Setelah semua langkah-langkah dilakukan, guru dan penanggung jawab lokasi akan berkolaborasi melakukan pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sesuai waktu yang sudah dijadwalkan.
2.3 Hambatan yang Muncul dalam Penyelenggaraan Kegiatan CTL
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini masih terjadi kondisi yang tidak ideal. Masih terjadi beberapa guru yang dengan sengaja ataupun tidak, menyelesaikan kegiatan pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) tidak sesuai dengan jadwal dan rencana program yang sudah dirancang sebelumnya.
3. Tingkat Keaktifan Peserta Didik
Penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini terbukti meningkatkan keaktifan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini terlihat dari observasi di lapangan dimana kegiatan belajar mengajar dilakukan.
Peserta didik terlihat antusias dan lebih aktif dalam merespon materi belajar dari guru maupun sumber belajar yang lain.
Dari paparan diatas dapat dilihat keaktifan peserta didik dalam menerima materi sangatlah baik. Peserta didik dapat dengan mudah dan cepat merespon dan mengasosiasikan materi yang diberikan dengan situasi yang dihadapi secara langsung.
Hal ini dapat dimaknai bahwa pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang dilakukan di SMK Negeri 1 Pagerwojo telah memberi dampak yang baik kepada proses penyerapan materi dari guru dan sumber belajar kepada peserta didik. Sehingga pembelajaran bermakna dapat diterapkan dengan sistem pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ala SMK Negeri 1 Pagerwojo.
Lebih lanjut, pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini bukan suatu yang ganjil dalam dunia pendidikan. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Trianto (2007) bahwa pembelajaran kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru. Penerapan pembelajaran kontekstual di kelas-kelas Amerika pertama kali diusulkan oleh John Dewey. Pada tahun 1916 John Dewey mengusulkan suatu kurikulum dan metodologi pembelajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa.
Metodologi ini seakan gayung bersambut dengan kondisi keterbatasan ruang kelas yang terjadi di SMK Negeri 1 Pagerwojo. Keadaan tersebut memerlukan kebijakan yang tepat agar terselesaikan dengan baik. Sehingga kebijakan yang diambil betul-betul merupakan solusi dari permasalahan yang ada. Sebagai tambahan, solusi ini juga memberi nilai lebih dalam pembelajaran di SMK Negeri 1 Pagewojo dalam memperoleh situasi pembelajaran bermakna.Â
4.1 Kesimpulan