Vokasi Undip, yakni Mohamad Endy Yulianto, Malika Pintanada Kaladinanty dan Najwa Putri Indira Kusuma.
Pencemaran yang diakibatkan oleh logam berat merupakan masalah lingkungan yang terus disoroti oleh masyarakat dunia. Hal ini disebabkan karena dalam konsentrasi yang kecil saja, logam berat dapat menghasilkan tingkat keracunan yang tinggi pada mahluk hidup. Selain itu logam berat juga dapat terakumulasi dalam rantai makanan. Fenomena ini mendorong berkembangnya penelitian-penelitian untuk menemukan metode yang efektif dan efisien untuk mengolah limbah logam berat seperti gagasan inovatif oleh Tim Riset Prodi Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI)Endy mengungkapkan bahwa menurut US EPA (U.S. Environmental Agency) terdapat 13 elemen logam berat  yang merupakan elemen utama polusi yang berbahaya, salah satunya adalah logam krom bervalensi VI. Di Indonesia, logam krom (VI) termasuk dalam kategori limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (limbah B3).  Senyawa kromium (VI) termasuk senyawa logam yang paling banyak digunakan dalam industri karena kemampuan oksidasinya yang kuat dan menghasilkan warna yang tahan lama.
Tetapi jika senyawa kromium (VI) terbuang ke lingkungan dan masuk ke dalam tubuh mahluk hidup maka akan menimbulkan efek yang sangat berbahaya karena Cr (VI) bersifat karsiogenik. Oleh sebab itu limbah cair yang mengandung senyawa kromium (VI) harus diolah dengan tepat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, ujar Endy.
Cara yang paling tepat dalam menangani limbah cair yang mengandung logam berat seperti kromium (VI) adalah dengan cara pemulihan (recovery). Recovery logam berat dari limbah cair untuk digunakan kembali dapat memberikan keuntungan karena dapat membantu mengurangi kerusakan lingkungan karena telah meminimasi kandungan polutan dalam air limbah, juga mengurangi biaya pembelian bahan kimia, terang Endy.
Sementara itu Malika Pintanada Kaladinanty biasa disapa Malika mengatakan bahwa pengolahan limbah secara kimia pada dasarnya merupakan tindakan pemindahan masalah, dan malah menambah volume limbah karena adanya penambahan bahan kimia penggumpal. Lagipula pengolahan kimia yang konvensional (pengikatan kation) tidak mampu mengolah kromium karena biasanya kromium berada pada larutan adalah dalam bentuk anion. Dalam pengolahan secara kimia, senyawa kromium hanya dapat diolah dengan bahan kimia pengikat anion. Terlebih jika kromium terikat maka logam-logam beserta senyawa-senyawa lain yang terkandung dalam limbah cair dapat terikat satu sama lain membentuk gumpalan yang semakin besar.
Setelah dilakukan proses filtrasi, maka gumpalan dipisahkan dan dikumpulkan. Penanganan yang biasanya dilakukan terhadap limbah padat yang dihasilkan adalah dengan cara land fill di suatu area tertentu. Tidak sedikit dari pihak industri membuang begitu saja ke tanah, bahkan ke sawah atau tanaman-tanaman di sekitar pabrik. Jika limbah padat mengandung senyawa kromium yang berbahaya maka tanaman-tanaman dapat mati atau tetap hidup dengan menyerap senyawa kromium tersebut. Hal terakhir ini tetap berbahaya karena jika tanaman (misalnya sayur-sayuran) tersebut dimakan maka kromium atau logam berat lainnya ikut termakan, ungkap Malika.
Najwa Putri Indira Kusuma biasa disapa Najwa juga menambahkan bahwa pengolahan limbah cair yang mengandung logam dapat juga dilakukan dengan sistem biologis melalui 2 cara. Pertama adalah pertukaran ion di mana ion monovalent dan divalent seperti Na, Mg, dan Ca pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat; dan kedua adalah formasi kompleks antara ion-ion logam berat dengan functional groups seperti carbonyl, amino, thiol, hydroxy, phosphate, dan hydroxy-carboxyl yang berada pada dinding sel.
Akan tetapi pengolahan limbah cair yang mengandung logam dengan menggunakan sistem biologis memiliki kelemahan-kelemahan karena kemampuannya tergantung dengan tingkat toksisitas logam terhadap sel, bahkan ada sel yang tidak tahan pada konsentrasi logam yang rendah sekalipun. Ambang kematian mikroorganisma dalam mengolah limbah adalah pada lingkungan dengan konsentrasi krom 10 mg/l, terang Najwa.
Endy menyatakan bahwa pengolahan yang efektif dalam mengolah limbah yang mengandung logam, lebih lagi jika logam tersebut berbahaya juga mahal, seperti nikel, krom, merkuri, adalah dengan mengambil logam tersebut dari limbah dan kemudian dimanfaatkan kembali (reuse). Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan membran cair emulsi (Emulsion Liquid Membrane, ELM).
Penelitian untuk menggunakan teknik ELM dalam mengolah limbah yang mengandung logam-logam berat sampai saat ini terus dilakukan. Selain efisien, sederhana dan cepat, teknik ini memberikan keuntungan secara ekonomi juga memberikan dampak positif bagi kelestarian lingkungan, tutur Endy.
Endy menyampaikan bahwa penggunaan membran cair emulsi masih terkendala pada penambahan aditif yang berupa Pluronic L31 (suatu kumpulan kopolimer etilen oksida dan propilen oksida) dalam Isopar L (pelarut hidrokarbon isoparafin, flash point 62 oC, bP Â 207 oC, viskositas 1,5 cp (25 oC) dan densitas 0.767 g/ml (pada 15.6 oC). Aditif Pluronic L31 berfungsi untuk meningkatkan pemisahan fasa stripper dengan membran cair. Aditif ini relatif mahal, karena pemenuhannya masih melalui jalur impor.
Oleh karenanya, berbagai upaya telah dilakukan, diantaranya dengan menggunakan aditif kerosen. Akan tetapi, saat ini produk-produk kerosen telah diubah menjadi solar. Untuk itu perlu pengembangan bioaditif berupa bio oil berbasis biomassa. Bio-oil adalah tar hasil dari destilasi kering kandungan lignin yang terdapat di dalam biomassa dan memiliki kesamaan sifat seperti kerosen, ujar Endy.
Gagasan inovatif ini untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang teknologi membran cair emulsi berbasis bio oil dalam merekoveri logam berat dari  limbah cair secara optimum. Diharapkan informasi teknologi ini nantinya akan memberikan kontribusi untuk dikembangkan dan di scale-up oleh industri logam berat, yang saat ini masih menggunakan metode konvensional. Sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan meningkatkan nilai tambah serta membuka kesempatan kerja dan peluang usaha secara terpadu, pungkas pemilik 22 paten granted.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H