Apabila yang diakui adalah harta maka dipertimbangkan juga syarat keempat, yaitu rusydu .Maksudnya ,muqir (orang yang iqrar) adalah orang yang bebas mengatur kekayaannya sendiri .
Dengan kata “harta” pengarang mengecualikan iqrar atas selain harta, seperti talak ,dzihar dsb, Maka orang yang iqrar di dalam hal ini tidak disyaratkan rusydu , bahkan sah dilakukan orang yang safih .
Jika ada seseorang yang iqrar atas sesuatu yang tidak jelas, misalnya ia mengatakan “aku mempunyai hutang kepada si fulan”, maka penjelasannya kepada orang tersebut.
Sehingga dapat diterima penjelasan berupa setiap benda yang mempunyai nilai jual meskpun sedikit, seperti uang receh.
Dan jika penjelasannya berupa benda yang tidak mempunyai nilai jual akan tetapi masih sejenis , seperti satu biji gandum atau bukan dari jenis benda yang memiliki nilai jual namun halal untuk disimpan ,seperti kulit bangkai ,anjing yang sudah terlatih menjadi pemburu dan kotoran Binatang , maka semua penjelasan itu dapat diterima menurut qaul ashoh .
Kemudian jika orang tersebut enggan memberikan penjelasan setelah ia dimintai keterangan atas benda yang tidak jelas itu , makai a harus dipenjara sampai ia memberikan klarifikasi .
Dan apabila ia mati sebelum memberikan klarifikasi , maka yang dimintai keterangan adalah ahli waris dan harta warisannya dibekukan untuk sementara waktu .
Menyebutkan pengecualian (istitsna ) di dalam iqrar itu dianggap sah apabila masih disambung dengan sesuatu yang dikecualikan (mutstasna minhu ) .
Sehingga, apabila keduanya dipisah dengan diam yang lama atau ucapan lain yang Panjang maka pemisah tersebut dapat mempengaruhi keabsahan iqrar . Sedangkan diam dalam waktu singkat seperti menarik nafas , itu tidak mempengaruhi keabsahannya.
Istitsana juga disyaratkan tidak menghabiskan individu makna dalam mustatsna minhu. Sehingga jika istitsna’ menghabiskan mustatsna mihu-nya seperti contoh : aku memiliki hutang sepuluh kepada Zaid kecuali sepuluh”, maka istitsna ‘ tersebut dapat mempengaruhi keabsahan iqrar.
Iqrar , dalam keadaan sehat maupun sakit itu memiliki posisi yang sama . Sehingga jika seseorang mengaku berhutang kepada Zaid saat ia sehat dan kepada Umar saat ia sakit maka tidak dimenangkan iqrar yang pertama . Dan Ketika terjadi kasus seperti ini maka hutang yang diakui orang tersebut dibagikan kepada keduanya secara rata