Mohon tunggu...
Mohamad Gozali
Mohamad Gozali Mohon Tunggu... -

Bergerak dan terus berkarya tanpa nanti tanpa tapi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Spiritual Love

30 Mei 2017   06:15 Diperbarui: 30 Mei 2017   06:53 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Hai ngapain kau kemari!” bentak solomon seorang kuli bangunan merangkap preman dari flores.

“Ya cari duit lah, trus lo juga ngapain di sini.” Sahut Amin balik bertanya.

Dengan tangan diatas pinggang dia tertawa dibuat-buat “Ha ha ha, punya nyali juga kau, itu artinya kau sudah berani cari gara-gara denganku. belum tau siapa aku sebenarnya, sudah lama juga aku belum makan orang. Eeh malah ada yang udah mengusik sang macan flores.” Gertak Solomon sambil menunjukkan tangannya yang kekar dibalut dengan lukisan berupa tato macan, dengan celurit di dada menempel pada kalung emas yang melingkar di lehernya.

Tiba- tiba ada tangan kasar memegang bahu Solomon, kontan saja dia menoleh ke belakang dilihatnya pria tegap berpostur tinggi dengan cambang yang begitu lebat menghiasai wajahnya nampak begitu berwibawa mengerlingkan salah satu matanya sambil menggerakkan kepalanya kebelakang. Tanpa berkata-kata. Dengan gemetaran Solomon sang preman gadungan langsung meninggalkan tempat.

“Kamu siapa, dan dari mana?” tanya orang bertubuh besar itu.

“Namaku Amin, tujuan saya di sini, adalah berjualan. Itu juga saran temen saya si Roji.” Jawab Amin

“Roji tukang foto keliling itu? Yang tinggal di Cilangkap?” tanya orang itu penasaran

“Tidak salah pak, dia temen saya.” Jawabku

“O..begitu ya, nama saya Aeron, pimpinan komplek sini. Mohon maaf atas sikap teman kami tadi yang tidak sopan. Kalau kamu mau jualan silakan saja bebas karena kita semua di sini juga pendatang.” Ujar Aoren dengan penuh hormat, seakan  tunduk dengan wibawa yang terpendam dari nama Roji yang selama ini belum pernah Amin ketahui.

Malam sudah begitu larut Amin berpamitan dengan Aeron serta orang-orang di kawasan itu, Jakarta begitu dingin dari kawasan proyek yang luas dengan tempat tinggal para pekerja yang sangat sederhana hanya papan-papan yang dibuat seperti panggung tanpa dinding Amin berjalan diantara lorong yang becek karena seharian Jakarta diguyur hujan, akhirnya Amin keluar dari kawasan proyek pembangunan mall Taman Anggrek yang konon katanya akan menjadi mall terbesar di Asia.

Jalanan di Ibu kota sudah mulai lengang, Amin terbiasa dengan keadaan seperti ini, ia menunggu bis metromini jurusan kampungrambutan di sebuah halte. Lama juga ternyata Amin menunggu dengan jaket rapat sampai menutupi bagian kepala, sesekali kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi. Tangan Amin dilambaikan mengharap bus metromini yang lewat. Dari kejauhan nampak orang setengah tua menarik gerobak sampah menelusuri sepanjang tepian jalan. Bulan seakan ragu untuk menampakkan dirinya, sehingga hanya terlihat samar-samar anjing berkeliaran mencari makan.

Tak lama kemudian Amin menangkap sebuah sorotan cahaya yang ia kenal datang dari sepasang lampu depan metromini jurusan Kampungrambutan.

“Rambutan, rambutan....!” teriak kernet bus

Bus berjalan pelan dan akhirnya berhenti tepat di depan halte tempat Amin menunggu kedatangan bus kesayangannya. Tanpa menunggu lama Amin bergegas naik dari pintu belakang Bus.

Begitulah keseharian Amin, sehabis isya ia keluar untuk menjajakan dagangannya menuju proyek Taman Anggrek di bawah liukan jalan Tomang yang bersusun layaknya mainan Toys. Dan pulang hingga jam 3 pagi ke cilangkap tempat ia mengabdikan diri pada masyarakat kampung pondokrangon jakarta timur.

Amin seorang pemuda yang datang dari kampung tepatnya dari desa Kebondalem kota Pemalang Jawa Tengah. Ia memiliki tujuan yang berbeda dengan kebanyakan orang yang hanya materi, namun lebih dari itu ia bertekad mencari ilmu dan pengalaman sekaligus mengabdikan diri pada masyarakat dengan berdakwah.

Adalah Azrul seorang pemuda yang dicari keluarganya sampai detik ini belum juga diketemukan. Keluarga juga sudah menghubungi pihak kepolisian namun hasilnya masih nihil. Kemarin Amin juga didatangi kedua orang tua Azrul.

“Mas Amin, saya jadi gak habis pikir. Dia masih SMP sekolah juga belum kelar, sebelum meninggalkan rumah dia sempat bersitegang denganku. Mau berdakwah keliling Jawa dia bilang” Tutur pak Zuhdi ayah kandung Amin.

“Ya pak Zuhdi dan juga ibu, dia juga pernah menuturkan itu ke saya, penjelasan demi penjelasan sudah saya sampaikan ke dia, setelah itu dia malah gak nongol lagi di pondok sampai sekarang berarti sudah tiga bulan ini” Kata Amin

“Itulah mas, saya jadi penasaran sebenarnya dia ngaji apaan sih, kok sampai segitunya, kalau saya tanya dia malah pergi, selama ia pergi ada yang pernah memergoki dia di rumah. Kebetulan kami berdua sedang diluar. Setelah kabar itu ada barang-barang rumah tangga kami yang hilang, seperti televisi, sepeda, cincin dan perhiasan. Apa mungkin anak saya yang ambil? Kalau memang dia ya sudah gak masalah, tapi buat apa? Ya semua ini mungkin salah kami terlalu sibuk” kata bu Zuhdi dengan wajah sedih sambil menitikkan air mata.

“Pak Zuhdi dan ibu, anda harus bersabar jangan lupa sholat malam gak boleh bosan-bosan berdoa mengharap curahan rahmat dari Allah subhanahu wataala, karena kejadian ini bukan tanpa di sengaja, namun memang sudah diskenario oleh Allah Subhanahu wataala. Di dunia ini tidak ada istilah kebetulan tetapi semua adalah bagian dari rencana Allah subhanahu wata’ala”. Sahutku memberi semangat kepada keluarga pak Zuhdi.

Tidak terasa ternyata sudah setengah tahun kejadian ini berlalu. Disebuah bus jurusan Jakarta- Bogor Amin duduk disebelah anak muda dengan topi pet di kepalanya, memiliki tujuan yang sama yaitu ke Bogor. Lalu lalang para pedagang asongan menjajakan dagangannya. Maklum bus omprengan, jadi bebas saja para pedagang, pengamen, bahkan copet berada di dalam bus sepanjang perjalanan.

Terlihat diluar nampak hujan begitu deras menutupi pemandangan di puncak pas. Dedaunan teh terlihat samar seperti lapangan yang terhampar luas dengan warna hijau agak putih bagai tertutup kabut. Jalanan licin karena hujan. Terlihat  meliuk liuk laksana ular yang sedang menari mengikuti alunan musik dari pengamen.

“Adik hendak kemana?” tanya Amin basa-basi kepada pemuda itu yang terlihat tertunduk dari tadi.

“Bogor .” jawabnya singkat

“Bogornya mana dik ?” Amin kembali mengajukan pertanyaan

“Cileungsi.” Lagi-lagi jawaban singkat terlontar dari mulutnya.

Amin sempat curiga, dia merasakan sesuatu yang aneh dari pemuda ini. Sepertinya Amin mengenal suara itu. Tetapi siapa? Dalam hati Amin berkecamuk penuh tanya. Setelah lama Amin ingat kalau suara pemuda itu mirip sekali dengan suara Azrul putra dari pak Zuhdi.

“oya kalau begitu sama dong, aku juga turun di cileungsi. Kebetulan ada saudara di sana.” Kata Amin

Namum tak sepatah katapun yang terlontar dari mulut pemuda ini. Seakan ada yang disembunyikan. Amin menjadi semakin penasaran dengan pemuda ini. Dari postur tubuh juga seperti Azrul. Amin tidak berani secepat itu menyimpulkan karena wajahnya tertutup dengan jenggot serta kumis melengkapi wajahnya. Sedangkan Azrul tidak berjenggot ataupun berkumis.

“Boleh kenalan gak?” tanya Amin

“Namaku Falah.” Jawab pemuda itu

“Saya Amin dari Pondokrangon Cilangkap. Kalau boleh tau asal mas dari mana? Saya punya tetangga namanya Azrul. Kalau melihat mas mengingatkan aku dengan dia. Dari postur tubuh sampai suara mirip dengan mas.”tutur Amin

Pemuda itu diam tak berkata-kata, hanya menunduk sambil memainkan gadged androidnya. Dia sama sekali tak mempedulikan Amin yang mengajaknya berbicara.

“Mas Falah, punya keluarga?” anak keberapa?

Pemuda itu masih saja diam seribu bahasa seakan tidak mendengar pertanyaan dari Amin.

“Mas Falah, saya punya murid dia tetangga saya, namanya Azrul. saya diminta bantuan oleh pak Kyai Mansyur untuk mengajar di pondok Daar El Ulum kelurahan Pondokrangon Cilangkap. Sudah enam bulan ini dia sudah tidak aktif lagi ngaji di pondok, menurut penuturan orangtuanya Azrul pergi dari rumah tanpa pamit sampai sekarang belum juga pulang. Mereka bilang kalau anaknya mau berdakwah keliling pulau jawa.

“oo....ya!?” sang pemuda itu mulai membuka suaranya.

Aku jadi kasihan sama orang tuannya, terlebih ibunya setiap pagi dan sore duduk di depan rumah seperti sedang menunggu seseorang. Pak Zuhdi juga sering main ke pondok hanya sekedar menghilangkan rasa kesepiannya, maklum Azrul adalah anak satu-satunya dalam keluarga itu. Pak Zuhdi menuturkan Azrul adalah anak yang disayangi kelak ia akan jadi penerusnya. Beliau sangat mendambakan seorang anak yang bisa dibanggakan. Beliau tidak akan menuntut apapun terhadap anaknya. Beliau siap untuk menyediakan apapun demi keperluan pendidikan anaknya sampai jenjang pendidikan paling tinggi sekalipun. Namun harapan itu pupus karena anaknya telah pergi meninggalkannya. Aku juga kadang ikut sedih jika beliau bercerita tentang anaknya sambil berurai air mata. Yah aku hanya bisa menghibur beliau biar tidak terlalu sedih. Badannya sekarang sudah mulai keriput dan kurus.

“Apakah pak Zuhdi sudah tidak kerja lagi?” tanya pemuda itu lirih.

“Sekarang beliau sudah pensiun”. Jawab Amin

“Beliau pernah minta bantuan kepadaku untuk mencari bayi yatim untuk diasuhnya, karena menurut beliau anak adalah harta yang paling berharga.” Amin menambahi.

Sang pemuda terlihat berhenti memainkan androidnya ada yang menetes dari matanya, butiran air jatuh membasahi gadgednya. Ia diam agak lama, sepertinya ada yang ia tahan. sesekali tangannya menyeka air mata yang keluar dengan sendirinya.

“Mas Falah nangis kenapa?” tanyaku

“Aku sangat terharu mendengar cerita mas Amin.” Jawabnya.

“Oo begitu ya”. kata Amin

Oya mas, ke Cileungsi cuma mau ke saudaranya atau ada keperluan lain? Tanya pemuda itu.

“Disamping silaturahmi ke saudara juga ada keperluan lain.” Jawab Amin

“kalau boleh tau keperluan apa ya?” tanya Falah penasaran.

“kalaupun aku beritahu kan juga nggak ada kaitanya dengan mas Falah ?! atau mungkin mas Falah mau bantu aku?”  tanya Amin balik

“Bogor-bogor” kernet memberi aba-aba, ternyata bus telah sampai di terminal Bogor Amin dan Falah berpisah di terminal. Pembicaraan pun terputus. Mereka berpisah sambil berjabat tangan.

Amin bergegas mencari bus kota tujuan cileungsi, sedangkan di kejauhan Falah masih saja santai diterminal duduk duduk sepertinya menunggu seseorang. Tak butuh waktu lama Amin telah mendapat bus tumpangannya menuju cileungsi. Singkat kata singkat cerita Amin sampai ke rumah kontrakkan saudaranya yang bernama Taufik.

“Assalamu alaikum” Amin beruluk salam sambil mengetuk pintu.

“Wa’alaikum salam.” Sahut orang dari dalam rumah.

Melihat seseorang menjawab salam Amin terjekut bukan kepalang. Dia melihat orang lain dirumah kontrakkan Taufik, namun ia sudah mengenalnya.

“Falah, apa aku tidak keliru?” ujar Amin dengan terbengong-bengong

Tidak lama kemudian Taufik saudara Amin juga keluar dari dalam kamar belakang.

“Amin, sendirian kamu? Kok kayaknya kamu dah kenal sama Falah, teman kamu ya? Tanya Taufik

“Boleh saya duduk?” tanya Amin

“Kau ini kayak tamu aja, ya silakan saja duduk.”sahut Taufik

“Begini, tadi dari Jakarta aku satu jok dengan Falah, ya dari situ aku kenal. Bukannya tadi kamu masih santai di terminal, kok sudah sampai duluan?” sahut falah kepada Taufik dan langsung bertanya kepada Falah karena penasaran.

“Ha ha ha biasa saja kali, justru mas Amin kenapa baru sampai, harusnya mas Amin sudah dari tadi sebelum aku datang.” Sahut Falah

“Tadi macet, juga ada ada saja, ban belakang meletus sampai jantungku mau copot tak kira ada bom, eeh ternyata bannya bocor, terpaksa dech nunggu ganti ban.” Cerita Amin singkat

“Falah tinggal sama ente Fik? ” tanya Amin

“Falah tolong bikin kopi sekalian buat bertiga, terus ambil biskuit dari dalam lemari tengah, atau mungkin kalau mau bikin mie rebus di situ juga ada mie satu dus.” Kata Taufik kepada Falah

“Ya mas.” Jawab Falah sambil berjalan kebelakang

“Betul Amin, ia tinggal bersamaku, waktu sepulang kerja aku dapati dia sedang nongkrong kedinginan disebuah tempat dekat tempat pembuangan sampah, trus aku samperin dia, aku tanya identitasnya, namun ia hanya bengong dan diam saja, singkatnya aku bawa ke rumah, esoknya baru aku tanya.” Cerita Taufik sambil berdiri dan melangkah mengambil peci yang terjatuh dari kastok.

“Terus......” tanya Amin semakin penasaran

“Setelah dia agak tenang dia bercerita sendiri, katanya dia dibawa dari pengajiannya ke tempat yang dia sendiri tidak tahu tempat apa itu. Katanya mereka bilang bahwa ia masih berhijrah.” Kata Taufik meneruskan ceritanya

“Ia kan tahu rutenya kemana saja, masa gak tahu daerah mana sih? Tanya Ami keheranan

“Ia bilang kalau dari tempat pengajian kedua matanya ditutup dengan kain tebal, dan baru dibuka setelah sampai ditujuan, di sana dibaiat, yang intinya ia harus patuh dan melakukan semua ajaran yang telah termaktub dalam kitab. Suatu ketika Falah berontak karena ia merasa ajaran golongan tersebut semakin meresahkan hatinya, maka ia minta untuk dikembalikan ke rumahnya, akhirnya falah dibawa dengan penutup mata dan dilempar dari atas kendaraan disebuah kawasan industri dekat pembuangan sampah atau limbah pabrik, nah di situlah aku menemukan dia.” Kata taufik buru-buru mengakhiri ceritanya karena melihat Falah berjalan menuju ruang tamu sambil membawa minuman.

“Silakan kopi dan snak biskuitnya sudah siap untuk dinikmati, saya ke belakang dulu takutnya air dari dalam panci tumpah sebab aku lagi ngrebus mie.” Kata Falah mempersilakan.

“Terima kasih ya.” sahut Amin

“Ya mas santai aja.” Jawab Falah sambil melangkah menuju ke belakang.

“Nah aku lanjutkan, aku ajak dia tinggal bersamaku di sini karena keluarganya belum ketemu, sudah beberapa minggu ini ia kusuruh ke Jakarta untuk menemui keluarganya di rumah, tapi sampai saat ini belum ketemu rumahnya, kata tetangganya orangtuanya sudah pindah di Bekasi, tapi gak jelas juga bekasinya di mana. Falah juga sudah coba hubungi via handphone tetapi nomornya sudah tidak ada yang aktif.” Kata Taufik

“Sebentar Fik, ia punya saudara gak?” tanya Amin

“Ia bilang ia anak semata wayang.” Jawab Taufik

“Kembali ke ajarannya, apa dia pernah cerita tentang itu ? ”Tanya Amin seakan sedang mencari bahan untuk dirangkai menjadi suatu jawaban yang mengarah pada permasalahan Azrul.

“Ya katanya sih setiap bulan dia harus sodakoh ke pimpinannya dengan cara mencuri barang milik orangtuanya, artinya barang itu harus didapat tanpa sepengetahuan orangtuanya, bukan meminta.” Kata Taufik

“Wah enak dong, jadi cepet kaya tuh si ketua sukunya dan gak enak di anak buahnya.” Kata Amin, dalam hatinya dia berucap.”semakin mengerucut saja permasalahan yang selama ini aku hadapi.”

Belum selesai mereka bicara Falah datang dengan tiga mangkok mie rebus yang masih panas di bidang papan lebar. Terputuslah perbincangan tersebut.

“Sudah lapar kan? Dimakan dulu yuk mumpung masih hangat.” Kata Falah mempersilakan keduanya

“Oke terima kasih banyak.” Sahut Amin

Mereka bertiga pun menyantap mie rebus dengan penuh keakraban, terlebih Amin dan Falah sangatlah lahap, ya maklum karena habis dari perjalanan jauh.

Sehabis makan ketiganya kembali terlibat dalam perbincangan, maklum sudah lama Amin sudah tidak bertemu dengan Taufik.

“Mas Falah pernah lihat orang seperti aku gak?” tiba tiba Amin bertannya

“Maksud mas gimana?” Falah balik bertanya

“Ya maksudku sebelum ketemu dengan aku di sini, pernahkah mas Falah ketemu dengan saya?” kembali Amin mengulang pertanyaan

Seketika itu juga Falah tertunduk dan tiba-tiba saja menubruk Amin sambil terisak, menangis sejadi-jadinya. Amin dan Taufik pun kaget dan terbengong, “ada apa ini?” tanya Amin dalam hati.

“Falah ada apa? Kenapa menangis?” tanya Taufik penasaran sambil memegang pundaknya.

Sambil sesenggukkan Falah bercerita panjang lebar dan ia mengatakan yang sebenarnya kalau dia sesungguhnya Azrul yang selama ini menghilang. Amin pun mengucapkan syukur sambil memeluk Azrul dengan lembut kemudian melepaskan pelukannya dan berujar, “Azrul, ternyata Allah mendengar do’a orangtuamu, dan kau selamat.”

“Mereka berdua sangat mencintai kamu, sekarang kau harus menemui mereka. Mereka ada di pondok Daar El Ulum, semenjak kau pergi mereka pindah dari rumah ke komplek pondok, mereka tergolong orang yang tabah dan gak kenal putus asa dari rahmat Allah, hidupnya sepenuhnya untuk mengabdi kepada Allah, mereka memililiki spriritual loveini yang menjadi kekuatan mereka dalam menghadapi masalah selama ini, berdua pernah menuturkan kepadaku tentang azamnya berumroh dengan anak satu-satunya, kelak setelah anaknya kembali. mereka sangat yakin kalau anaknya yaitu kamu pasti akan pulang.” Panjang lebar Amin bertutur membuat Azrul semakin menangis penuh penyesalan.

Begitu cinta orangtua kepadanya ternyata hanya berbalas kekecewaan.

Setelah kejadian itu Azrul akhirnya kembali kepada orangtuanya. Kerasnya orangtua, rewel dan bawelnya orang tua semua itu hanya satu tujuannya yaitu karena cinta dan ingin membahagiakan anak-anaknya. Maka sekalipun jangan membuat orang tua sakit hati.

Kalau belum bisa membahagiakan dan membalas kebaikan orangtua minimal jangan sampai mengecewakan mereka. Yang masih punya orangtua beruntunglah masih ada kesempatan untuk membuat mereka bangga,

Bagi kamu yang orangtuanya sudah meninggal, maka berbuat baiklah dan jadilah anak soleh yang selalu mendoakan mereka berdua, dengan berbuat baik maka keduanya akan mendapat pahala karena memiliki anak soleh sebagai jariyah mereka.

milikilah spiritual love nicaya apapun bisa kau raih. Membahagiakan orang tua karena cintanya engkau kepada Allah subhanahu wata’ala. Wallahu ‘alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun