Mohon tunggu...
Mohamad Rian Ari Sandi
Mohamad Rian Ari Sandi Mohon Tunggu... -

Alumni PKn-FPIPS UPI. Peserta Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T) di Pulau Telaga Besar Kab.Kepulauan Anambas. -Berhenti meratap masa lalu, mulailah menatap masa depan-

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Deddy Mizwar, Sang Maestro Tayangan Religi

17 Juni 2017   08:59 Diperbarui: 17 Juni 2017   09:53 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di akhir tahun 90an, Deddy hendak kembali menawarkan sinetron religi untuk ditayangkan di televisi. Namun saat itu salah satu stasiun televisi tidak yakin bahwa sebuah sinetron religi akan sukses menggaet pasar.

Mendapat penolakan seperti itu Deddy bergeming. Ia yakin bahwa jika sebuah sinetron religi dibalut dengan hiburan akan suksesan. Bahkan Ia mengatakan rela tidak bayar sebagai seorang konseptor sinetron religi tersebut jika ditayangkan di televisi. Ia hanya meminta bayaran sebagai aktor saja.

Pada akhirnya, sinetron Lorong Waktu yang bernuansa religi dan dibalut dengan bumbu hiburan tayang perdana di tahun 1999. Lorong Waktu langsung mendapat respon positif dari masyarakat pada saat itu hingga kemudian tayangannya dibuat hingga seri ke-6 di tahun 2006.

Deddy memaparkan bahwa media sinetron dan film merupakan media potensial untuk melakukan dakwah. Dengan karakteristiknya yang audio visual, sinetron dan film merupakan media yang tepat untuk menyampaikan nilai-nilai Islam kepada masyarakat dengan efektif.

Ia pun berujar bahwa film adalah sihir. Sebuah dialog dalam suatu film akan tetap terkenang di benak seseorang walaupun penayangan film tersebut sudah berlalu 20 tahun lalu. Dialog seperti "Bujang, sudah kubilang jangan bertempur, kau bertempur juga. Matilah kau. Habis dimakan cacing." adalah dialog di film Nagabonar di tahun 1987, tepat 20 tahun lalu, tapi hingga kini dialog tersebut tetap familiar di benak banyak orang. Hal itu menunjukkan bahwa sebuah film yang berkualitas dan memberi pesan positif pada masyarakat, automatically, akan dikenang oleh masyarakat melintasi zaman.

Lebih lanjut Deddy mengatakan bahwa sebuah film menggerakkan 25 frame dalam satu detik bisa membuat orang menangis, tertawa, marah, dan bahagia. Sementara itu jika sebuah ayat Al Quran dilantunkan secara langsung terkadang tidak bisa serta membuat kita tersentuh. Maka dari itulah jika sinetron dan film digunakan untuk mendakwahkan nilai-nilai Islam tentu bisa berefek besar.

Sayangnya, menurutnya, saat ini kita lebih asyik menjadi penonton. Alhasil media lebih dikuasai oleh orang-orang yang tidak memiliki kepedulian dengan dakwah Islam. Sekalipun ada sinterton yang seolah-olah islami, tapi pada kenyataannya tidak.

Untuk itulah, Deddy berpesan pada generasi muda khususnya, agar bisa berwirausaha termasuk membuat karya sinetron dan film yang menebarkan nilai-nilai Islam untuk dikonsumsi masyarakat luas. Ia menuturkan bahwa itu merupakan peluang besar baik dari segi kepuasan spiritual maupun finansial. 

Secara spiritual, saat karya kita bisa mempengaruhi orang lain dengan nilai-nilai positif, tentu betapa besar kebaikan yang insyaAllah mengalir pada kita. Sementara secara finansial, tentunya dunia entertainment menjanjikan rupiah di atas rata-rata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun