Teruntuk Adhekku tersayang,
Dhek, maaf beribu maaf kakak ndak bisa pulang lebaran tahun ini.
Adhek sehat-sehat saja khan. Kakak yakin adhek pasti sehat. Demikian juga mbah putri di rumah, semoga sehat-sehat dan tidak kurang suatu apa pun.
Dhek, kakak sebenarnya mau pulang kemarin, tanggal 4 Mei 2021, sebelum larangan mudik diberlakukan. Tapi ditunda karena pak Bendi, bos kakak  yang adhek pernah lihat itu, sedang keluar kota, kakak diminta tunggu rumahnya, bantu bersih-bersih. Ya, terpaksa deh, kakak tunda untuk pulang kampung.
Berikutnya, tanggal 7 Mei 2021 kemarin. Kakak ditawari travel nya om Parjo, itu lho menantunya om Diran yang rumahnya di belokan warung mbah Darmi. Ingat khan orangnya. Nah ongkos travelnya lumayan mahal dhek, kata om parjo 450 ribu  per orang, tapi khusus kakak dikorting jadi 200 ribu saja.
Kakak senang sekali dhek. Om Parjo baik sekali, padahal kakak baru ketemu dua kali ini, yang pertama dulu waktu kakak nebeng pulang kampung pakai mobil travelnya. Dan yang kedua kemarin pas nawarin pulang kampung dengan travelnya. Katanya tinggal satu tempat duduk di belakang. Kakak terima dhek, ndak apa lah yang penting pulang kampung, bisa ketemu denganmu dan mbah.
Sebelum berangkat, kakak sudah siapkan semuanya dhek. Karena bos kakak, pak Bendi membolehkan kakak pulang selama dua minggu maka kakak bawa tas yang lumayan besar. Kakak isi dengan baju-baju kakak. Dan tahukah kau dhek, kakak tidak lupa memasukkan pula pesananmu.
Hehehehe, untuk cari pesananmu ini kakak sampai pusing. Kakak bawa contoh baju koko pesananmu, yang katamu seperti yang dipakai Ustad Modin, tapi sulit carinya dhek, kata mereka, itu baju model lama. Tapi alhamdulillah kakak akhirnya dapat juga di Tanah Abang, seharian dhek mencarinya. Baju koko ini kakak bungkus rapi, bahkan kakak kasih karton, biar tidak lusuh sehingga nanti sampai di tanganmu masih rapi dan bagus.
Setelah semuanya kakak siapkan, tibalah hari "naas" itu dhek. Kendaraan travel yang kakak tumpangi awalnya berangkat dari Jakarta tengah malam dhek, sekitar jam sebelasan. Kata om Parjo untuk menghindari Polisi. Kakak dan penumpang yang lain percaya dan menyerahkan segalanya kepada om Parjo. Katanya dia sudah pengalaman dan punya trik khusus menghadapi situasi penyekatan kendaraan dan lain sebagainya di jalan raya.
Saat berangkat kami melewati jalanan ramai dan bagus dhek. Tapi setelah hampir dua atau tiga jam perjalanan, jalanan yang kami lalui mulai kurang bagus. Banyak lubang dan "gajlukan" sehingga membuat kakak yang tadinya mau tertidur jadi terbangun. Setelah kakak lihat, ternyata kami melewati jalur-jalur perkampungan. Kata Om Parjo, inilah yang namanya jalur "tikus" untuk menghindari pemeriksaan petugas. Kakak dan penumpang percaya saja pada Om Parjo, dalam hati bahkan kami salut atas kepintaran dan kepandaian om Parjo untuk mengelabuhi petugas.
Setelah kurang lebih setengah jam melanjutkan perjalanan, kakak yang mau tertidur dibangunkan kembali dengan suara berisik. Kakak bangun dan melihat apa yang terjadi. Kakak melihat om parjo sedang berbicara dengan beberapa petugas gabungan dhek, ada Polisi, ada tentara dan yang lainnya. Di samping om Parjo ada juga pakdhe Tumiran dan om Budi yang ikut dalam rombongan kami ikut berbincang-bincang dengan mereka.
Seorang petugas tiba-tiba menghampiri mobil kakak, membuka pintu mobil dan selanjutnya melihat kakak dan seluruh rombongan yang ada di dalam mobil. Terlihat tangannya mencorat-coret kertas yang dibawanya untuk selanjutnya menutup kembali pintu mobil.
Setelah kurang lebih seperempat jam mereka "bernegosiasi" dengan petugas gabungan tersebut, kakak lihat Om Parjo, pakdhe Tumiran dan om Budi kembali ke mobil dengan lesu. Pakdhe Tumiran dan om Budi masuk ke mobil dengan muka ditekuk, sepertinya kecewa sekali.
 " Mohon maaf, terpaksa, kita harus kembali ke Jakarta. Sudah tidak ada jalan. Semua travel yang lewat jalan-jalan tikus semuanya tertangkap dan suruh putar balik" Demikian kata om Parjo kepada kami semua. Kami terhenyak kaget. Oh my God! Bisa dibayangkan dhek bagaimana perasaan kakak saat itu. Kakak sampai menangis dhek, kalau teringat tidak bisa ketemu kamu di hari lebaran ini. Selanjutnya mobil kami pun putar balik kembali ke Jakarta. Kakak yakin, penumpang lain menyimpan perasaan yang sama seperti kakak, kecewa, marah, sedih dan campuran perasaan lainnya.
Dengan kejadian tersebut, maka mohon maaf dhek, Lebaran kali ini kakak ndak bisa pulang. Jangan sedih ya dhek, betul juga, kita harus dukung pemerintah. Semuanya itu pasti bertujuan baik agar virus corona ini tidak menyebar ke kampung-kampung. Hehehe... kakak sendiri masih ragu-ragu jangan-jangan kakak bisa juga menjadi pembawa virus Corona, wong kakak juga belum pernah diperiksa dan dicek.
Bagaimana dengan hadiah adhek, baju koko yang mirip kepunyaan ustad Modin?. Jangan khawatir, kebetulan om Burhan mau pulang dengan istrinya pakai motor. Kakak titipkan mereka, sekaligus titip surat ini dan juga sedikit uang untuk lebaran adhek dan mbah di kampung.
Sampai di sini surat kakak, dhek. Sekali lagi mohon maaf, kakak ndak bisa pulang kampung. Kakak minta maaf lahir batin apabila selama ini ada salah terhadap adhek. Salam juga untuk mbah di kampung, semoga tetap diberi kesehatan dan umur yang panjang. Aamiin.
Oh iya, sedikiti lupa dhek,
Kakak mau titip pesan. Kalau habis lebaran adhek nanti ziarah ke kuburan, tolong titip pesan dan salam kakak untuk bapak dan ibu di sana. Katakan kalau kakak sudah bekerja di Jakarta, kakak bangga dengan bapak dan ibu, kakak juga berterima kasih kepada mereka. Katakan kakak sudah jadi orang baik, sudah rajin sembahyang dan mengaji.
Satu lagi, katakan pada mereka dhek, kakak kangen bapa dan ibu. Kangen elusan dan belaian tangan mereka. Jangan menangis ya dhek, kita berdoa semoga mereka bahagia di Surga. Suatu saat kita juga akan bertemu dengan mereka.
Terima kasih
Dari kakakmu tersayang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H