Biomassa sebagai bahan bakar untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) semakin populer di Indonesia sebagai alternatif energi terbarukan. Namun, penggunaan biomassa dalam PLTU bukan tanpa kontroversi. Beberapa ahli lingkungan mengungkapkan kekhawatiran bahwa biomassa juga dapat menyebabkan polusi udara yang signifikan.
Dalam beberapa tahun terakhir, biomassa telah dianggap sebagai solusi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak. Biomassa, yang terdiri dari bahan organik seperti kayu, sisa tanaman, dan limbah pertanian, dipandang lebih ramah lingkungan karena dapat diperbarui dan dianggap netral karbon. Namun, pembakaran biomassa di PLTU menghasilkan partikel-partikel polutan yang bisa merusak kualitas udara.
Biomassa yang digunakan dalam co-firing di PLTU menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan. Meskipun biomassa dianggap sebagai sumber energi terbarukan, proses pembakarannya menghasilkan polutan seperti partikel PM10, NO2, dan CO2 yang berkontribusi pada pencemaran udara. Studi menunjukkan bahwa pencampuran biomassa dengan batubara dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca hingga 26,48 juta ton setara karbon per tahun
Hasil pantauan langsung penulis terhadap salah satu PLTU di provinsi banten menunjukkan truk truk yang membawa biomassa berupa serbuk hasil pengolahan kayu yang akan dikirimkan menuju PLTU Batu Bara. Truk tersebut berasal dari wilayah sekitar PLTU yang bekerja sama memasok kebutuhan biomassa. Kemudian jika dilihat dari asap hasil pembakaran yang keluar dari PLTU yang berwarna coklat menunjukkan bahwa efek dari proses pembakaran biomassa di PLTU yang menghasilkan polusi udara. Polusi ini biasanya berjenis PM 10 yang tidak terbakar sempurna didalam boiler.
Jejak karbon dari Biomassa dan Batubara
Jejak Karbon Biomassa dan Batubara pada PLTU
Jejak karbon mengukur total emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau proses. Dalam konteks Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), baik biomassa maupun batubara memiliki kontribusi jejak karbon yang signifikan. Berikut adalah perbandingan jejak karbon antara biomassa dan batubara sebagai bahan bakar PLTU:
Jejak Karbon Batubara
Proses Ekstraksi dan Transportasi:
Pertambangan batubara menghasilkan emisi GRK yang besar, termasuk metana (CH4) dari lapisan batubara.
Transportasi batubara ke PLTU menggunakan kendaraan bermesin diesel yang juga menghasilkan CO2.
Pembakaran di PLTU:
Pembakaran batubara menghasilkan emisi CO2 yang sangat tinggi karena kandungan karbonnya yang besar.
Selain CO2, pembakaran batubara juga menghasilkan polutan lain seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), dan partikel halus (PM2.5 dan PM10).
Pengolahan Limbah:
Limbah pembakaran batubara, seperti abu terbang dan abu dasar, mengandung bahan berbahaya yang dapat mencemari lingkungan.
Jejak Karbon Biomassa
Proses Pengumpulan dan Transportasi:
Biomassa biasanya berasal dari sisa-sisa pertanian, kayu, dan limbah organik lainnya. Proses pengumpulan dan transportasi biomassa juga menghasilkan emisi CO2, terutama jika menggunakan kendaraan bermesin diesel.
Pembakaran di PLTU:
Pembakaran biomassa menghasilkan CO2, tetapi sering dianggap netral karbon karena CO2 yang dilepaskan setara dengan CO2 yang diserap tanaman selama pertumbuhannya.
Namun, pembakaran biomassa juga dapat menghasilkan partikel halus (PM2.5 dan PM10) dan senyawa organik volatil (VOC).
Pengolahan Limbah:
Limbah dari pembakaran biomassa cenderung lebih sedikit dan kurang berbahaya dibandingkan dengan batubara, meskipun masih memerlukan penanganan yang tepat.
Perbandingan Jejak Karbon
Emisi CO2 Langsung:
Batubara: Tinggi (sekitar 820-1050 gram CO2 per kWh energi listrik yang dihasilkan).
Biomassa: Lebih rendah secara teoritis (sekitar 20-50 gram CO2 per kWh), tetapi bisa bervariasi tergantung jenis dan asal biomassa serta efisiensi pembakaran.
Dampak Jangka Panjang:
Batubara: Berdampak besar terhadap pemanasan global dan polusi udara jangka panjang.
Biomassa: Dampaknya lebih rendah terhadap pemanasan global jika siklus karbon tertutup (CO2 yang dilepaskan diserap kembali oleh tanaman baru).
Polutan Lain:
Batubara: Menghasilkan SO2, NOx, dan partikel halus yang signifikan.
Biomassa: Menghasilkan partikel halus dan VOC, tetapi dalam jumlah yang lebih rendah dibandingkan batubara.
Meskipun biomassa dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan batubara, penggunaannya dalam PLTU tidak sepenuhnya bebas dari dampak negatif. Pengelolaan yang hati-hati dan teknologi pembakaran yang efisien sangat penting untuk meminimalkan jejak karbon dan polusi udara dari PLTU biomassa. Untuk mencapai manfaat lingkungan yang optimal, diperlukan kebijakan dan regulasi yang mendukung praktik berkelanjutan dalam produksi dan penggunaan biomassa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H