Di tengah hiruk pikuk kawasan kampus Unikom Bandung, ada sosok unik yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mahasiswa dan warga sekitar. Dialah Sari, seorang pengamen yang telah melegenda dengan ciri khasnya yang tak terlupakan: ucapan "Aya Meureun" yang selalu dia selipkan dalam setiap penampilannya.
Sari bukanlah pengamen biasa. Di era digital ini, dia telah beradaptasi dengan perkembangan zaman. Yang membuat lebih menarik, Sari menerima pembayaran melalui QRIS, sebuah sistem pembayaran digital yang memudahkan para penonton memberikan apresiasi atas penampilannya. Selain itu, dia juga menerima "bayaran" berupa rokok dari para penontonnya.
"Aya Meureun," yang dalam bahasa Sunda berarti "Mungkin Ada," telah menjadi semacam trademark yang membuat Sari mudah dikenali. Kata-kata sederhana ini selalu mengundang senyum dan tawa dari siapa saja yang mendengarnya, menciptakan momen menghibur di tengah kesibukan aktivitas kampus.
Di siang yang cukup terik, saya berkesempatan berbincang dengan Fauzi, mahasiswa semester 5 Unikom yang telah mengenal baik sosok Sari sang pengamen legendaris. Sambil menikmati secangkir kopi di salah satu kedai dekat kampus, Fauzi membagikan pengalamannya berinteraksi dengan Sari.
"Pertama kali saya ketemu Sari itu waktu masih jadi maba (mahasiswa baru) tahun 2022. Saat itu saya kaget karena ada pengamen yang bisa pakai QRIS. Awalnya saya kira bercanda, tapi ternyata beneran," kenang Fauzi sambil tersenyum.
Menurut Fauzi, Sari mulai menggunakan QRIS sejak awal tahun 2024, ketika banyak orang menghindari transaksi tunai. "Dia itu pengamen yang adaptif banget. Pas Awal tahun itu
, banyak yang takut pegang uang cash, eh dia malah nawarin QRIS. Bahkan sekarang udah jadi kebiasaan, mahasiswa lebih suka bayar pakai QRIS ke dia," jelas Fauzi.Ciri khas Sari yang paling dikenal adalah kata-kata "Aya Meureun" yang selalu dia ucapkan. Fauzi menjelaskan makna di balik kata-kata tersebut. "Aya Meureun itu kayak jadi mantra dia. Kalau diterjemahkan artinya 'Mungkin Ada'. Biasanya dia pakai kata itu waktu mau minta rokok atau sawer. Lucunya, hampir selalu ada aja yang ngasih dia rokok setelah dia ngomong gitu."
"Yang bikin Sari beda dari pengamen lain itu interaksinya sama mahasiswa. Dia bisa nyambung sama bahasa gaul kita, bahkan kadang ikut ngomongin trend TikTok atau Instagram. Padahal kalau dilihat dari umurnya, mungkin udah kepala empat," tambah Fauzi.
Tidak hanya soal pembayaran digital dan catchphrase-nya yang terkenal, Sari juga dikenal dengan repertoar lagunya yang beragam. "Dia bisa nyanyi lagu apa aja, dari dangdut sampai rock. Tapi yang paling seru itu kalau dia nyanyiin Lagu Di colek Sedikit samballado dengan gaya khasnya. Pasti langsung rame yang nonton," ujar Fauzi.
Fauzi juga menceritakan bagaimana Sari sering menjadi "tempat curhat" dadakan bagi mahasiswa. "Kadang ada temen-temen yang stress urusan kuliah atau masalah pribadi, mereka malah curhat sama Sari. Yang unik, dia selalu punya kata-kata bijak buat menenangkan mereka, meski kadang diselipin 'Aya Meureun'-nya itu," cerita Fauzi tertawa.
Kehadiran Sari di lingkungan Unikom bukan sekadar tentang menghibur, tapi juga memberikan warna tersendiri dalam keseharian kampus. "Dia udah jadi ikon Unikom lah. Bahkan ada yang bilang belum lengkap rasanya kuliah di Unikom kalau belum ketemu Sari," ungkap Fauzi.
Menurut Fauzi, meski zaman terus berubah dan mahasiswa berganti angkatan, sosok Sari tetap menjadi bagian penting dari cerita kampus. "Sari itu bukti kalau pengamen bisa tetap eksis di era digital. Dia nggak cuma menghibur, tapi juga ngajarin kita buat adaptif sama perubahan zaman. Ya mungkin itu yang bikin dia bisa bertahan dan jadi legendaris sampai sekarang," tutup Fauzi.
Cerita Fauzi tentang Sari menggambarkan bagaimana seorang pengamen jalanan bisa bertransformasi menjadi ikon kampus yang dicintai. Dengan kreativitas dan kemampuan beradaptasinya, Sari membuktikan bahwa profesi pengamen masih punya tempat di era digital, asal mau berevolusi mengikuti perkembangan zaman. Kehadirannya di sekitar Unikom bukan hanya sebagai penghibur, tapi juga sebagai saksi dan bagian dari perjalanan mahasiswa menempuh pendidikan di kampus tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H