Indonesia, sebagai negara yang menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam sistem politiknya, tentu tidak lepas dari keberadaan berbagai partai politik di dalamnya. Partai politik ini sendiri memiliki peran yang terbilang cukup penting di dalam pelaksanaan demokrasi sebab partai politik merupakan salah satu wadah atau sarana bagi masyarakat yang ingin mengekspresikan pandangan politiknya.
Partai politik tentunya memiliki kepentingannya tersendiri, tujuan utama dari partai politik sendiri tidak lepas dari upaya mendapatkan political power atau kekuasaan politik serta tentunya mendapat kedudukan politik melalui cara yang konstitusional (seperti Pemilu) sehingga dapat mendukung pelaksanaan program-program yang mereka bawa. Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik (2003), pada intinya bahwa partai politik merupakan sebuah kelompok terorganisir yang tiap anggota di dalamnya memiliki keselarasan orientasi, nilai, serta tujuan.
Berbicara partai politik tentu tidak hanya berbicara tentang bagaimana mereka mendapatkan kekuasaan politik, bagaimana mereka mendapatkan kedudukan dalam politik, melainkan juga berbicara tentang apa saja sebenarnya fungsi-fungsi yang partai politik miliki dan seberapa baik mereka dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut. Masyarakat, secara sadar maupun tidak sadar, tentunya akan melihat, memperhatikan, ataupun menilai partai politik yang ada berdasarkan seberapa baik fungsi mereka dijalankan.
Contoh sederhana yang seringkali ditemukan adalah masyarakat melihat bagaimana "citra" kader dari hasil bentukan partai politik tertentu, tidak jarang masyarakat menjadi kurang atau tidak percaya dengan suatu partai politik tertentu karena masyarakat melihat adanya tindakan kurang baik atau kurang disukai yang dilakukan kader dari partai politik tersebut. Seringkali muncul pertanyaan di masyarakat tentang apa sebenarnya fungsi yang dimiliki partai politik, terutama ketika muncul "kasus" yang berkaitan dengan partai politik.
Menurut Miriam Budiardjo (2003: 163-164) setidaknya ada empat fungsi dari partai politik antara lain sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai sarana rekrutmen politik, dan sebagai sarana pengatur konflik atau conflict management. Dalam tulisan ini akan membahas secara singkat terkait implementasi fungsi-fungsi tersebut oleh partai politik yang ada di Indonesia secara umum.
Pertama, fungsi partai politik sebagai sarana komunikasi politik. Partai politik dalam hal ini secara sederhananya berfungsi untuk menjadi penengah, perantara, jembatan, atau mediator antara pemerintah dengan masyarakat. Melihat semakin luasnya masyarakat di masa sekarang ini, fungsi partai politik yang satu ini bisa dikatakan memiliki peran yang cukup penting, hal tersebut karena semakin luas skala dari masyarakat, maka semakin banyak dan beragam pula pendapat maupun aspirasinya.
Jika pendapat maupun aspirasi yang semakin banyak dan beragam tersebut tidak segera ditampung dan dikelola, maka besar kemungkinannya pendapat dan aspirasi tersebut akan hilang terbawa angin. Melalui fungsi sarana komunikasi politik ini, partai politik akan berperan dalam menampung pendapat dan aspirasi dari masyarakat yang sangat luas dan beragam, kemudian melakukan interest aggregation atau penggabungan kepentingan yang mana partai politik di sini akan menyatukan atau menggabungkan berbagai pendapat atau aspirasi yang memiliki substansi serupa, setelah itu akan dilakukan interest articulation atau pengartikulasian kepentingan yang mana dalam proses ini partai politik akan mengolah serta merumuskan kepentingan-kepentingan yang telah ditampung dan digabungkan tadi menjadi bentuk yang lebih teratur.
Partai politik, setelah melakukan interest articulation tadi, kemudian akan merumuskan lagi untuk diusulkan kepada pemerintah agar dapat dijadikan sebagai kebijakan publik.
Partai politik di Indonesia dalam menjalankan fungsi sebagai sarana komunikasi politik tersebut, jika dilihat dari penjelasan yang diberikan sebelumnya, bisa dikatakan masih belum benar-benar baik. Salah satu contoh utama dari kurangnya implementasi fungsi ini, bisa dilihat pada perkara penolakan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law atau Cipta Kerja yang sekarang sudah sah menjadi sebuah Undang-Undang. Kenapa hal tersebut kemudian bisa dikatakan menjadi gambaran terkait implementasi fungsi ini adalah karena di sini dapat dilihat partai politik masih kurang dalam menerima dan mengelola pendapat serta aspirasi dari masyarakat.
Hanya ada dua fraksi (Demokrat dan PKS) di DPR yang menyatakan penolakannya terhadap pengesahan RUU tersebut, sedangkan ada tujuh fraksi lain (PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, dan PAN) yang mendukung. Padahal mayoritas masyarakat secara jelas menyatakan penolakannya, maka semestinya jika partai politik benar-benar menjalankan fungsi komunikasi politik ini, partai politik tidak akan sebegitu mudahnya menyatakan dukungannya di saat masyarakat jelas-jelas menentangnya.
Ada pihak yang kemudian menyerukan untuk tidak memberikan suaranya lagi kepada tujuh fraksi tersebut, hal ini mengindikasikan juga bahwa kurangnya implementasi fungsi dari partai politik dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap partai politik itu sendiri. Meskipun ada juga pihak yang mengatakan bahwa masyarakat jangan mudah percaya dan harus kritis dengan penolakan oleh dua fraksi, tetap saja tidak dipungkiri masyarakat yang menolak pun akan cenderung lebih "senang" dengan dua fraksi tersebut terlepas dari motif sebenarnya penolakan tersebut.