Di sela-sela pekerjaan mereka, Aris bergumam, "Aku nggak percaya ini, tapi kayaknya memang ada perubahan sedikit."
Izzat tersenyum. "Lihat kan? Ini baru permulaan. Kita harus sabar."
Yaka menambahkan, "Kalau kita terus lakukan ini, lama kelamaan kita bisa mempengaruhi orang lain untuk ikut."
Seminggu kemudian, saat mereka kembali ke sungai itu, lebih banyak orang yang bergabung. Orang-orang dari lingkungan sekitar yang awalnya ragu mulai tertarik dengan apa yang dilakukan oleh Izzat dan Yaka. Mereka membawa alat-alat, dan beberapa bahkan mulai menanam pohon di sepanjang tepian sungai.
Yaka, melihat semua orang bekerja dengan antusias, merasa bangga. "Aku tahu kita bisa melakukannya. Lihat, orang-orang mulai sadar. Semua dimulai dari langkah kecil."
Izzat menatap sungai yang mulai bersih dengan harapan baru. "Dulu aku berpikir semua ini sia-sia. Tapi sekarang aku paham, perubahan nggak perlu besar sekaligus. Yang penting, kita nggak berhenti mencoba!"
Aris yang selama ini pesimis, kini tersenyum lebar. "Aku harus akui, kalian berdua benar. Ternyata hal kecil kayak gini bisa bawa dampak besar!"
Namun, masalah mereka belum selesai. Meskipun ada perubahan kecil di lingkungan sekitar, berita-berita buruk dari luar tetap menghantui mereka. Kebakaran hutan semakin meluas, dan banjir di pesisir semakin parah. Pada suatu malam, Izzat duduk di depan rumahnya, merenungkan apa yang bisa ia lakukan selanjutnya.
Yaka mendekatinya, duduk di sampingnya. "Apa yang kamu pikirkan, Izzat?"
Izzat menatap langit kelabu di atas mereka. "Kadang aku merasa apa yang kita lakukan nggak cukup. Dunia di luar sana masih hancur. Aku ingin berbuat lebih, tapi aku nggak tahu harus mulai dari mana."
Yaka diam sejenak, lalu berkata, "Aku paham perasaanmu. Tapi ingat apa yang selalu kita katakan---perubahan dimulai dari hal kecil. Kita nggak bisa mengubah semuanya sekaligus, tapi kita bisa menginspirasi orang lain untuk ikut bergerak."