidak sah.
  • Firewall: Membangun lapisan pertahanan untuk melindungi jaringan internal bank dari serangan eksternal.
  • Otentikasi Multi-Faktor: Meningkatkan keamanan akses dengan mewajibkan pengguna untuk memberikan lebih dari satu bukti identitas, seperti kata sandi dan kode OTP.
  • Pemantauan Keamanan: Melakukan pemantauan keamanan secara terus-menerus untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan dan potensi ancaman.
  • Uji Penetrasi: Melakukan simulasi serangan siber untuk mengidentifikasi kelemahan sistem dan melakukan perbaikan sebelum dieksploitasi oleh pelaku kejahatan.
  • Pelatihan Keamanan Siber: Memberikan pelatihan secara berkala kepada karyawan tentang keamanan siber, termasuk cara mengenali dan menghindari serangan phishing, ransomware, dan jenis serangan siber lainnya.

 

 

Peningkatan Kepatuhan:

  • Pengembangan Kebijakan dan Prosedur: Mengembangkan kebijakan dan prosedur yang komprehensif untuk memastikan bahwa semua produk dan layanan fintech sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan regulasi perbankan.
  • Audit Kepatuhan: Melakukan audit secara berkala untuk memastikan bahwa semua aktivitas bisnis sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  • Dewan Pengawas Syariah (DPS): Membentuk DPS yang independen dan kompeten untuk memberikan nasihat dan pengawasan terkait kepatuhan syariah.
  • Pelatihan Kepatuhan: Memberikan pelatihan kepada karyawan tentang prinsip-prinsip syariah dan regulasi perbankan yang relevan dengan produk dan layanan fintech.

Optimalisasi Operasional:

  • Penggunaan Teknologi yang Handal: Memilih dan menggunakan teknologi yang handal, aman, dan efisien untuk mendukung operasional layanan fintech.
  • Rencana Kontinuitas Bisnis (BCP): Mengembangkan BCP yang matang dan teruji untuk mengantisipasi gangguan operasional dan memastikan kelangsungan layanan.
  • Pelatihan Karyawan: Memberikan pelatihan secara berkala kepada karyawan untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan dalam mengoperasikan sistem fintech.
  • Pemantauan Kinerja Sistem: Melakukan pemantauan kinerja sistem secara terus-menerus untuk mendeteksi masalah dan melakukan perbaikan sebelum berdampak pada layanan.

Manajemen Reputasi yang Proaktif:

  • Komunikasi Transparan: Membangun komunikasi yang transparan dan terbuka dengan nasabah dan pemangku kepentingan lainnya tentang produk dan layanan fintech, termasuk risiko dan manfaatnya.
  • Respons Cepat: Merespons dengan cepat dan efektif terhadap masalah atau keluhan nasabah.
  • Pemantauan Reputasi: Memantau reputasi bank secara berkala melalui media sosial, survei, dan sumber lainnya untuk mengidentifikasi potensi risiko reputasi dan mengambil tindakan pencegahan.

Perencanaan Strategis yang Matang:

  • Analisis Lingkungan Bisnis: Melakukan analisis mendalam tentang lingkungan bisnis, termasuk tren teknologi, regulasi, persaingan pasar, dan kebutuhan nasabah.
  • Analisis Risiko: Melakukan analisis risiko yang komprehensif sebelum meluncurkan produk atau layanan fintech baru.
  • Evaluasi Kinerja: Melakukan evaluasi secara berkala terhadap kinerja strategi fintech dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.

Kesimpulan

Manajemen risiko fintech merupakan aspek yang sangat krusial dalam menjaga stabilitas dan keberlanjutan perbankan syariah di era digital. Dengan mengidentifikasi, menilai, dan memitigasi risiko-risiko yang terkait dengan penggunaan fintech, bank syariah dapat memanfaatkan potensi teknologi ini untuk meningkatkan efisiensi, aksesibilitas, dan inklusi keuangan, sambil tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip syariah.

Penting bagi bank syariah untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang pesat. Dengan demikian, mereka dapat tetap relevan dan kompetitif di pasar yang semakin dinamis. Studi kasus BSI menunjukkan bahwa meskipun risiko fintech tidak dapat dihindari sepenuhnya, namun dapat dikelola dengan baik melalui strategi yang tepat dan komitmen yang kuat untuk melindungi kepentingan nasabah dan menjaga integritas perbankan syariah.

Daftar Pustaka

  • Otoritas Jasa Keuangan. (2018). Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan.
  • Bank Syariah Indonesia. (2023). Laporan Tahunan. (Laporan Tahunan 2023 (bankbsi.co.id))
  • Badan Siber dan Sandi Negara. (2023). BSSN Mendukung Penanganan Insiden Keamanan Siber di BSI. (Data breaches still haunt Indonesia as BSI becomes latest victim - Tue, May 16, 2023 - The Jakarta Post)
  • (Haryati Puspita Sari, Aprilia Ika). (2023). (BSI "Error" Kena "Ransomware", Wamen BUMN: Data Diretas dari Komputer Kantor Cabang). (Kompas). (BSI "Error" Kena "Ransomware", Wamen BUMN: Data Diretas dari Komputer Kantor Cabang (kompas.com))

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun