Selepas salat Jumat aku ditelepon istri dari rumah. Waktu itu aku masih di perpustakaan sekolah untuk menyelesaikan tulisanku yang akan kumuat di Kompasiana.com. Â Aku diminta untuk menemani istri pergi ke kota Kebumen.
Permintaan istri aku iyakan saja. Kami bertiga akhirnya berangkat juga ke sana dengan mengendarai motor vario. Aku duduk di depan, istriku duduk di belakang. Nah anakku yang baru kelas enam ini duduknya di depanku. Badan besarnya sebenarnya sudah mengganggu pemandangan. Karena untuk melihat dengan jelas ke arah depan, aku harus memelengkan kepala ke arah sisi kanan atau kiri.
Kurang lebih perjalanan lima belas menitan sampai juga di tujuan. Rupanya anak ragilku meminta dibelikan gawai. Dengan dalih memiliki tabungan sendiri, ngotot harus dibelikan gawai. Uang hasil THR lebaran tahun ini lumayan jumlahnya. Istriku menambahi sampai gawai yang diinginkan terbeli. Wah ternyata harganya satu kali gajiku.
Setelah gawai terbeli, aku dan anakku mengabadikan tugu yang berada dekat dengan lokasi toko penjual gawai. Kami berdua mengambil posisi untuk mengabadikan benda yang antik itu. Beberapa jepretan dirasa sudah mendapatkan gambar yang kumau.
Nah, rasanya aku ingin mengabadikan momen itu dengan puisi. Ini dia puisiku. Selamat menikmati.
                                        Â
Hanya Pemanis Jalan di Persimpangan
Oleh Mohamad Bajuri
Berdiri tegak gagah menjulang
Tiada henti berjaga memandang
Dari pagi hingga petang
Pun malam sampai pagi menjelang
Hujan panas tak dihiraukan
Omongan orang bukan sandungan
Burung bangau hinggap juga dibiarkan
Biarlah aku begini keadaan
Banyak sudah peristiwa yang disaksikan
Gempita lalu lalang kendaraan suguhan harian
Kisah pengemis tua yang selalu mangkal diemperanÂ
Atau pun para pelajar membawa dus meminta sumbangan tak luput dari pantauan
Ingin rasanya ikut berjuang meringankan beban
Membantu janda, yatim piatu,buruh, tukang panggul atau penyapu jalan
Pengemis, gelandangan, tukang becak dan pedagang asongan
Serta orang lemah pinggiran yang terkucilkan
Kasihanilah  hidup mereka penuh kekurangan
Dengan bertalam sabar mereka bisa bertahan
Kalau bukan padamu, kepada siapa aku meminta bantuan?
Wahai yang mengaku pejabat dan pemangku kekuasaan?!!!
Aku berteriak-teriak menghibaÂ
Mengharap batinku menembus dada
Menyulut atma  mengabdi tuk sesama
Namun suaraku hilang ditelan riuhnya kota
Biarlah aku begini keadaan, membisu lagi diam tak bisa berperan
Hanya pemanis jalan di persimpangan
Hanya tumpukan batu yang identik dengan Kota Kebumen Beriman
Karena aku hanya menjadi tugu dekat Pasar Temenggungan
Kebumen, 11 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H