Mohon tunggu...
Qomarul Huda
Qomarul Huda Mohon Tunggu... Guru - Bapak satu anak

Masih belajar dunia tulis menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Terkecoh Embel-embel "Pesantren"

21 Desember 2021   09:36 Diperbarui: 21 Desember 2021   09:40 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Boarding School yang dikelola Herry (foto: kumparan.com)

Publik dibuat tercengang dengan berita yang sedang hangat akhir akhir ini. Nama Herry Wirawan mencuat dalam kasus pemerkosaan anak. Tidak tanggung-tanggung, masyarakat sangat geram karena korbannya berjumlah belasan.
Ironisnya beberapa diantaranya sudah hamil, bahkan ada yang lebih dari satu kali melahirkan.

Perbuatan bejat itu dilakukannya dengan memanfaatkan posisinya sebagai guru. Ia mendoktrin anak didiknya yang menjadi korban tersebut untuk mematuhi perintah gurunya dalam rentang waktu tahun 2016 hingga 2021.

Selain itu juga ada iming-iming biaya pendidikan gratis, dibiayai kuliah, dijadikan polisi wanita sampai dijanjikan menjadi pengurus lembaga pendidikan.

Tempat melakukan aksi bejatnya tersebut selain di asrama juga di hotel, apartemen sampai basecamp yang menjadi tempat penampungan korban dan anak yang dilahirkan.

Mencuatnya kasus ini turut menyeret nama lembaga yang menaunginya yaitu lembaga pendidikan Madani Boarding School dan Manarul Huda. Lalu kemudian banyak yang menyebut nya dengan pesantren. Benarkah keduanya merupakan sebuah pesantren?

Menjadi sebuah keanehan jika pesantren hanya mempunyai satu guru dan muridnya yang semuanya perempuan tidak pernah belajar. Ya ternyata murid-murid disana tidak benar-benar belajar. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengetik dan membuat proposal.

Diduga mendirikan lembaga pendidikan dengan embel-embel pesantren untuk mengeruk keuntungan pribadi. Bahkan diyakini Herry juga menggunakan dana sumbangan untuk menyewa apartemen dan hotel.

Anak anak didiknya dieksploitasi untuk mendapatkan sumbangan. Lebih miris lagi anak-anak ternyata juga dijadikan kuli bangunan. Herry menjadi guru dan pengelola tunggal sehingga dengan leluasa melancarkan aksi bejatnya tersebut.

Anggota Komisi VIII Maman Imanulhaq seperti dilansir dari medcom.id (10/12/2021) menegaskan lembaga pendidikan Manarul Huda Antapani tidak masuk kategori pondok pesantren. lembaga pendidikan yang dikelola pelaku rudapaksa terhadap 12 siswanya itu tak memiliki jaringan. Ini hanya lembaga yang menyediakan pendidikan kesetaraan. Lembaga itu hanya lembaga pendidikan biasa yang diasuh seorang tanpa punya latar belakang pesantren.

Belajar dari kasus ini maka kita jangan langsung melabeli pesantren bagi sebuah lembaga pendidikan Islam. Saya sering melihat di kolom komentar yang beberapa diantaranya menjadi khawatir atau berpikir ulang jika ingin memasukkan anaknya ke pesantren "asli".

Kekhawatiran mereka dirasa cukup wajar terutama bagi yang mereka yang masih awam dengan dunia pesantren. Belum begitu paham seluk beluk dunia pesantren. Maka dari itu bagi orangtua yang ingin memasukkan anaknya di pesantren bisa menelusuri tentang profil pesantren tersebut.

Dunia digital yang sedang marak digunakan juga telah banyak dimanfaatkan pesantren untuk memberikan informasi. Kita bisa menelusuri berbagai media sosial yang dimiliki pesantren yang terkait.

Pesantren salaf sekalipun sekarang umumnya sudah mempunyai kanal media sosial masing seperti .

Berbagai kanal media sosial bisa dimanfaatkan seperti Facebook, Instagram, YouTube, sampai website. Hal ini bisa menjadi ruang bagi masyarakat untuk bisa mencari tahu tentang pesantren seperti profil, asatidz, kegiatan, dan kurikulum pendidikannya. Paling tidak masyarakat punya sedikit gambaran.

Selain itu kita bisa mencari tahu tentang sosok pengasuh pesantren. Ini menjadi hal yang penting karena pengasuh sosok utama dan menjadi representasi dari pesantren yang dipimpin. Yang perlu dicari tahu tentang sosok pengasuh adalah sanad keilmuan.

Dalam kasus diatas, terdakwa Herry diketahui alumni sebuah perguruan tinggi Islam. Namun sanad keilmuannya belum banyak diketahui karena tidak diketahui apakah ia pernah belajar di pesantren atau siapa guru atau kyai yang pernah mengajarnya.

Dengan diketahuinya sanad ilmu dan asal usul pengasuh, setidaknya sudah ada rasa nyaman dan kemantapan hati terutama bagi orangtua. Selain itu, dengan sanad ilmu yang jelas, ada keberkahan ilmu di dalamnya.

Sekali lagi jangan lagi terkecoh dengan label pesantren tanpa menelusuri terlebih dahulu. Bukan untuk mencurigai tetapi mewaspadai itu bukan hal yang buruk. Kita tidak ingin label pesantren hanya dijadikan alat untuk mencari keuntungan pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun