Mohon tunggu...
Mohamad BirulWalidhain
Mohamad BirulWalidhain Mohon Tunggu... Guru - Guru Pondok Modern Darussalam Gontor

Penulis menggandrungi dan senantiasa menuangkan gagasan, pemikiran dan buah karya imajinatif dan atraktif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"HORROR" 4 Dimensi dalam 1 Malam

10 Juli 2024   12:04 Diperbarui: 10 Juli 2024   12:14 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Ramadhan pun telah tiba, bulan di mana santri kelas 5  bermukim di pesantren ,menanti moment dimana mereka akan menemui nasib mereka untuk kedepannya . Apakah mereka akan mendapatkan manisnya pendidikan di jenjang kelas 6 atau bersabar dalam mengulang pendidikan di kelas 5 untuk kedua kalinya.

Hari itu ,disiang hari yang  penuh terik sang Surya ,seorang bocah bertubuh mungil dengan penuh tekad membara ,berimpian untuk menuntaskan pendidikannya di Pondok Modern Gontor menatap langit seraya berkata kepada yang Maha Kuasa bahwa ia ingin segera menikmati lambaian medan perjuangan di kelas 6, Kelas yang diidamkan oleh seluruh warga santri Pondok Gontor, karna memang tak mudah untuk mencapainya, terlebih dari jumlah santri yang dahulu berjumlah ribuan namun semua harus kandas karna seleksi alam yang hanya memilih dan memberi kesempatan untuk menikmati indahnya pendidikan dikelas 6.Kembali pada seorang bocah tadi yang akrab di panggil "B.W" ( Birul Walidhain) sedang meratapi kesunyiannya. Betapa tidak beberapa hari yang lalu dia sempat merasakan gairah kebersamaan bersama santri yang menjadi anggota asramanya yang selalu dia urusi layaknya anak kandung nya sendiri perlahan sudah berlalu pergi meninggalkan pondok tercintanya ,guna menemui orang tua kandung mereka ,sebagai sarana berkhidmat kepada mereka setelah sekian 6 bulan lamanya bergelut dengan pendidikan dan Agama.

Kini "BW' menjalani hari dengan penuh dilema antara perasaan dia yang gundah karna masih mengenang kenangan indah nya bersama anggota asramanya yang dia sudah anggap sebagai adik-adiknya sendiri dan tugas dari pondok yang semakin membuatnya perlahan melupakan dan memudarkan bayangan imajinasinya akan hiruk pikuk canda dan tawa bersama santrinya dulu.

Waktu semakin berlalu , cucuran keringat beriringan rasa lapar membersamai "BW" dalam menjalankan tugas mengecat pot-pot bunga, trotoar jalan , dinding gedung serta infrasuktur lainnya . cipratan cat menjadi saksi bisu perjuangannya dalam menanti waktu yudisium tiba yang menentukan nasibnya untuk menjadi kelas 6 atau tetap tinggal di kelas 5.

17 Ramadhan, tepatnya .hari yang telah di tentukan tiba .Lautan santri berbaju Putih menyilaukan pandangan bergegas dan berlari menuju Auditorium Gontor ,duduk berharap dan merapal kan doanya mengangkasa dalam cemas berharap akan mendengar kabar menggembirakan Hatinya atas kelulusannya ke kelas 6. BW tetap dengan perasaan percaya dirinya tidak terusik dengan pandangan manusia penuh harap disekitarnya.Karna memang dia dikenal dengan santri yang berotak encer dan selalu mendapat nilai yang tinggi disetiap kelas yang dia duduki

Ribuan nama telah di panggil ketika yudisium berlangsung, berlinang lah air mata kesyukuran dari wajah berbinar santri kelas 5 yang naik ke kelas 6 yang mulai berlarian menerima surat kelulusan dan berlanjut mencukur rambut mereka dengan gaya "JUNDI" (khas tentara yang sedang bertugas) sebagai tanda kelulusan mereka. Namun BW akhirnya dilemaskan dengan namanya yang belum tersebut,yang pada akhirnya dia mendapat panggilan kelulusan dan di tempatkan di Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 7 yang berada di ujung timur Indonesia 'Sulawesi Tenggara'

Perasaan gembira dan resah berkecamuk dalam diri BW tak tahu bagaimana bisa dan bagaimana caranya ia akan menjalani masa depannya disana ,sedangkan seumur hidup dia tidak pernah jauh dari rumah, tentu hal ini menjadi tantangan baru dalam hidupnya untuk terus melanjutkan dan menuntut ilmu di tempat yang tentu jauh dan berada di tengah hutan.

Jadwal pemberangkatan santri pun telah di tentukan . BW dengan hati sedihnya berpamitan dengan orangtua seraya memohon restu

dari Orang tuanya untuk menimba ilmu kurang lebih setahun disana demi merealisasikan titel "Alumni Gontor" yang akan tersematkan pada dirinya. Kapal mulai berlabuh di pelabuhan Tanjung Perak ,Surabaya ,tanda keberangkatan sudah tiba ,dia pub segera menaiki kapal dengan membawa barang pribadinya yang banyak ke dek 7 Kapal Sinabung.Masa berlayar pun tiba 3 hari 2 malam adalah waktu yang akan di tempuh.

Hari berlalu tibalah BW di bumi Anoa yang merupakan simbol dari daerah Sultra itu sendiri.

Mobil- mobil sudah terparkir rapi dan sudah siap menjemput para Mujahid yang akan berkiprah dan menuntut ilmu di tempat terpencil , tengah asri dan perawannya hutan. Setelah santri dirasa lengkap akhirnya mobil mulai berangkat menuju Pondok.

Di sepanjang jalan BW tidak memejamkan matanya bercengkrama menikmati suasana baru dari Kawasan yang dia lihat dan menatap jauh corak kegiatan Masyarakat di sepanjang jalan.

Satu setengah jam berlalu semenjak dia bertolak dari kapal ,sekarang dia sudah menyaksikan Gapura Megah berdiri ditengahnya patung besar berbentuk “Parang Tolaki” yang mencerminkan symbol perjuangan dan kebersamaan dari Masyarakat desa Pudahoa ,desa di mana pondok berlokasi.

BW tiba di pondok saat adzan maghrib berkumandang segera ia bergegas menunaikan sholat dan merapikan perlengkapan dan bajunya  di asrama

Yang sudah di tentukan oleh Gurunya disana.

Waktu berlalu,dia mendapat tugas untuk melukis Baliho yang besar yang akan di gunakan pada upacara apel tahun pekan perkenalan pondok. Dia bersama teamnya di tempatkan di sebuah Aula lama bekas peninggalan Jambore Nasional yang dulu pernah di laksanakan di desa ini pada kurun tahun 1999-2000 .

Di Aula itu berdiri kokoh di atas danau yang luas dan masih di kelilingi oleh Perkebunan warga dan hutan yang masih rimbun.Suara pekikan dari kicauan burung dan berbagai hewan masih bergemuruh ,menambah suasana asri hutan

Dia dan bersama teamnya melukis segala kebutuhan property untuk acara yang di gelar di pondok selama acara pekan perkenalan.

Singkat waktu 1 bulan berlalu dan BW sudah menuntaskan pekerjaan yang sudah di bebankan untuknya. Dia pun ingin mengambi waktu istirahatnya ,karna memang selama 1 bulan dia merasa kurang tidur karna tuntunan pekerjaan yang menguras tenaga ,bahkan sering dia tidur pada jam 3 pagi karna terus melukis.

Kala itu terbenamnya matahari,waktu malam telah menghampiri .BW berjalan sendirian pada gelapnya malam hingga tiba pada pertigaan jalan di bawah bukit yang masih remang pencahayaan , dia melihat sekelabat bayangan hitam yang berjalan cepat di mukanya ,sehinga membuat jantungnya berdebar dan hatinya merasa takut dan cemas, “Pertanda buruk apa ini ?” ucapnya pelan dalam hati, Dia segera mempercepat langkahnya untuk segera sampai ke Aula di atas Danau, tempat temannya berkumpul.

Betapa kagetnya dia setelah menyaksikan Aula yang sebelumnya terang benderang kini hanya ada satu lampu warna kuning di tengah nya, menambah kesan mencekam dan membawanya ke nuansa penjajahan zaman Belanda karna memang plafon aula itu masih menggunakan gedek (anyaman bambu) sebagai plafonnya.

Tak mau larut dalam kecemasan dan ketakutan ia segera mengambil air wudhu dan menunaikan sholat Isya berharap dia akan merasa lebih tenang ….cerita akan berlanjut ke artikel selanjutnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun