Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Bersepeda, Sisi Lain di Balik Rasa Lelah

6 Oktober 2024   10:27 Diperbarui: 7 Oktober 2024   12:46 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bersepeda (Sumber gambar: Pixabay)

Memulai kebiasaan baru memang berat. Apalagi ketika sudah terbiasa hidup tanpa aktivitas fisik yang cukup berarti.

Itulah yang saya rasakan dalam seminggu terakhir ini saat pergi sekolah. Jika minggu tak terhitung sebelumnya saya pergi ke sekolah menggunakan kendaraan bermotor, dalam seminggu terakhir ini saya beralih menggunakan sepeda. 

Sebagai pesepeda dadakan, bagi saya bersepeda ke sekolah cukup berat. Padahal jarak perjalanan yang harus saya tempuh hanya sekitar 2 km. Karena tidak terbiasa, bersepeda memaksa saya harus berjuang keras beradaptasi dengan pola baru berkendara.

Jika sebelumnya saya memerlukan energi dari BBM, dengan bersepeda saya harus menguras energi fisik saya sendiri untuk sampai di sekolah.

Sebenarnya jalan menuju sekolah secara keseluruhan relatif datar. Kecuali di beberapa titik, jalan kampung itu berupa tanjakan kecil. Tantangan bersepeda bagi saya terletak pada kondisi sebagian besar jalan yang kurang bersahabat. Memang tidak seluruhnya. Sekitar 500 meter salah satu ruas jalan yang saya lalui sudah dilapisi hotmix.

Selebihnya ruas jalan itu termasuk sangat rusak dan memprihatinkan. Kerusakannya sudah mencapai keparahan yang mendekati sempurna. Sekujur badan jalan compang-camping. Kerikil berserakan pada permukaan jalan. Keadaan itu berpotensi membuat roda terpeleset.

Permukaan jalan yang bergelombang membuat pengguna harus hati-hati dan memilih mengarahkan roda ke bagian jalan yang lebih baik. Maka tidak jarang pengendara harus mengambil jalur orang lain untuk mencari kenyamanan berkendara.

Jalan itu memang telah mengalami pengaspalan (mungkin) 7 atau 8 tahun yang lalu menggunakan aspal cair. Orang-orang di kampung saya menyebutnya dengan aspal serabi.

Disebut demikian karena proses pengaspalan dilakukan dengan cara disiram dengan aspal cair yang sedang menididh setelah permukaan jalan dilapisi sirtu (pasir dan batu). Teknik ini mirip dengan penyiraman cairan gula merah di atas hamparan serabi yang telah dibubuhi parutan kelapa.

Kerusakan jalan tergolong cepat dalam rentang 7-8 tahun. Padahal idealnya kelayakan jalan aspal bisa bertahan sampai 18 tahun jika pengaspalan sesuai dengan prosedur yang benar. (Sumber www.ayresassociates.com) 

Saya menduga bahwa pemicu yang mempercepat kerusakan jalan disebabkan oleh teknik pengaspalan yang asal-asalan tanpa melibatkan standar yang jelas. Misalnya, lapisan aspal seadanya atau timbunan pasir dan kerikil yang tipis dan kurang padat. 

Kerusakan itu tidak saja dipercepat oleh teknik pengaspalan. Penyebab lainnya dipengaruhi oleh kondisi drainase yang buruk di kiri kanan jalan.

Drainase itu terlalu dangkal dan tidak terpelihara. Kebiasaan warga membuang sampah ke selokan dan rumput liar yang tumbuh di dalamnya membuat saluran tersumbat.

Sumbatan drainase itu menyebabkan aliran air meluap ke punggung jalan. Luapannya lambat laun berakibat pada pengikisan tanah secara perlahan pada jalan yang tidak tertutup aspal di sisi kiri dan kanan jalan. 

Di balik kelembutannya ternyata air memiliki daya rusak yang luar biasa. Air saluran yang meluber ke jalanan lambat laun menyebabkan tanah tergerus sampai ke bawah aspal.

Gerusan itu meninggalkan semacam ceruk di bawah lapisan aspal sehingga kehilangan tanah penopang. Ini membuat aspal runtuh ketika dilintasi kendaraan.

Jalan itu juga kerap dilintasi kendaraan yang membawa beban berat berupa material bangunan. Ini membuat jalan seakan bergegas lebih cepat ke arah kerusakan. Gilasan roda kendaraan barang itu meninggalkan banyak lekukan karena lapisan aspal tidak kuat menahan beban. 

Terlepas dari penyebab kerusakan, bersepeda di atas jalan seperti itu menjadi semacam tantangan, untuk tidak menyebutnya sebagai ketidaknyamanan. 

Saya bukanlah pesepeda profesional yang dapat menemukan kepuasan bersepeda pada lintasan yang ekstrem. Jadi kondisi jalan itu sudah cukup saya sebut sebagai tantangan. Saya memerlukan waktu yang lebih lama untuk beradaptasi agar merasa terbiasa bersepeda.

Bersepeda pulang dari sekolah (Dokpri)
Bersepeda pulang dari sekolah (Dokpri)

Sepeda memang kendaraan ramah lingkungan walaupun melelahkan. Namun, di balik tantangan dan rasa lelah itu saya menemukan sisi lain dari bersepeda. Ini mungkin tidak ditemukan pada kendaraan bermotor.

Interaksi dengan Sesama Warga

Berkendara dengan sepeda motor kadang menunjukkan kesan tergesa-gesa. Ini membuat saya kurang memperhatikan orang-orang di sepanjang jalan sehingga mengurangi interaksi dengan sesama warga.

Seminggu bersepeda saya mulai menikmatinya. Dengan bersepeda saya lebih berkesempatan berinteraksi dengan orang-orang yang saya kenal dalam perjalanan pergi ke atau pulang dari sekolah.

Bersepeda memberikan saya kesempatan untuk bertegur sapa dengan sesama warga kampung sepanjang perjalanan. Dengan bersepeda saya lebih leluasa saling berbalas senyum, melambaikan tangan, atau sekadar berterima kasih atas basa-basi ajakan mampir dari orang-orang yang saya temui. 

Dalam proses interaksi itu saya menemukan perbedaan cara pandang orang-orang gaya hidup bersepeda. Sebagian orang melihat saya bersepeda sebagai sesuatu yang terlihat asing. Mereka melihat saya dengan senyum yang ganjil. 

"Punya motor malah naik sepeda," seloroh salah seorang warga yang mengikuti senyum ganjil itu saat melihat saya bersepeda.

Beberapa orang lainnya memberikan semangat dan melihat saya dengan sudut pandang yang lebih positif. Terlepas dari semua itu, interaksi itu membuat saya lebih dekat dengan orang-orang di sepanjang jalan. 

Bersepeda membuat saya dan mungkin juga Anda dapat membuat perjalanan lebih rileks dan memberikan kesempatan membangun interaksi sosial yang lebih baik dengan orang-orang di sekeliling.

Lelah tetapi tubuh terasa lebih sehat

Bersepeda sesungguhnya dapat dijadikan medium untuk melepaskan diri dari perilaku manja di atas jok kendaraan bermotor. Ini memang sesuatu yang melelahkan.

Karena jarang bersepeda saya memerlukan perjuangan yang cukup keras untuk sampai di sekolah. Tanjakan kecil yang saya lewati membuat saya menikmati rasa pegal pada paha dan betis.

Bokong saya juga sedikit terasa nyeri karena bergesekan dengan sadel sepeda. Separuh perjalanan saja, saya harus mengucurkan banyak keringat dan mengerahkan sejumlah besar energi. 

Sebagai pesepeda dadakan, saya membutuhkan semangat yang berlipat untuk melintasi jalan berlubang dengan cuaca panas yang menyambar-nyambar. Tiba di sekolah napas saya cukup tersengal dan membutuhkan waktu untuk mengembalikan energi yang telah dilepaskan.

Satu hal yang selalu saya bayangkan saat berada di atas sepeda adalah keindahan saat kaki berhenti mengayuh di ujung jalan. Ini membuat saya berkonsentrasi pada gerakan kaki dan keseimbangan sepeda. Bersepeda mengharuskan saya lebih kuat bertahan di bawah terik panas matahari saat pulang sekolah. 

Seminggu bersepeda ke sekolah terasa melelahkan. Namun, di balik perubahan moda berkendara itu saya merasakan hal yang berbeda.

Seminggu bersepeda membuat saya merasa lebih rileks, napas lebih longgar, dan jantung berdenyut lebih teratur. Persendian kaki dan paha saya juga tidak terlalu kaku. Dan saya tidur lebih pulas. Mungkin benar bersepeda dapat mengurangi stress. Apakah ini manfaat bersepeda? Mari bersepeda.

Lombok Timur, 06 Oktober 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun