Untuk kenaikan upah minimum, ini merupakan yang kali ketiga sejak 2015. Kenaikan upah minimum per jam dari US$10 menjadi US$11 setelah pelatihan. Hal ini ditujukan untuk mengurangi angka pengangguran Amerika yang mencapai 4,1 persen. Angka yang terendah selama 17 tahun. Selain kenaikan upah, Walmart menawarkan bonus sebesar US$ 1.000 atau Rp 13,3 juta (kurs hari ini US$ 1 = Rp 13.355) dan memperpanjang cuti bagi ibu hamil dan melahirkan. Perusahan ritel ini menegaskan bahwa bonus tersebut akan menguntungkan lebih dari 1 juta pekerja di Amerika Serikat.
Ironi disini adalah disaat pegawai lain banyak yang dipecat dan kehilangan mata pencaharian dan pendapatan, pegawai yang tetap bekerja justru diberikan kenaikan upah. Menurut saya, ini tidaklah adil dan menyimpang dari teori keadilan. Perusahaan membuat kebijakan yang dapat dinilai menyimpang bagi banyak orang.
Pemerintah mendukung kebijakan mereka dan menilai sudah sesuai legalitas yang ditetapkan. Tetapi hal ini jelas tidak baik bagi hubungan antara mantan pegawai dengan pegawai yang masih bekerja disana maupun dengan pihak perusahaan.
Berita penutupan beberapa cabang sempat menuai kritik dari banyak pihak, "Kenaikan upah yang dilakukan Walmart tidak lain adalah upaya untuk mengalihkan perhatian bahwa mereka memberhentikan ribuan pekerja dan pegawai yang tersisa tetap menerima upah rendah" kata aktivis Randy Parraz, Direktur United Food and Commercial Workers Union (UFCW). Sementara itu, pesaing Walmart, Target Corp., menaikkan upah minimum menjadi US$11 sejak September lalu. Perusahaan ini akan kembali menaikkan upah minimum menjadi US$15 pada 2020.
Ini bisa dipandang sebagai dalih untuk persaingan saja. Walmart berusaha untuk menyaingi para pesaingnya tetapi terlihat dengan memperalat dan mengorbankan pegawainya. Mereka juga berusaha meyakinkan pemerintah agar bisa mendukung kebijakannya ini. Meskipun pemerintah mendukung, tetap saja banyak pihak lain tidak setuju dengan perlakuakn Walmart terhadap pegawainya tersebut. Soal kebijakan perpajakan yang baru, Partai Demokrat menolak undang-undang yang mengurangi tarif pajak sebagian besar individu.
Peraturan perpajakan tersebut dinilai akan memperluas kesenjangan pendapatan antara yang kaya dan miskin. Hal ini terbukti sekarang dengan kesenjangan antara mantan pegawai dengan pegawai yang masih bekerja di Walmart. Tidaklah adil, mantan pegawai kesulitan dari segi ekonomi sedangkan pegawai yang tetap bekerja bisa menikmati kenaikan upah mereka. Dari sisi Walmart, mereka tetap menikmati keuntungan bahkan mengalami kenaikan keuntungan dari keberhasilannya menyaingi para perusahaan pesaingnya.
Pada Mei 2018, dilansir dari spn.or.id, perempuan buruh pabrik di beberapa negara Asia termasuk Indonesia, yang mengerjakan pakaian bagi raksasa retail global Walmart berisiko tinggi menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual, demikian laporan sejumlah lembaga pembela hak asasi manusia (HAM). Temuan dari koalisi pembela HAM menunjukkan meluasnya praktik pelecehan seksual dan kekerasan fisik, seperti tamparan dan ancaman jika para buruh menolak pelecehan seksual dari atasan mereka.
Berdasarkan wawancara terhadap sekitar 250 buruh di 60 pabrik pemasok Walmart yang tersebar di Indonesia, Bangladesh dan Kamboja, koalisi lembaga donor itu mengatakan bahwa para perempuan, "Secara sistemik mengalami kekerasan" dan ketakutan jika melaporkan atas tekanan yang mereka alami. Koalisi yang sama melakukan investigasi selama lebih dari enam tahun sebagai bagian dari upaya untuk memaksa perusahaan-perusahaan Barat agar memperbaiki keamanan kerja dalam rantai pasokan mereka.
Temuan dari koalisi pembela HAM menunjukkan meluasnya praktik pelecehan seksual dan kekerasan fisik, seperti tamparan dan ancaman jika para buruh menolak pelecehan seksual dari atasan mereka. Kata Anannya Hattacharjee, "Ini adalah persoalan gawat yang sangat serius". Beliau merupakan perwakilan dari lembaga Asia Floor Wage Alliance yang tergabung dalam koalisi. Ia menimpali, "Yang dilihat banyak orang hanyalah mode pakaian yang murah dan menarik. Tidak ada yang tahu mengenai kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan di dalam rantai pasokan industri itu".
Koalisi yang terdiri dari lima lembaga tersebut membuat laporan 43 halaman bahwa insiden yang mereka catat hanyalah puncak dari gunung es, yakni baru di permukaan dan kuat dugaan lebih banyak kasus yang belum terkuak. Dilaporkan pula bahwa stigma dari masyarakat dan risiko tindakan balasan membuat banyak perempuan memilih untuk diam. "Persoalan semakin sulit karena perempuan tidak ingin melaporkan apa yang mereka alami. Bagaimana mereka bisa mengharap pertolongan dari serikat buruh, jika pemimpin serikat kebanyakan laki-laki?" kata Khun Taro dari lembaga Center for Alliance of Labour and Human Rights yang berkantor di Phnom Penh, Kamboja.
Perlakuan yang dialami oleh para buruh terutama buruh-buruh Indonesia ini sangatlah tidak manusiawi. Hal ini sudah jelas melanggar peraturan. Lebih jelasnya, Walmart telah melanggar HAM atas para buruh tersebut. Sangat tidak etis sebuah perusahaan melakukan hal tersebut kepada pegawainya.