Mohon tunggu...
Mohamad Gozali
Mohamad Gozali Mohon Tunggu... -

Bergerak dan terus berkarya tanpa nanti tanpa tapi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

PR Buat Guru

10 Juni 2017   00:21 Diperbarui: 10 Juni 2017   00:43 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata melotot dengan tangan bertengger di pinggang serta raut muka dibuat serem, tiga baris kancing baju atas ke bawah dibuka terlihat kalung di dadanya, ya itulah Wano nama panggilan seorang siswa SDN Damparkarangan x Kebondalem Pemalang.

Dengan suara lantang layaknya calo bus omprengan trayek Pemalang Tegal yang sedang mencari penumpang, dia membentak teman-temannya yang berada di dalam kelas “duduk! Berani berdiri sama halnya menentangku, preman beken super ganteng agak krempeng sedikit dikelas ini, ha ha ha…

Tidak seorangpun teman satu kelas yang berani berdiri apalagi bergerak persis seperti sapi yang dicocok hidungnya.

Badannya kecil, kerempeng, muka morfinis mungkin jika tertiup angin putingbeliung, dia akan terbang melayang. Padahal temannya yang memiliki postur tubuh lebih besar dari dia banyak, tetapi  fenomena aneh terjadi di sini, mereka takut dengan Wano si anak ceking dengan tampilan casing jadul ibarat kata handphone.

Tak selang beberapa waktu si kinong yang kebetulan duduk di pojok paling belakang, berdiri sambil nunjuk-nunjuk kearah Wano, kontan saja keluarlah tanduknya dan siap menyeruduk si kinong, “Kamu sudah berani main tunjuk-tunjuk sama aku ya, tahu gak apa akibatnya?” begitulah ancaman yang sangat familier di telinga kinong dan kawan-kawan.

Dengan ketakutan Kinong berucap, maaf tar, belakang kamu…..”. Belum selesai si kinong berbicara seakan ada petir menyambar pita suara Kinong, sehingga tanpa dikomando suara Kinong berhenti seketika.

“Apa kamu bilang? tar… tar…. emang aku gitar, sembarangan! nglonjak ya kamu, sekali lagi kamu berani begitu sama preman ganteng, bogem mentah sudah saya siapkan buat kamu”. Sambil mencak-mencak layaknya sipitung dari betawi, sampai-sampai tangan kanannya sempat mendarat pada sebuah benda empuk agak keras.

“Wano!” teriak seseorang dengan suara agak berat tepat dibelakangnya, seseorang berbadan tegap, dengan pakaian safari berpeci dan kacamata bertengger di atas hidungnya. Ia tidak menyangka kalau tangannya menampar wajah sang guru.

“ma..ma..maaf pak, tidak sengaja.” Dengan gemetar Wano meminta maaf kepada gurunya.

“apa apaan ini?” Tanya pak Bakri

“nggak ada apa-apa kok pak”, jawab Wano

“terus kamu didepan kelas bentak-bentak temanmu, maksudnya apa?” Tanya pak Bakri keheranan.

“a…a…anu pak guru, eemm…. Ini tadi kami sedang belajar akting pak, saya memerankan tokoh antagonis, truss nanti gantian teman-teman maju setelah giliran saya.” Begitulah jawaban Wano layaknya seorang diplomatik tingkat RT, dengan memandang temannya satu persatu sambil dikerlingkan matanya sesekali melotot, dimaksud agar temannya mengamini.

“trus itu matamu kenapa?”

“nggak apa-apa pak, mataku ini tadi sepertinya kemasukan debu.”

“memangnya kalau kemasukan debu harus melotot?” aneh-aneh kamu, sudah duduk sana ke tempatmu, kita mulai pelajaran Matematika.”

Begitulah keseharian Wano sang preman kelas 4 yang selalu saja usil, sehari saja tidak usil seakan akan kehilangan duit ratusan ribu. Dasar Wanoreh (nama lengkap Wano) preman jadi - jadian dari SD Damparkarangan, hehe..

Mungkin kejadian ini pernah juga ada ditempat lain, memang tingkah polah anak ada banyak sekali factor yang mempengaruhinya, factor lingkungan di rumah disinyalir paling besar menyumbang terbentuknya pribadi anak, sehingga lingkungan sekolah yang baik sangat membantu untuk bisa menekan laju pertumbuhan akhlak buruk anak-anak kita.

“Yang saya ceritakan ini kemungkinan besar pernah anda dengar, di suatu desa minuman keras bukanlah hal yang asing dijumpai apalagi di daerah pantura yang dekat dengan laut, minuman keras seperti minuman biasa sehingga tempatnyapun tidak di botol lagi, namun di teko atau poci.

Tak ayal lagi anak-anak usia sekolah sudah banyak yang mencicipi minuman beralkohol tersebut, kalau sudah demikian lantas bagaimana? Mampukah sekolah menetralisir atau bahkan menghentikan kebiasaan orangtua murid untuk tidak minum minuman yang memabokkan tersebut?

Ini adalah PR terberat bagi guru dengan lingkungan semacam ini. Yang jelas selagi para pejuang pendidikan berangkat dengan niat tulus, bukan bekerja tapi berdakwah, suatu ketika pasti akan berubah.

Terkadang kita pesimis dengan guru-guru sekarang, mereka mengajar tetapi motivasinya hanya kerja, he he.. saya juga guru loh.. tetapi tidak semua guru begitu, banyak kok guru-guru yang baik, bahkan tidak kalah dengan Umar Bakri, tetapi saya juga tidak menyalahkan sepenuhnya kepada guru yang motivasinya hanya kerja, bagaimana tidak?! Pemerintah membuat aturan yang “memaksa” guru seperti itu. Tuntutannya guru harus professional yang diiringi dengan beraneka ragan produk undang-undang yang bernada “ancaman” jauh dari tauladan.

Pikiran hanya terfokus pada nasib guru secara pribadi, otomatis mereka menyelamatkan pekerjaanya dengan seabrek tuntutan pemerintah sehingga untuk memikirkan siswa jadi terbengkalai, menurut anda bagaimana ? tidak juga..atau ya juga...hehehe

Ya sudahlah, sebagai abdi Negara guru hanya bisa menjalankan aturan yang ada. bagi guru yang terpenting adalah mengajar dengan hati dan selalu “menjaga dan meluruskan niat”.

O ya, teringat guru saya dulu, waktu masih duduk di Aliyah Negeri Pemalang. Beliau adalah guru senior, sangking seniornya beliau tidak hafal nama-nama muridnya bahkan suaranyapun gak kenal.

Beliau mengajar sejarah Kebudayaan Islam nama beliau pak Idin (disamarkan). Di kelas kami teman teman seringkali mengerjai pak Idin, terkadang saya juga kasihan sekaligus juga takut dengan beliau. Beliau orangnya cuek tapi jangan coba-coba bikin beliau kesel, bisa berabe !

Bermacam karakter teman teman, yang menarik perhatian saya adalah ada teman yang selalu ngantuk kalau diajar pak Idin, ada dua temen saya yang begitu, yaitu Dowi dan Qulub ya merekalah yang selalu bertamasya di alam mimpi jika pelajaran pak Idin dimulai.

Suatu ketika ulangan lisan dan hafalan hadits terkait dengan sejarah islam. Pak Idin tergolong orang yang tidak sabaran.

“siapakah tokoh Islam yang pertama kali menyelenggarakan peringatan maulid Nabi Muhammad Sollallahu alaihi wasallam?” Beliau bertanya dengan kacamata di hidung sambil menyeleksi nama-nama yang ada di buku daftar nilai untuk ditunjuk menjawab. “coba kamu Dowi!”

Lama juga pak Idin menerima jawaban dari Dowi, “bagaimana Dowi, bisa nggak? Begitu saja gak bisa, memang kerjaanmu apa dirumah? Begitulah pak Idin walaupun beliau berbicara, tetap saja hanya daftar nilai siswa yang dilihat.

Ruri teman Dowi dengan cekatan menjawab,”Solahhudin Al Ayubi pak,”

“Nah begitu….jawab saja kok pakai lama”. Begitulah pak Idin beliau tidak tahu kalau yang jawab bukan Dowi. Ada yang tahu kenapa Dowi tidak menjawab? Yap! tidak meleset jawabanmu, dia lagi berduet dengan Qulub menjelajah seantero jagad raya mimpi. He he.. maaf ya kalau ada yang ngerasa.

Hafalan juga begitu, “Qulub maju!”begitulah pak Idin memanggil untuk hafalan hadits kedepan kelas.

Karena sudah terbiasa maka Tauhid salah satu teman saya yang galing pintar tanpa basa basi langsung maju karena melihat Qulub sedang terkapar tak berdaya akibat gempuran bertubi-tubi yang dilancarkan oleh pasukan kantuk.

Seusai maju tauhid ditanya siapa namamu?”

dengan jantung berdegup kencang Tauhid menjawab dengan pelan, Qulub pak”.

“Siapa?” yang kenceng, pak guru gak dengar!”

“Tauhid pak!”.

“Oh.. Quluuuub.” Ya sudah sana duduk!”

Dengan menghela nafas lega Tauhid duduk kembali di tempatnya semula.

yah..begitulah pak Idin dan siswa Aliyah. gurunya cuek, siswanya usil, kalau begitu ada yang salah dong! Siapa kira-kira? Kalau bisa jawab silakan jawab dalam hati, kalau terlalu sulit nanti tanya saja sama ibu atau bapak kamu di rumah, dijadikan PR saja juga boleh, karena waktunya dah mepet.

Ghozali,  pemalang city

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun