Kekhawatiran mereka dirasa cukup wajar terutama bagi yang mereka yang masih awam dengan dunia pesantren. Belum begitu paham seluk beluk dunia pesantren. Maka dari itu bagi orangtua yang ingin memasukkan anaknya di pesantren bisa menelusuri tentang profil pesantren tersebut.
Dunia digital yang sedang marak digunakan juga telah banyak dimanfaatkan pesantren untuk memberikan informasi. Kita bisa menelusuri berbagai media sosial yang dimiliki pesantren yang terkait.
Pesantren salaf sekalipun sekarang umumnya sudah mempunyai kanal media sosial masing seperti .
Berbagai kanal media sosial bisa dimanfaatkan seperti Facebook, Instagram, YouTube, sampai website. Hal ini bisa menjadi ruang bagi masyarakat untuk bisa mencari tahu tentang pesantren seperti profil, asatidz, kegiatan, dan kurikulum pendidikannya. Paling tidak masyarakat punya sedikit gambaran.
Selain itu kita bisa mencari tahu tentang sosok pengasuh pesantren. Ini menjadi hal yang penting karena pengasuh sosok utama dan menjadi representasi dari pesantren yang dipimpin. Yang perlu dicari tahu tentang sosok pengasuh adalah sanad keilmuan.
Dalam kasus diatas, terdakwa Herry diketahui alumni sebuah perguruan tinggi Islam. Namun sanad keilmuannya belum banyak diketahui karena tidak diketahui apakah ia pernah belajar di pesantren atau siapa guru atau kyai yang pernah mengajarnya.
Dengan diketahuinya sanad ilmu dan asal usul pengasuh, setidaknya sudah ada rasa nyaman dan kemantapan hati terutama bagi orangtua. Selain itu, dengan sanad ilmu yang jelas, ada keberkahan ilmu di dalamnya.
Sekali lagi jangan lagi terkecoh dengan label pesantren tanpa menelusuri terlebih dahulu. Bukan untuk mencurigai tetapi mewaspadai itu bukan hal yang buruk. Kita tidak ingin label pesantren hanya dijadikan alat untuk mencari keuntungan pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H