BPJPH berdiri pada 11 Oktober 2017 adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan produk halal. Sebelum keberadaan BPJPH, telah dibentuk UU No. 33 Tahun 2014 tentang Halal Assurance System di Indonesia, dan 25 tahun sebelumnya dibentuk LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia). Pada tahun 1989 orang Indonesia menghadapi kasus lard (isu lemak babi) tanpa adanya perlindungan negara, sehingga untuk mengatasinya maka dibentuk BPJPH.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama sebagai unit eselon I termuda di Kementerian Agama ini telah mencapai sejumlah capaian jaminan produk halal (JPH). Pertama, jumlah produk yang disertifikasi halal rata-rata meningkat setiap tahun. Layanan sertifikasi halal sudah dimulai dari 17 Oktober 2019.Â
Artinya, sudah lebih dari tiga tahun layanan sertifikasi halal dilakukan BPJPH. Sebanyak 749.971 produk telah disertifikasi halal selama periode 2019--2022, menurut data Sistem Informasi Halal (SiHALAL) yang dirilis pada 2022. Jumlah produk yang disertifikasi halal rata-rata mencapai 250 ribu setiap tahun, menurut data yang dihimpun oleh Kementerian Agama. Jumlah sertifikasi halal telah meningkat jika dibandingkan dengan jumlah sebelum BPJPH berdiri. Sebelumnya, rata-rata jumlah produk tersertifikasi halal per tahun hanya 100 ribu.
Jadi sekarang setelah BPJPH berdiri menjadi naik sekitar 2,5 kali lipat. BPJPH terus berusaha untuk meningkatkan pencapaian sertifikasi halal. Segala upaya BPJPH kerahkan untuk meningkatkan capaian sertifikasi halal. Hal ini dilakukan untuk mencapai cita-cita agar Indonesia menjadi produsen produk halal nomor satu di dunia pada tahun 2024. BPJPH juga memperbaiki semua aspek. Ini dimulai dengan penerbitan satu Peraturan Pemerintah, lima Peraturan Menteri Agama (PMA), tiga Keputusan Menteri Agama (KMA), satu Peraturan Badan, dan delapan Keputusan Kepala Badan. BPJPH telah melakukan transformasi digital dalam proses registrasi untuk membuat proses sertifikasi halal lebih mudah, lebih murah, dan lebih cepat. Saat ini, SiHALAL sudah terintegrasi dengan OSS BKPM dan sistem Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Selain itu, pendaftaran sertifikasi halal juga dapat dilakukan secara daring di ptsp.halal.go.id, yang diharapkan akan meningkatkan jumlah pendaftaran karena menjadi lebih mudah.
Setelah tarif sertifikasi halal telah diatur oleh Kementerian Keuangan, proses bisnis yang dilakukan menjadi lebih jelas. Berdasarkan PMK 57 tahun 2021, sudah ada parameter tarif yang jelas, dan lebih murah dibandingkan sebelum-sebelumnya. Program fasilitas di bidang registrasi dan sertifikasi halal diperkuat. Pada tahun 2020, sekitar 3.000 pemilik usaha mikro kecil (UMK) menerima sertifikasi halal dari BPJPH. Angka ini akan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya. Setelah tarif sertifikasi halal ditetapkan oleh Kementerian Keuangan, proses bisnis yang dilakukan menjadi lebih jelas.Â
Berdasarkan PMK 57 tahun 2021, sudah ada parameter tarif yang jelas, dan lebih murah dibandingkan sebelum-sebelumnya. Selain itu, program fasilitasi di bidang registrasi dan sertifikasi halal diperkuat. Pada tahun 2020, sekitar 3.000 pemilik usaha mikro kecil (UMK) menerima sertifikasi halal dari BPJPH. Pada tahun 2021, angka ini meningkat.
BPJPH telah meluncurkan juga program sertifikasi halal menggunakan mekanisme pernyataan pelaku usaha (self-declare). Tahun 2022, program Sehati dilanjutkan hingga saat ini. Di 2023 ini, BPJPH memberikan fasilitasi bagi 349.834 pelaku UMK yang mengajukan sertifikasi halal melalui mekanisme self-declare. Bidang pembuatan dan pengawasan produk halal juga terus diperbaiki. Saat ini, BPJPH telah menggandeng 151 Lembaga Pendamping Proses Produk Halal (LPPPH), yang terdiri dari lembaga pendidikan tinggi dan organisasi Islam.Â
Selain itu, BPJPH telah menyertifikasi 344 manajer proses produk halal (PPH) dan 18.248 pendamping proses produk halal. Jumlah ini akan terus BPJPH tingkatkan agar bisa menjangkau 37 provinsi di Indonesia. Bidang kerja sama dan standar halal juga mengalami proses yang sama. BPJPH menandatangani kerja sama dengan 203 lembaga dalam negeri dan empat lembaga luar negeri.
Sejak tahun 2017, terdapat beberapa perkembangan baru terkait dengan aturan hukum-bisnis-etika terkait serba halal di Indonesia. Jika sebelumnya jaminan produk halal (JPH) dilaksanakan oleh masyarakat dan bersifat voluntary, melalui UU No. 33 tahun 2014, tugas JPH beralih dan menjadi tanggung jawab negara (pemerintah) dan bersifat mandatory.Â
Sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), pemerintah pada tahun 2017 mendirikan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang bertugas mengatur dan mengawasi sertifikasi halal produk serta memberikan izin usaha halal bagi produsen dan bisnis.Â
Mulai tanggal 17 Oktober 2019, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag menggantikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Komestika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) sebagai otoritas pemberi sertifikat halal. Kewajiban bersertifikat halal oleh BPJPH mulai diberlakukan sejak 17 Oktober 2019.
Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal) ini memiliki tujuan untuk mengatur kehalalan produk, baik makanan maupun non-makanan, dan memastikan bahwa produk yang beredar di Indonesia sesuai dengan prinsip halal. Undang-undang tersebut juga mewajibkan produsen, importir, dan distributor untuk mendapatkan sertifikasi halal untuk produk mereka sebelum dijual di Indonesia.Â
Hal ini memiliki dampak besar terhadap industri makanan dan minuman, serta industri lain yang terkait. Dalam UU JPH, yang dimaksud dengan produk adalah "barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat".Â
Sertifikasi sendiri hanya diwajibkan bagi produsen yang mengklaim produk mereka halal. Sementara bagi pengusaha produk yang mengandung unsur haram menurut syariat Islam seperti babi atau alkohol mendapat pengecualian. Meski demikian, produk-produk yang dinilai haram harus mencantumkan keterangan tidak halal.
Pada tahun 2019, pemerintah Indonesia mengumumkan rencana untuk mewajibkan semua produk makanan dan minuman yang dijual di Indonesia memiliki label halal. Ini adalah langkah penting untuk memberikan informasi yang jelas kepada konsumen tentang status halal produk. Pemerintah Indonesia juga berupaya untuk meningkatkan pemahaman tentang halal melalui pendidikan dan pelatihan kepada para produsen, pemangku kepentingan bisnis, dan masyarakat umum. Ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya standar halal dan bagaimana mengikuti regulasi yang berlaku.Â
Selama periode ini, kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya konsumsi produk halal terus meningkat. Ini mendorong perubahan dalam perilaku konsumen dan memberikan insentif bagi produsen dan bisnis untuk mematuhi standar halal. Lembaga-lembaga sertifikasi halal di Indonesia juga mengalami peningkatan dalam kapasitas dan kualitas layanan mereka untuk memenuhi permintaan sertifikasi halal yang semakin meningkat.
LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) adalah lembaga yang melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan produk. Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) diperkuat dan diperluas untuk memastikan standarisasi jaminan produk halal. Dibandingkan sebelumnya, Indonesia hanya memiliki tiga LPH, tetapi di 2022 sudah ada 28 LPH. Tidak kurang dari 497 auditor halal telah dilatih dan disertifikasi. Saya berharap minimal ada 30 LPH akhir tahun 2023 ini, jadi jumlahnya bisa meningkat 10 kali lipat. Saya juga berharap berbagai upaya ini dapat mempercepat proses sertifikasi halal di Indonesia.
Indonesia juga memiliki roadmap pengembangan ekonomi syariah dan industri halal nasional. Salah satu poin penting roadmap itu adalah menjadikan Indonesia sebagai pusat atau destinasi halal dunia (global halal hub). Ekspektasi menjadikan Indonesia sebagai global halal hub dan produsen terbesar produk halal di dunia sesungguhnya amat rasional. Kita memiliki apa yang disebut sebagai modal halal (halal capital). Dari sisi modal religius dan demografis, Indonesia memiliki jumlah pemeluk muslim terbesar di dunia, mencapai 209,1 juta jiwa atau sekira 13,1% dari populasi muslim dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H