Mohon tunggu...
Mohamad Rian Ari Sandi
Mohamad Rian Ari Sandi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru Pendidikan Pancasila di SMK Negeri Darangdan, Purwakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Alasan Mengidolakan Anies Baswedan

31 Juli 2016   10:27 Diperbarui: 31 Juli 2016   11:47 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena masih diliputi rasa kekecewaan atas dicopotnya Anies Baswedan dari kursi Mendikbud pada Rabu, 27 Juli lalu, saya ingin mengobatinya dengan cara menulis. Yang pasti ABW tidak bersedih dicopot dari jabatan menteri, tetapi saya dan banyak orang bersedih karena kursi Mendikbud kehilangan ABW. Betapa susah rasanya melihat orang berkompeten dan berintegritas masuk lingkungan pemerintahan. Kalaunpun sudah ada, betapa sulitnya bagi mereka untuk bertahan di sana.

Ah tapi sudahlah, saya hanya ingin mengobatinya dengan menulis tentang kenapa saya bisa mengidolakan Anies Baswedan (ABW).

Pertama kali saya mengenal nama ABW yaitu di tahun 2009, saat saya masih duduk di kelas XI SMA. Saat itu sedang hangat topik Cicak vs Buaya yang berujung pada penahanan dua pimpinan KPK, Bibit S Riyanto dan Chandra M Hamzah. ABW menjadi salah satu dari 8 anggota Tim Pencari Fakta yang dibentuk Presiden untuk melakukan klarifikasi kasus Bibit-Chandra. Di tim 8 itu, beliau ditunjuk sebagai juru bicara. Namun bukan karena itu saya mengidolakan beliau.

Momen dimana saya menemukan sosok idola pada diri ABW terjadi pada tahun 2011. Suatu hari di awal masuk kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia, saya bersama beberapa teman melihat spanduk tentang agenda Seminar Nasional bertema Kepemimpinan Nasional dan Pemberantasan Korupsi di gedung JICA FPMIPA dengan pemateri ABW dan Teten Masduki. 

Saya langsung menyatakan akan datang pada acara tersebut. Teten Masduki saya kenal sebagai Sekjen Transparancy Internasional Indonesia (TII) dan ABW waktu itu saya kenal sebagai mantan anggota Tim Pencari Fakta kasus Bibit-Chandra. Sementara itu teman (yang saat ini sudah naik pangkat menjadi sahabat karib) saya, Alam Syah Pratama, karena mungkin lebih gaul daripada saya, mengenal ABW sebagai salah satu dari 20 tokoh pembawa perubahan dunia versi majalah Foresight. 

Diantara teman-teman yang lain, ternyata hanya Alam yang sudah tahu tentang sosok ABW. Dan setelah saya pikir-pikir lagi, mungkin karena ABW lah kami sampai hari ini bisa bersahabat. Karena keesokan harinya setelah acara seminar, kami mulai sering ngobrol ngalor-ngidul tentang gagasan-gagasan ABW, Indonesia Mengajar, politik, dan lain sebagainya. Mungkin begitulah cara persahabatan dimulai, yaitu saat dua orang atau lebih bertemu dalam satu frekuensi yang sama. Dan saya dan Alam bertemu dalam frekuensi Anies Baswedan. Entah Alam setuju atau tidak dengan teori saya tersebut. Ah itu tidaklah penting. Saya ingin kembali bercerita tentang awal mula saya mengagumi ABW.

Saat acara seminar berlangsung, ABW menyampaikan ceramah sekitar 30-45 menit. Selama beliau ceramah, saya berulang kali tergugah, tercerahkan, dan terinspirasi dengan gagasan-gagasan yang beliau sampaikan. Inti ceramah beliau setidaknya ada tiga hal. Pertama, beliau menekankan tentang perlunya kita untuk optimis menatap masa depan Indonesia. Apalagi kita punya modal besar. Bukan modal sumber daya alam, tetapi 250 juta sumber daya manusia Indonesia. Kedua, beliau mengulas tentang situasi kepemimpinan nasional dan gagasan dalam mencegah serta memberantas korupsi. 

Dan yang ketiga, beliau menekankan tentang pentingnya bidang pendidikan sebagai pilar utama dalam pembangunan bangsa. Di sela-sela pemaparan itu beliau juga singgung tentang program Indonesia Mengajar. IM merupakan program pengiriman anak-anak muda terbaik Indonesia ke pelosok negeri untuk menjadi guru selama satu tahun. Tujuannya ada dua. Pertama, yaitu untuk mengisi kekurangan guru SD di pelosok-pelosok negeri. Kedua, sebagai training kepemimpinan bagi anak-anak muda Indonesia. Harapannya, dengan tinggal bersama rakyat Indonesia di pelosok negeri yang tanpa listrik, tanpa sinyal telepon, dan belum tentu ada running water, mereka kelak menjadi pemimpin bangsa yang memiliki world class competence and grasroots understanding.

Selain gagasan-gagasan yang cemerlang, ABW memukau saya dengan cara berpidatonya. ABW memang tidak segarang Soekarno yang dijuluki singa podium, tidak juga seberapi-api Surya Paloh, tetapi ABW memukau dengan kombinasi tatapan mata, gesture, dan intonasinya yang meyakinkan serta kelihaiannya meramu kata-kata yang indah. Bagi saya kemampuan berpidato yang baik itu penting. Dan ABW adalah satu dari hanya sedikit tokoh bangsa hari ini yang pidatonya tidak menjadi ‘nyanyian’ pengantar tidur para pendengar. Siapapun yang merasa sebagia pejabat publik, boleh belajar dari ABW agar setiap sambutannya menjadi sambutan yang disimak penuh antusias, bukan didengar dengan malas.

Setelah momen seminar tersebut, saya mulai banyak mencari informasi tentang profil ABW. Artikel-artikel di internet yang memberitakan ABW saya baca. Tulisan-tulisan yang ditulis sendiri oleh ABW juga saya baca. Setiap ada acara di Bandung yang menghadirkan ABW sebagai pembicara, pasti saya kejar. Setiap ada acara di televisi yang menghadirkan ABW sebagai bintang tamu atau narasumber, pasti saya tonton. Tidak hanya itu, saya juga banyak mengunduh video-video pidato atau ceramah ABW dari internet. Video-video tersebut saya tonton berulang kali, tak pernah bosan. Bahkan jika sedang kurang semangat beraktivitas dan berkarya, video pidato ABW adalah salah satu mood booster saya.

Walaupun begitu, salah jika ada orang yang menilai ABW hanya sekedar jago berbicara. Jika ada yang berpikir begitu, silahkan cari di mbah google tentang track record ABW. Jangan hanya track recordnya ketika dewasa yang karya-karya serta sumbangsihnya untuk bangsa sudah terpampang nyata, tetapi lihat juga track recordnya sejak ia masih di bangku sekolah. 

ABW sudah berprestasi sejak belia dan remaja. Berbagai macam prestasi baik di bidang akadamik maupun non akademik terukir indah di riwayat hidupnya. Selain itu, ketika ia menjadi salah satu peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat, ia mampu merekrut hampir 30 ribu relawan Turun Tangan tanpa bayaran satu sen pun. Mereka (termasuk saya) menjadi relawan bukan karena diimingi jadi kaya, tetapi karena percaya.

Kegilaan saya dalam mengidolakan ABW membuat saya sering mencoba meniru gaya berpidatonya setiap saya mendapat kesempatan berbicara di depan umum atau pun setiap mengajar di kelas. Sangat sering juga saya mengutip kalimat ABW ketika berpidato, berdiskusi di sebuah forum, atau pun di artikel-artikel yang saya tulis.

Kegilaan saya dalam mengidolakan ABW membuat saya secara tidak sadar sering menceritakan profil ABW ke teman, sahabat, anak didik, rekan guru, dan orang-orang dimana saja (termasuk di pelosok Anambas tempat saya bertugas saat ini). Boleh jadi diantara mereka mungkin ada yang heran kenapa saya begitu mengidolakan ABW. Boleh jadi diantara mereka juga ada yang terganggu setiap kali saya menceritakan ABW.

 Tetapi saya tidak peduli, saya hanya ingin menularkan virus positif kepada banyak orang. Bukan agar mereka menjadi pengagum ABW, tetapi agar mereka menjadi orang-orang optimis, orang-orang yang lebih memilih menyalakan lilin daripada mengutuk gelap, memacu diri agar memiliki kompetensi kelas dunia dan memahami akar rumput, dan ikut turun tangan dalam melunasi janji kemerdekaan, sesuai dengan pesan-pesan ABW.

Tetapi seandainya banyak orang yang tertular menjadi penggemar ABW pun tidak masalah. Toh hari ini kita kekurangan stock tokoh idola yang layak dijadikan panutan, apalagi idola di ranah politik. Kalupun ada, tokoh idola kita pastilah tokoh-tokoh bangsa yang sudah tiada. Jika semakin banyak yang mengidolakan ABW, mudah-mudahan kelak takdir membawanya menjadi Presiden Indonesia.

Begitulah sesi curahan hati saya dalam mengobati kekecewaan pencopotan ABW dari kursi Mendikbud. ABW adalah orang yang tulisan-tulisannya saya baca berulang kali, video-video pidatonya saya tonton berulang kali, dan kalimat-kalimatnya saya kutip baik ketika berbicara maupun menulis berulang kali, tak pernah bosan. 

Karena ABW, saya bisa tergugah untuk mendidik anak-anak di penjuru Indonesia (walaupun bukan melalui jalur IM). Karena ABW, saya berusaha untuk selalu menjadi orang yang optimis, menyalakan lilin daripada mengutuk gelap, turun tangan daripada urun angan, dan menempa diri agar bisa menjadi pribadi yang memiliki world class competence and grassroots understanding. Karena ABW, saya tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Kamu adalah siapa yang kamu idolakan :) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun