Hadirnya bulan pada malam hari sangat lah ditunggu saat dulu aku masih kanak-kanak. Â Bulan menjadi penerang satu-satunya di luar rumah saat kami bermain.Â
Sehabis mengaji kami pulang sebentar ke rumah hanya sekedar mengembalikan peci atau pun minum. Kalau ada makanan ringan yang tersedia di makan. Â Kalau tak ada ya apa boleh buat, Â minum air putih pun cukup.Â
Setelah itu kami pamit orang tua untuk bermain. Â Kawan-kawan sudah menunggu di pelataran rumah uwak Kaum.Â
Kawan yang bermain biasanya yang rumahnya berdekatan saja. Â Kalau dihitung sekitar kurang dari dua puluh anak. Laki-laki dan perempuan kumpul untuk bermain.Â
Permainan tradisional favoritnya botolan. Â Mungkin di lain daerah ada yang menamakan betengan, Â dung dungan atau istilah yang lain lagi.Â
Intinya kami dibagi menjadi dua tim yang bertanding. Â Untuk menentukan tim kami harus sut dulu. Â Menang dengan menang, kalah dengan kalah.Â
Ada rumah atau benteng yang harus dijaga. Â Kesatuan dan kesolidan sebuah tim sangat menentukan dalam meraih kemenangan.Â
Ada yang mengatur siapa yang harus tunggu benteng, Â siapa yang menjadi umpan, Â dan siapa yang mengejar. Â Ada juga yang ditugasi untuk mendududki benteng lawan dengan diam diam.Â
Pemain yang maju terlebih dulu bila disentuh oleh pemain lawan yang keluar bentengnya setelahnya maka menjadi tawanan.Â