Mohon tunggu...
mohammad ali
mohammad ali Mohon Tunggu... Administrasi - Warga Negara Indonesia

tegal, blok cepu n bojonegoro

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Panggilan Hati Sang Suami Ketika Istrinya Gendutan

30 Agustus 2018   06:27 Diperbarui: 30 Agustus 2018   17:24 2228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lifestyle.kompas.com

Sebagai para suami yang istri sekarang gendutan, kami perlu mengambil sikap. Kami tidak mau istri-istri kami minder ketika arisan ibu-ibu PKK. Kami tidak ingin istri kami tidak pede akibat stretch mark yang nggak hilang-hilang, meskipun sudah berbagai macam minyak dan ramuan dipakai buat ngilanginnya. 

Kami tidak sudi istri kami menderita kayak kena epilepsi (epilepsi tidak menyerang pada wanita yang gendutan) ketika bertemu teman-temannya pas reunian atau acara kondangan temannya yang menikah (lagi).

Kami rela kok menunggu berlama-lama sekadar istri mencari baju kekinian yang ukuran, model, dan (tentu) harganya pas. 

"Kamu sekarang gendutan!" Jeger!!!! Ini seperti suara halilintar di siang bolong..

Suara yang mengerikan bagi para perempuan pada umumnya. Lebih mengerikan ketimbang sendirian nonton film Suzanna di malam Jumat kliwon. Tau nggak sih, kalo nyinyiran tersebut tidak berperikewanitaan.

Males gerak lah. Nggak bisa ngatur jadwal makan lah. Nggak bisa liat makanan enak lah. Nggak bisa ngontrol diri lah. Daftar cibiran begini kalo diterusin bisa-bisa jadi trilogi novel epik.

Mungkin bagi yang ngomong itu biasa aja atau itu sekarang basa-basi yang nggak banget. Kenapa ya? Ada saja orang yang demen membully. Baik sengaja maupun tidak disengaja. Baik serius maupun bercanda. Betapa kata-kata ini makjleb di uluhati.

Tubuh gendut seringkali membuat seorang perempuan merasa minder dan tidak percaya diri.

Apalagi, jika badan yang gemuk sering kali menjadi bahan bercandaan dan hinaan dari orang lain.

Bukan hanya malu, dihina karena gemuk tentu akan membuat seseorang menjadi kecewa, minder dan marah. Cukup PMS yang membuat mereka gampang marah, jangan ditambahi ocehan berat badan.

Ah, makin berat bebannya. Bukan cuma beban berat badan tapi juga muatan beban mentalnya.

Ya, sering kali perempuan gendut disalahkan karena berat badannya. Dan kalian kan tahu wanita itu selalu benar.

Lha, kalo mereka disalahkan karena keadaan mereka, mereka bisa naik pitam. Bisa-bisa mereka berubah menjadi Hulk perempuan. Waduh! Bisa kelar idup loe!

Sebagai seorang suami yang mempunyai istri yang badannya lebih gendutan (istriku gendut nggak sih) merasa mendapat panggilan hati untuk membelanya. 

Banyak istri yang berat badannya naik secara signifikan setelah menikah. Kadang kalo diajak foto maunya agak ngumpet, atau menyamping demi keliatan kurusan. 

Mereka juga diteror oleh strereotip kalo mereka nggak bisa menjaga berat badannya kembali sama seperti ketika pertama kali si suami jatuh cinta, dan bisa-bisa para istri selalu was-was si suami cari wanita lain yang lebih cantik, muda, dan langsing. 

Sebagai seorang suami yang punya istri gendutan, maka saya nyatakan dengan ini pembelaan saya seperti pembelaan Iko Uwais karena istrinya, Audi Item, dikatain gendut sama ahlu nyinyir wa nyibir. 

"Memang sekarang istri saya gendut, itu karena pengorbanan dia sebagai seorang ibu sekarang, yang sudah melahirkan anak dari saya, tapi saya sangat bersyukur dengan mempunyai seorang istri seperti dia, walaupun dia "gendut" sekarang, tetap sehat dan bugar. Dan dia mempunyai hati yang sangat istimewa, sayang terhadap keluarga dan suaminya. Tidak pernah mengomentari hal yang negatif terhadap yang lain seperti Anda, terima kasih." Yes, ini pernyataan berkelas!

Sebagai suami yang baik dan benar (maunya sih begitu), saya dukung 1000% sikap dan pernyataan Bung Iko Uwais.

Sebagai suami yang sudah mendapat buku petunjuk hak dan kewajiban suami dari KUA, saya ingin mengamalkan bahwa seorang istri ibarat pakaian kalo istrinya gendutan, maka pakaiannya juga kegedean. Pakaian yang menutupi kekurangan kita. Pakaian yang menjaga kehormatan kita. Pakaian yang menjadi penghias cahaya mata.

Di dalam tubuh yang gendutan terdapat pengorbanan yang luar biasa besar. Mereka lebih memikirkan menyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak daripada yoga pagi. 

Mereka lebih mengawasi pergerakan si bayi aktif yang wira wiri ngalor ngidul nggak karuan daripada scroll scroll hape dan update status.

Mereka lebih rela mendampingi anak -- anak belajar membaca daripada gugling tips menurunkan berat badan.

Mereka lebih memilih membuat teh anget untuk suaminya yang pulang larut malam ketimbang melakukan percobaan membuat jus aneka buah buat diet. Ini semua benar-benar kisah nyata yang tidak disinetronkan.

Kami, secara sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun, rela memijat kaki, betis dan punggung istri kami yang kelelahan setelah seharian beraktivitas tanpa mengenal jam kantor.

Kami mengerti bahwa cuma ibunya anak-anak saja yang sanggup menanak nasi sambil menggendong bayi. Atau mengepel lantai sambil memastikan si kecil tetap tertidur pulas. Cuma istri yang sanggup menangani berbagai macam pekerjaan dalam satu waktu.

So, (seperti kata Duta Sheila on 7) tak peduli berapapun berat badanmu, kau tetap yang ter-muaach di hati!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun