Mohon tunggu...
Mohammad Ali Affandy
Mohammad Ali Affandy Mohon Tunggu... Guru - L

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Catatan Perjalanan

23 Januari 2024   22:11 Diperbarui: 23 Januari 2024   22:15 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“ CATATAN PERJALANAN “

Pagi ini, aku tidak sedang dirumah. Tidak pula berada disekolah. Bebatuan cadas, aroma embun pagi, desiran pasir berbisik, juga hembusan angin yang meraung-raung. Sungguh momen yang teramat sangat luar biasa. seperti yang telah kita semua sepakati, bahwa tanggal 10 November adalah tanggal dimana kita semua memperingati Hari Pahlawan, begitu beruntungnya ku pada saat itu.

Kegiatan ini digagas oleh Organisasi Pecinta Alam “Nusantara Bhakti” SMAN 1 Prajekan.

Kamis, 08/11/18. Bertepatan pada hari dimana sebuah tekad kita menjadi satu. Kesepakatan bersama untuk melampaui batas diri, menjejak langkah demi langkah, menghalau rimbun dedaunan, hingga akhirnya sampai pada tempat yang kita sebut atap sebuah daratan.

Petualangan dimulai, keril-keril besar mulai disusun diatas mobil angkutan. Hari itu sepertinya cuaca kurang bersahabat. Tak menghiraukan itu, mobilpun tetap berjalan. Sesampai di BaseCamp (Pesanggrahan Pendaki, Kec.Sumber Wringin), pakaian yang kita kenakan sedikit basah terkena rintik hujan yang jatuh di tengah perjalanan. Anggap aja siraman penyambutan. “hal yang semacam ini tidak akan mematahkan semangatku” begitu pikirku sambil menatap kearah langit. setelah menyelesaikan semua adminisrasi, termasuk SIMAKSI (surat ijin masuk kawasan konservasi) kita bermalam di BaseCamp dan mulai treking esok di pagi buta. 

****

Jumat,09/11/18. Seusai sholat subuh terlihat keramaian yang ternyata itu sebuah pasar, aku menyempatkan diri untuk berbelanja kebutuhan tambahan. termasuk sayuran dan buah-buahan. Perjalanan awal ditempuh dengan ojek motor. Sepanjang perjalanan kita melewati sawah dan ladang penduduk sekitar, yang semakin lama berubah jadi deretan hutan. Selang 30 menit kemudian, kita tiba di pondok motor. Sedikit berbincang, berdo’a & ucapan salam lalu melanjutkan perjalanan treking.

Kita mulai memasuki hutan tropis dataran rendah, sesekali melewati hamparan ilalang yang menambah kesan indah perjalanan ini. Canda tawa selalu hadir diatara kita, hal yang membuatku tak terasa lelah meskipun keringat bercucuran. Perbincangan demi perbincangan dengan satu topik ke topik lainnya, perdebatan kecil hingga obrolan yang menuju kearah kekonyolan. bagiku itu merupakan momen tersendiri yang tidak akan mungkin aku lupakan.

Akhirnya setelah empat jam lebih perjalanan, kita pun tiba di Pondok Sumur. Setelah melewati Pondok Sumur jalur trekking terasa lumayan cukup berat. Sering kali kita berhenti sejenak untuk melemaskan otot-otot yang dirasa tegang. Akupun merasa pakaian yang ku gunakan terasa basah, entah dari suhu yang dingin atau memang dari keringat tubuhku terus bercucuran. Sesekali aku memegang dahan-dahan kecil guna meringankan beban pada kakiku, hal itu menambah kesan terjal di jalur ini. Menit demi menit pun berlalu, akhirnya kita sampai di Pondok Tonyok meskipun tibanya tidak bebarengan.

Kanan-kiri sepanjang jalur Pondok Tonyok – Pondok Demit sudah terlihat kabut yang kian menebal. Juga, ditandai dengan tumbuhnya bunga Anaphalis Javanica yang popular dengan sebutan bunga edelweiss. Tanaman yang biasa tumbuh di daerah dengan ketinggian diatas 2000 Mdpl, bunga ini juga akrab dengan sebutan “bunga abadi” karena terdapat hormon yang dapat mencegah kerontokan pada kelopak bunganya dan konon bunganya dapat mekar selama 10 tahun. Mengetahui hal tersebut tak lupa aku menyempatkan untuk berfoto mengabadikan momen langka itu. “Ingat, bunga tersebut dilindungi Undang-Undang. Jadi, sangat tidak disarankan memetik dan membawanya pulang”.

Perjalanan Pondok Demit - Pondok Mayit. Kabut kian menebal disertai udara dingin yang menusuk. mentaripun mulai menuju peraduannya. Kita harus bergegas, jangan sampai hari sudah petang sementara kita masih diperjalanan.

Setiba di Pondok Mayit kita membangun tenda. Lelucon ringan yang seolah sudah jadi kebiasaan diantara kita, menjadi pengantar malam sebelum akhirnya dipagi buta harus bangun untuk melanjutkan perjalanan.

10/11/2018. 03:00 WIB, kita bergegas untuk summit attack. Setelah siap dan membawa sebagian logistik yang cukup untuk summit, kita berdoa agar diberi kemudahan dan kelancaran pada saat perjalanan menuju puncak. Kitapun berjalan menyusuri rimbunan edelweiss dan pepohonan yang menjulang. Tanjakan demi tanjakan kita lalui. Sesekali berhenti untuk sekedar ambil nafas panjang, entah tubuh memerlukan banyak oksigen atau mungkin juga gejala alam. Karena yang aku tahu, di ketinggian tertentu kadar dari oksigen semakin berkurang. Entahlah. Yang aku tahu aku harus tetap berjalan.

Pancaran mentari pagi mulai menampakkan kemegahannya. Dikejauhan, mulai terlihat hamparan bebatuan tanda puncak kian dekat. Seperti dugaanku kita tiba di Pondok Angin (2800mdpl) Pos terakhir sebelum pucak. Dalam hitungan menit, kita sudah melewati batas vegetasi. Hal ini ditandai dengan tiadanya tumbuhan hidup dengan kontur bebatuan. Tak berselang lama berjalan. Kita menjumpai sebuah monumen yang bertuliskan “in memoriam Deden Hidayat” ia adalah seorang pendaki yang meninggal saat mendaki Gunung Raung. Langkahku terhenti sejenak. Aku singgah dan mulai memanjatkan doa. “Semoga tenang di alam sana”. Tak lama kemudian, aku bergegas melanjutkan perjalanan.

Trek berbatu cadas menguntungkan langkah kami. Pasalnya, dengan kemiringan seperti itu akan sangat merepotkan jika kontur tanah yang berpasir, meskipun sesekali kami menjumpai kerikil-kerikir kecil sepanjang jalur ini. Kemiringan kian terjal dan cukup menguras tenagaku. Ketika mentari perlahan mulai meninggi, gugusan Pegunungan di kejauhan, juga lautan awan dibelakangku seakan berbicara agar aku tetap melangkah. Hingga pada akhirnya. Sebuah bendera Merah Putih berada tepat beberapa langkah didepan mataku. “aku harus meraihnya”. Aku pun tiba……. 

****

** Puncak Mt.Raung 3300Mdpl 10/11/2018 ’07.01 WIB **

Aku termenung. Terdengar suara yang tak asing di telingaku. “hari ini, tanggal 10 November” sontak aku kaget mendengar perkataan itu. 10 November adalah tanggal dimana kita memperingati hari “pahlawan”. Beruntung sekali. di hari Pahlawan ini, aku memaknainya dengan sebuah tekad dan perjuangan. 

***

***

Dari Raung aku belajar bahwa hati ini tergerak sebab kuasaMu. Sebatas manusia biasa yang hanyut atas ciptaanMu. Bukan bersumber pada gengsi, bukan pula sebab pembuktian diri. Namun hanyalah berbatas pada kerendahan hati. Hati ini bergetar. terpukau akan pesonamu (raung). Bahkan kaki mengajak melangkah mendalami hakikatmu. Memori menyadarkan ungkapan masa lampau “tak kenal maka tak sayang" begitulah seuntai kata. Memahami isi semesta membuat hidupku lebih memahami sang Maha Pencipta.

***

Ada banyak orang yang mungkin mempertanyakan alasan mengapa aku mendaki. Dari suatu gunung ke gunung yang lain yang seakan tak akan pernah berhenti. “Entahlah…”. Mungkin ini yang disebut dengan fase kehidupan. setiap fase mungkin saja kita dapat mengartikan sebuah hal dengan makna yang berbeda diusia yang berbeda dan tingkat pemahaman yang berbeda pula. Suatu hal yang ingin aku sampaikan pada orang-orang yang datang padaku. Ini adalah tentang jati diri, tentang bagaimana menaklukkan diri sendiri. Pepatah mengatakan bahwa “puncak bukanlah tujuan, tetapi pulanglah dengan membawa harapan serta kepastian”. Dari sana aku belajar bahwa rumahlah satu-satunya tempat untuk berpulang. Dari alam aku dapat belajar tentang keindahan dan bagaimana mensyukuri Keagungan Tuhan. Lebih menghargai sesama (makhluk). Dan percaya bagaimana sebuah tekad yang kuat mampu membawa kita pada puncak keberhasilan.

Catatan Seorang Petualang – Salam Lestari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun