Selamat berjumpa Kompasioners.Â
Kali ini aku mengangkat sebuah tulisan berdasarkan bincang bebas dengan teman sejawat di dapur sekolah.Â
Di dapur kami berbincang bebas tanpa ada perasaan risih dengan semua pendengar. Semua orang yang hadir di situ merasa leluasa untuk mengeluarkan unek-unek isi hati.Â
Kebetulan hadir di situ teman sejawat yang baru beberapa hari menikah. Â Jadilah tema pembicaraan saat itu sekitar pernikahan dan pengantin baru.Â
Mau ngomong apa saja selalu dikatkan dengan seluk beluk pengantin baru.Â
Ada salah satu temanku yang nyeletuk begini, " Pak menyesal gak njenengan menikah? "
Pengantin baru yang ditanya hanya mengernyitkan kening. Â Mungkin dalam hatinya mengatakan kalau yang bertanya itu sungguh ngawur. Â Mana ada sih orang setelah menikah menyesal, Â pikirnya.Â
"Ya menyesal kan...?! Â Kenapa nggak dari dulu. Â Tahu menikah itu enak mestinya menikah dari dulu?!!, " sambung kata orang yang bertanya tadi.Â
Gerrrrrrrrr. Semua orang tertawa riuh rendah memecahkan piring dan gelas yang ada di dapur layaknya.Â
"Semoga berbahagia ya Mas," kataku.Â
Teman satunya nyeletuk, Â sebut saja Pak Ibra bilang begini, " Semoga berbahagia itu artinya jadi pengantin itu tidak berbahagia. "
Semua orang yang hadir di situ tertegun dengan kata-katanya. Â Benarkah kata-katanya itu?! Â Bukankah pernikahan itu moment yang paling membahagiakan bagi manusia dalam hidupnya. Tidak ada moment bahagia melebihi bahagianya menjadi seorang pengantin. Â Mengapa pula orang berdoa semoga berbahagia?! Â
Pikiranku pun ikut mengandai-andai mengapa Pak Ibra bilang begitu?!Â
"Coba apa artinya orang bilang semoga lekas sembuh kepada orang yang sedang sakit? Artinya orang itu belum sembuh, Â masih sakit. "
"Betul gak?!  Coba perhatikan  parikan Jawa yang berkata begini, " Dadi pengantin iku senenge sak klentheng rekasane seketigo rendeng."
(Artinya kurang lebih begini, Â menikah itu bahagianya hanya sebiji kapuk randu, Â tapi rekasanya/susahnya sepanjang tahun).Â
Kami yang hadir mengangguk-anggukan kepala. Â Seolah-olah penjelasan itu masuk akal. Â
Aku (penulis) Â berpikir bahwa mungkin ada benarnya juga kata Pak Ibra. Â
Bayangkan saja sehabis selesai prosesi  pernikahan biasanya langsung dihadapkan hutang piutang biayaa pernikahan.  Belum lagi hutang mertua untuk biaya nikah.  Dan sebagainya.Â
Setelah itu berpikir bagaimana keluarga baru yang dibangunnya bisa mandiri terpisah dari campur tangan orang tua.Â
Tetbayang biaya bangun rumah, Â atau sewa rumah, Â beli perabot rumah tangga, Â tanggungan biaya hidup sehari-hari br bersama kekasihnya, dll.Â
Benarkah kata-kata temanku itu kalu pengantin baru semoga berbahagia?!Â
Artinya didoakan semoga menwmui kebahagiaan setelah memutuskan untuk hidup bersama dengan kekasih pilihannya. Â Terlepas itu pasangan pilihan sendiri ataupun pilihan orang tua.Â
Semoga berbahagia ya. Â Selamat berbahagia bersama keluarga. Â Salam bahagia. Â
Yuk bahagia mesti diciptakan, bukan dicariÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H