Mohon tunggu...
Mohammad Ali Affandy
Mohammad Ali Affandy Mohon Tunggu... Guru - L

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Catatan Perjalanan

23 Januari 2024   22:11 Diperbarui: 23 Januari 2024   22:15 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiba di Pondok Mayit kita membangun tenda. Lelucon ringan yang seolah sudah jadi kebiasaan diantara kita, menjadi pengantar malam sebelum akhirnya dipagi buta harus bangun untuk melanjutkan perjalanan.

10/11/2018. 03:00 WIB, kita bergegas untuk summit attack. Setelah siap dan membawa sebagian logistik yang cukup untuk summit, kita berdoa agar diberi kemudahan dan kelancaran pada saat perjalanan menuju puncak. Kitapun berjalan menyusuri rimbunan edelweiss dan pepohonan yang menjulang. Tanjakan demi tanjakan kita lalui. Sesekali berhenti untuk sekedar ambil nafas panjang, entah tubuh memerlukan banyak oksigen atau mungkin juga gejala alam. Karena yang aku tahu, di ketinggian tertentu kadar dari oksigen semakin berkurang. Entahlah. Yang aku tahu aku harus tetap berjalan.

Pancaran mentari pagi mulai menampakkan kemegahannya. Dikejauhan, mulai terlihat hamparan bebatuan tanda puncak kian dekat. Seperti dugaanku kita tiba di Pondok Angin (2800mdpl) Pos terakhir sebelum pucak. Dalam hitungan menit, kita sudah melewati batas vegetasi. Hal ini ditandai dengan tiadanya tumbuhan hidup dengan kontur bebatuan. Tak berselang lama berjalan. Kita menjumpai sebuah monumen yang bertuliskan “in memoriam Deden Hidayat” ia adalah seorang pendaki yang meninggal saat mendaki Gunung Raung. Langkahku terhenti sejenak. Aku singgah dan mulai memanjatkan doa. “Semoga tenang di alam sana”. Tak lama kemudian, aku bergegas melanjutkan perjalanan.

Trek berbatu cadas menguntungkan langkah kami. Pasalnya, dengan kemiringan seperti itu akan sangat merepotkan jika kontur tanah yang berpasir, meskipun sesekali kami menjumpai kerikil-kerikir kecil sepanjang jalur ini. Kemiringan kian terjal dan cukup menguras tenagaku. Ketika mentari perlahan mulai meninggi, gugusan Pegunungan di kejauhan, juga lautan awan dibelakangku seakan berbicara agar aku tetap melangkah. Hingga pada akhirnya. Sebuah bendera Merah Putih berada tepat beberapa langkah didepan mataku. “aku harus meraihnya”. Aku pun tiba……. 

****

** Puncak Mt.Raung 3300Mdpl 10/11/2018 ’07.01 WIB **

Aku termenung. Terdengar suara yang tak asing di telingaku. “hari ini, tanggal 10 November” sontak aku kaget mendengar perkataan itu. 10 November adalah tanggal dimana kita memperingati hari “pahlawan”. Beruntung sekali. di hari Pahlawan ini, aku memaknainya dengan sebuah tekad dan perjuangan. 

***

***

Dari Raung aku belajar bahwa hati ini tergerak sebab kuasaMu. Sebatas manusia biasa yang hanyut atas ciptaanMu. Bukan bersumber pada gengsi, bukan pula sebab pembuktian diri. Namun hanyalah berbatas pada kerendahan hati. Hati ini bergetar. terpukau akan pesonamu (raung). Bahkan kaki mengajak melangkah mendalami hakikatmu. Memori menyadarkan ungkapan masa lampau “tak kenal maka tak sayang" begitulah seuntai kata. Memahami isi semesta membuat hidupku lebih memahami sang Maha Pencipta.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun