Apa itu Jakartasentris? Dilansir dari Wikipedia, Jakartasentris adalah istilah yang mengacu kepada dominasi budaya, ekonomi, dan politik Jakarta terhadap wilayah-wilayah lain di Indonesia. Jakartasentris tidak saja terkait dengan kebijakan pemerintah tetapi juga menyangkut perspektif masyarakat luas tentang Jakarta.
Dominasi dalam konteks Jakartasentris berarti bahwa adanya kecenderungan banyak orang berkiblat pada kehidupan Jakarta sebagai parameter dalam banyak hal. Jakarta dengan segala kehidupan gemerlapnya kerap dipersepsikan banyak orang sebagai pusat kemapanan dan keunggulan gaya hidup, trend pakaian, hingga gaya komunikasi. Dalam kalimat pendek persepsi itu dapat disederhanakan menjadi "Jakarta adalah kiblat kehidupan masyarakat".
Salah satu wujud fenomena ini adalah penggunaan bahasa ragam Jakarta dalam perbincangan sehari-hari di kalangan anak-anak muda di daerah. Penggunaan "lu" dan "gue" merupakan dua kata ganti yang mewakili penggunaan dialek bahasa Indonesia ragam Jakarta. Ada juga "ngapain", "gimana", "gitu", "nggak" merupakan kosakata yang biasa digunakan dalam percakapan dialek Jakarta.
Fenomena Jakartasentris, khususnya dalam percakapan, diduga tidak lepas dari peran media massa. Kita dapat melihat bagaimana penggunaan Bahasa Indonesia dialek Jakarta mendominasi dialog dalam sinetron, bahasa iklan, podcast, sampai panggung hiburan. Penggunaan ragam bahasa Jakarta bahkan juga menghias ruang diskusi para politisi, ekonom, sampai para akademisi.
Saya tidak melihat ragam bahasa Jakarta sebagai ragam bahasa yang negatif. Namun kita kerap menunjukkan perilaku yang menunjukkan bahwa dialek Jakarta seakan dijadikan standar status sosial anak-anak muda dan sebagian masyarakat Indonesia. Ini satu dari fenomena Jakartasentris yang mewarnai kehidupan sebagian masyarakat.
Santukaka, unjuk dialek bahasa daerah
Kehadiran media sosial saat ini memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mempopulerkan budaya dan bahasa daerah. Banyak para konten kreator daerah dengan percaya diri tampil menggunakan dialek bahasa Indonesia sesuai dengan bahasa daerah masing-masing.
Salah satu channel YouTube yang konsisten menggunakan dialek bahasa daerah, yaitu, Santukaka. Channel ini menghadirkan konten film pendek dengan pemeran anak-anak dari Poso, Sulawesi Tengah. Mereka adalah Noel Tampale, Rivan Sanggalea, Kristin Tadene, Fano Kumpa, Julio Penyami, Adel, dan Vincent Megea.
Film pendek produksi Santukaka, yang cukup menyita perhatian banyak orang itu, mengangkat tema-tema sederhana kehidupan sosial dan budaya sehari-hari. Beberapa sumber menyebutkan bahwa pada awalnya percakapan anak-anak Santukaka itu menggunakan Bahasa Pamona, dikenal sebagai Bahasa Poso, sebuah bahasa daerah yang digunakan oleh suku Pamona, Kabupaten Poso, di Sulawesi Tengah, Indonesia. Karena kurangnya penonton, Ordianus Tampale, sosok pencetus mengganti dialog itu dengan Bahasa Indonesia dengan tetap mempertahankan dialek bahasa Pamona.
Dalam perkembangannya, strategi Ordianus membuahkan hasil. Saat ini channelnya telah mencapai 67,017,761 views, 338 ribu subscriber, dan telah memproduksi 518 video pendek yang diunggah melalui channel mereka. (Sumber Channel Santukaka)
Aksi anak-anak Poso itu menjadi menarik karena dua hal. Pertama, film-film pendek mereka dikemas dengan dialog yang diwarnai dengan adu argumentasi tetapi sarat gaya humor. Hampir setiap celetukan anak-anak itu mengundang senyum dan tawa. Ini menjadi sisi yang membuat channel Santukaka sangat populer.
Kedua, Secara keseluruhan tema film meliputi berbagai permasalahan kehidupan sehari-hari di rumah tangga dan masyarakat. Lebih dari itu mereka kerap mengangkat isu-isu politik, ekonomi, sampai permasalahan lingkungan.